webnovel

Part 1

Udara Jakarta di pagi hari terasa sangat sejuk dan hangat, entah itu karena terkena sinar matahari yang sudah memanaskan jalanan-jalanan di kota Jakarta atau karena langit biru yang sudah di tutupi oleh awan putih dengan suara berisik burung-burung berkiciuan.

Kenalin nama gue Vino Lee, bisa kalian panggil dengan sebutan Vin, Vino atau Ino. Gue anak ketiga dari empat bersaudara, kata bokap dan nyokap gue mereka merasa ada perubahan sifat dan kelakukan gue dari kelas dua. Tapi diri gue menganggap sifat dan kelakuan gue biasa-biasa aja.

"Oyy Vin… keluar yuk, cari bahan untuk motret," ujar Ranger.

"Lo duluan aja, ntar gue nyusul deh." Gue menatap Kakak gue yang sedang menggantungkan kamera-nya di pundak kiri.

"Ketemuan ditaman deket rumah ya. Gue sama Ken duluan, lo jangan telat!!" sahut Ranger dan meninggalkan gue diruang tengah sendirian.

Gue mengangguk pelan sambil melihat bahu saudara-saudara gue perlahan menghilang dari pintu rumah yang berwarna putih. Gue menggerakan tangan gue keatas dan menuju kearah dapur untuk mengambil susu yang ada di kulkas.

"Kamu nggak pergi bareng sama Ranger dan Ken?" tanya seseorang yang tiba-tiba muncul di belakang gue.

"Iya bentar lagi," kata gue dengan cuek.

"Hati-hati ya waktu ngambil foto-nya," ujar nyokap sambil mengusap kepala gue dengan lembut.

Gue terdiam sejenak, kelakuan nyokap gue tadi mengingatkan gue di umur empat tahun, dimana disaat itu gue jatuh dari sepada roda tiga. Nyokap tersenyum ke arah gue dan beranjak jalan menuju kamar.

"Ma, asal mama tau Vino sayang sama mama, Vino juga pengen kayak dulu. Di masa dimana Vino masih bisa ngomong sama orang yang Vino sayang." Gue membatin.

Gue yang daritadi diam karena nyokap tersadar bahwa Ranger dan Ken sudah menunggu gue daritadi di taman deket rumah, gue tanpa basa-basi berlari ke kamar dan mengambil peralatan kamera lalu bergegas pergi ke taman untuk memotret sesuatu.

"Sorry, gue telat," kata gue dengan nafas yang terengah-engah.

"Habis darimana aja lo? Lama amat," kalimat pertama Ken yang membuat gue menaikin satu alis.

"Menurut lo aja. Gue lama tadi ngomong sama mama dulu," jawab gue.

"Tumben banget lo ngomong sama mama? Abis makan apa lo semalam?" Ranger berdecak dengan tertawa kecil.

Gue melihat sinis ke Kakak gue Ranger dan memutarkan kedua bola mata gue, tak lama saat kejadian itu gue pun memulai pasang alat-alat kamera. Memang sih yang dibilangin Ranger itu ada benarnya, terakhir kali gue ngomong dan dekat sama nyokap dan bokap itu kelas dua SD, sekarang gue tiba-tiba anggap bokap dan nyokap gue musuh gue sendiri.

"Vin lo jangan pasang tripod disini, ntar basah kalau lo taruh dekat kolam," teriak Ken yang disebalah gue memasang tripod di jembatan.

"Terus mau taruh dimana? Kan motret cuman sebentar doang," ujar gue.

"Yaelah, taruh tuh deket Kak Ranger noh." Ken menunjukan posisi tripod yang dipasang Ranger.

Gue melihat Kak Ranger dan menghela nafas dengan kencang, gue nyamperin Kak Ranger dan menaruh tripod bersebelahan dengan tripod Kak Ranger. "Harus banget di semak-semak? Nggak tau apa disini banyak semut merah." Gue mengeluh dan membatin, lalu gue mengambil kamera dan memasang-nya di tripod.

"Kenapa nggak foto waktu malam aja?" tanya gue sambil mengarahkan kamera ke langit.

"Siang kan lebih bagus, ada paparan sinar cahaya matahari. Kalau malam takut hasil-nya jelek," jelas Ken.

"Lo-nya aja yang nggak bisa foto waktu malam hari." Gue bergumam dan menatap Ken dengan tatapan sinis.

***

Rudy (Papa R,K,V,N) turun dari tangga dan berjalan kearah Melinda (Mama R,K,V,N) untuk mengobrol sesuatu yang seharusnya mereka ngomong bersama Ranger, Ken, dan Vino. Tetapi dikarenakan mereka bertiga sedabg tidak ada dirumah, akhirnya Rudy memutuskan untuk membicarakan ini berdua dulu dengan Melinda.

"Ma, ada yang perlu kita bicarakan," ujar Rudy.

"Mau ngomong soal apa?" tanya Melinda sambil mengasih secangkir kopi panas ke Rudy.

"Papa ngerasa Vino kayaknya belum bisa nerima lingkungan yang ada di sekolahan-nya deh. Gimana kalau anak-anak kita pindahin ke sekolah yang baru saja?" tanya Rudy sambil meminum secangkir kopi panas.

"Hmmm… mama juga ngerasa hal yang sama kayak papa, kalau Papa mau-nya begitu ya mama ikut-ikut aja. Tapi Papa harus ngomong dulu sama mereka bertiga kalau papa memang mau pindahin mereka ke sekolah yang baru."

"Iya nanti Papa bilangin kok ke mereka."

Melinda mengangguk iya dan tersenyum penuh di wajahnya, kemudian meninggalkan Rudy yang sedang menikmati kopi panas dengan memandangi pemandangan langit biru di teras rumah.

***

Sudah hampir tiga puluh menit sejak daritadi Ranger, Ken, dan Vino ditaman untuk mengambil sebuah foto disana. Ranger dan Ken sudah kelelahan daritadi, sedangkan Vino masih asik mencari benda yang bagus dan momen yang pas untuk ditangkap.

"Oyyy, nggak capek apa?" teriak Ken dari kursi taman yang jarak kursi lumayan jauh dari Vino.

"Bentar, gue ngambil dimomen yang pas dulu," ujar Vino yang masih mencari benda atau makhluk kecil yang bisa ditangkap di kamera.

"Buruan, kasian nih Kakak lo."

Vino melihat kearah Ranger yang sudah tergeletak disemak-semak dan dedaunan yang sudah panjang. Vino menghela nafas panjang dan fokus ke kamera dengan benda yang sudah ia fokuskan daritadi, yaitu serangga kecil yang hinggap di antara bunga-bunga yang baru saja bermekaran dan aroma yang menyengat dari bunga itu.

Tanpa basa-basi Vino langsung mengarahkan kamera dan memofokuskan kamera agar tetap fokus di serangga yang sudah ia cari-cari daritadi. "CEKREK" suara kamera Vino yang akhrinya tertangkap juga kupu-kupu kecil yang cantik dan bunga yang baru bermekaran itu, lalu Vino berlari kearah Ranger dan Ken untuk memberitahu bahwa ia sudah selesai.

"Udah yuk," kata Vino dengan nafas yang terengah-engah dan membereskan perlatan kamera yang ia keluarkan.

"Bangunin kakak lo tuh!!" perintah Ken.

"Cih, tukang ngatur ni orang." Vino membatin dan memasukan tangannya ke kantung celana, lalu menghampiri Ranger yang terlelap di semak-semak.

"Kak Ranger, bangun woy." Vino menepuk kepala Ranger dengan pelan. Namun tak ada pergerakan atau jawaban dari Ranger.

"Yaelah ni bocah ngeribetin aja," kata Vino.

Vino mengangkat tangan Ranger dan menaruhnya ke pundak Vino agar bisa menyusul ke tempat Ken, ya mau nggak mau Vino harus gendong belakang Ranger. Maupun Ranger berat tapi Vino harus mengangkatnya.

Vino berjalan kearah Ken dan menatap sinis Ken yang sedang makan es krim disiang bolong, Ken yang menyadari bahwa Vino menatap-nya dengan tatapan tajam, menatap balik Vino.

"Lo mau?" tanya Ken sambil meyodori es krim bekas mulutnya.

"Lo gila ya? Masa gue makan bekas lo," jawab Vino dengan kesal dan mulut yang manyun.

"Hehehe, yaudah beli sana yang baru." Ken tertawa kecil sambil menggarukan kepala yang tidak gatal. "Ngomong-ngomong Ranger kok lo gendong?" tanya Ken.

"Dia nggak mau bangun, jadi mau nggak mau gue harus gendong," jawab gue. "Yaudah kalau gitu gue beli eskrim duluan ya." Vino berjalan kearah supermarket dekat dengan taman sambil menggendong Ranger.

Vino memutari supermarket untuk mencari eskrim sekalian mencari minuman isotonik untuk bisa menggembalikan nyawa-nya setelah menggendong Ranger yang lumayan berat. Anehnya seisi supermarket daritadi ngeliatin Vino. Kayak orang nggak pernah ngeliat digendong belakang.

Vino yang merasa risih diliatin semua orang yang ada di supermarket memutuskan untuk menjatuhkan Ranger dengan melepaskan kedua tangannya yang daritadi memegang Ranger agar bisa jatuh dengan bunyi keras. Bunyi jatuh Ranger terasa nyaring sampai-sampai satu supermarket mendengar suara itu.

"Aduh lo kalau mau turunin gue pelan-pelan dong, sakit nih tulang belakang gue." Ranger merintih kesakitan diarea tulang belakangnya.

"Lo kalau udah bangun daritadi, sadar diri kenapa." Vino menarik kerah baju Ranger dengan muka yang setengah marah dan setengah lucu.

"Hehehehe, sorry sorry," jawab Ranger dengan raut muka yang panik.

"Berhubung lo udah bohong sama gue, gue mau lo bayarin barang gue yang gue taruh di keranjang." Vino melepaskan kerah baju Ranger yang ia tarik tadi dan memberikan keranjang belanjannya.

"Lha kok gue?" tanya Ranger dengan bingung.

Vino menatap Ranger seakan-akan memberi peringatan bahwa ia telah menipu adiknya sendiri, dengan raut muka Vino yang bagaikan macan dibangunkan atau diusikan oleh kerabat-kerabatnya sendiri. Ranger yang sedang ditatap itu kemudian bangkit dan memberikan senyuman kecil ke adiknya.

Vino meninggalkan Ranger sendirian di supermarket yang dipenuhi dengan tatapan mata disana, kemudian Vino melambaikan tangganya keatas dengan badan yang sudah menghadap kearah luar pintu supermarket.

Ranger dengan pasrah melihat adiknya yang cuman berbeda satu tahun dengannya langsung mengangkat keranjang bawaan Vino dan menuju ketempat kasir untuk membayar belanjaan Vino. Melihat sikap adiknya, Ranger tiba-tiba memikirkan masa lalu dengan adik-adiknya.

Pada hari itu, cuaca yang cerah di Jakarta. Ranger berumur tujuh, Ken berumur enam tahun, sedangkan Vino berumur lima tahun. Ranger dan Ken sedang asik membuat istana pasir dan Vino sedang asik bermain sendiri di tepi-tepi pantai sambil menggumpulkan kerang-kerang yang terkubur di pasir.

"Vin, yuk buat istana dari pasir." Ken menarik tangan Vino dan membawa Vino ke Ranger yang lagi asik mengumpulkan pasir-pasir.

"Istana pasir? Kalau nanti ada ombak pantai gimana?" tanya Vino dengan polos sambil membawa kerang-kerang yang ia kumpulkan tadi.

"Bisa dibuat ulang kok." Ken tersenyum.

Vino tersenyum polos saat itu. Ia belum mengerti apa-apa, yang ia mengerti adalah bagaimana keluarganya bisa sebahagia ini dan kenapa keluarganya mempunyai rasa nyaman bagi-nya. Ranger yang melihat adik-adiknya berlari kearahnya langsung tersenyum manis dan menghampiri mereka berdua.

"Gue pengen lo kayak dulu Vin, walaupun lo nggak ada hubungan darah sama gue sekalipun." Ranger membatin, tanpa sadar air mata Ranger jatuh ke pipinya.

"Mas gak apa-apa?" tanya kasir.

"Ah, iya gak apa-apa bang. Totalnya berapa bang?" tanya Ranger kanget dan mengahapus air matanya.

"Totalnya jadi empat puluh delpan ribu," jawab kasir dengan senyum.

"Ini ya bang, kembaliannya ambil aja." Ranger mengambil barang-barang Vino dan bergegas , menemui Ken dan Vino. "Andai, gue bisa mutar waktu, gue bakal mutar waktu kembali ke masa itu Vin."

***

Bersambung.

Your gift is the motivation for my creation. Give me more motivation!

Rain_Flamescreators' thoughts