webnovel

Bab 7 : Terdampar di Negeri Asing

Karena sesuatu alasan yang mendasar yang hanya dia sendiri yang mengetahuinya, di suatu malam Jenderal Hongli pun meninggalkan Daratan Tiongkok dan keluarganya dengan menggunakan sebuah kapal layar yang tidak besar. Ia sendiri tidak tahu hendak menuju ke negeri mana. Yang dia pikirkan ketika itu adalah pergi sejauh mungkin dari negeri Tiongkok, meninggalkan segala kebesaran dan kemasyhuran yang ia sandang. Berminggu-minggu ia mengarungi samudera yang luas. Ia hanya mengikuti saja ke mana kehendak angin mengarahkan layar kapalnya.

        Sampai suatu malam, mendadak badai laut yang dahsyat mengombak-ambikkan pelayarannya.  Jenderal Hongli tak mampu mengatasi kekuatan alam yang dahsyat itu. Badai itu menghempas dan menghancurkan perahunya. Malam terlihat demikian pekat. Langit tak sedikit pun memberikan petunjuk, angkasa telah ditutupi oleh mendung tebal.

       Penderitaannya semakin bertambah dengan turunnya hujan deras yang dibungkus oleh badai yang terasa kian membuatnya kehilangan arah sama sekali. Oleh satu hempasan yang kuat, Jenderal Hongli merasakan kapalnya terhempas kuat. Ia tak punya kemampuan lagi utnuk menggulung layar utama kapalnya sebagai upaya untuk mengurangi hajaran gelombang dan badai yang disertai hujan. Namun terlambat, kapalnya hancur dan pecah.

        Tetapi untung masih dapat ia raih. Sebilah papan yang cukup lebar dan panjang dari pecahan kapalnya telah menjadi alat penyelamatan hidupnya.   Dengan kekuatannya yang tersisa, ia mengayuh papan itu dengan tangan, kaki, dan sisa kekuatan tenaga dalamnya. Tetapi lagi-lagi ia tak mampu mengalahkan kekuatan waktu dan alam. Lalu, entah berapa lama ia berikhtiar demikian, ia pun tak tahu. Akibat kepayahan, ia pun tak sadarkan diri di atas papan tersebut.

        Dan entah berapa lama kesadaran dan dunia hilang dalam ingatannya, ia tak tahu. Ketika siuman, ia mendapatkan dirinya telah berbaring lemah di atas tempat tidur sederhana dalam sebuah rumah yang juga sederhana, namun demikian asing. Ia seolah-olah baru terbangun dari sebuah mimpi buruk yang panjang dan melelahkan.

        Ia memeriksa keadaan dirinya. Tubuhnya hanya terbungkus oleh sebuah selimut putih kusam yang terasa kasar di tubuhnya. Di balik itu ia sama sekali tak mengenakan apa-apa. Ia menepuk pipinya berkali, ia merasakan sakit.

       "Oh, ternyata aku masih hidup. Terima kasih Dewata Agung, karena Engkau masih memberiku kesempatan untuki hidup,"gumamnya pelan, seolah-olah kepada dirinya sendiri.

       Seorang laki-laki setengah baya yang diikuti oleh seorang wanita setengah baya memasuki kamar dan mendekati Jenderal Hongli. Tampaknya mereka adalah pasangan suami isteri pemilik rumah. "Syukurlah, Tuan sudah siuman," ucap si laki-laki dengan ramahnya.

       "Saya di mana? Maaf, Anda berdua siapa?" bertanya Hongli, tentu dibantu dalam bentuk bahasa isyarat. Ia kebingungan. Bingung dengan keberadaan dirinya, lebih-lebih terhadap sepasang suami-istri dengan bahasanya yang sangat asing baginya. Namun karena dibantu dengan isyarat berupa gerakan-gerakan tangan, ia bisa menangkap dan membalas ucapan mereka. Ia berusaha bangun untuk sekedar menyandarkan tubuhnya di pada sandaran tempat tidur. Tapi kondisinya begitu lemah. Ia merasakan tulang-tulang di seluruh tubuhnya seolah-olah telah remuk.

       "Baiknya Tuan jangan banyak bergerak dulu, " ucap laki-laki itu lagi, sambil memberi isyarat pula, sembari membantu memperbaiki kembali posisi baring Hongli. "Tuan sedang berada di ibukota Kerajaan Tambora. Nama saya La Mbila, pemilik gubuk ini. Dan ini La Hiri, isteri saya. Saya seorang nelayan. Dua hari yang lalu saya menemukan Tuan terombang-ambing tak sadarkan diri di tengah laut."

       Jenderal Hongli memejamkan matanya sesaat, mengingat kembali kejadian yang dialaminya, lalu berkata dengan suara agak parau. "Oh, iya. Perahu saya memang mengalami kehancuran akibat dihantam badai laut. Saya menyelamatkan diri dengan menggunakan papan pecahan perahu. Kemudian saya tak sadarkan diri akibat kelelahan. Ooh, rupanya Dewata Agung masih memberi saya kesempatan untuk hidup. Dan saya sangat berterima kasih kepada Anda berdua, karena telah menyelamatkan saya."

       "Maaf, sebenarnya Tuan ini berasal dari negeri mana...?" bertanya La Mbila dengan suara pelan.

       "Ooh, iya. Saya lupa memperkenalkan diri. Nama saya Hongli. Saya berasal dari Dataran Sinae...," sahut Jenderal Hongli. Namun ia harus menyembunyikan jati dirinya dahulu. Ia telah mengambil keputusan untuk meninggalkan negeri dan segala derajat yang disandangnya. Jadi ia harus merahasiakan tentang siapa dirinya sesungguhnya. Ia bertekad untuk memendam dalam-dalam masa lalunya itu. Cukup dirinya sendiri saja yang tahu.

 .      Dalam tempo beberapa hari saja kondisi Jenderal Hongli telah pulih. Ia sangat berterima kasih kepada  La Mbila dan La Hiri. Berkat jasa mereka, sehingga ia mampu menatap kembali dunia dan kehidupannya. Selama di pembaringan, pasangan suami-isteri itu demikian sabar dan tulus merawatnya. Bagi Jenderal Hongli, mereka bagai keluarganya yang lama dicari. Demikian juga bagi La Mbila dan La Hiri, Hongli bagaikan salah seorang keluarganya yang baru kembali setelah lama menghilang. Antara mereka benar-benar tercipta hubungan yang demikian erat, tanpa melihat bentuk fisik yang sangat nyata di antara mereka. Kasta dan derajat  bagi Jenderal Hongli adalah kisah lalu yang akan dia lupakan. Karena kenyataannya, kini dia tidak lagi berada di negerinya, dan bukan siapa-siapa lagi. Hidup di tengah-tengah keluarga yang sangat sederhana, asing, dan ia harus mulai menempatkan dirinya sebagai  bagian dari keluarga itu.

        Pun, bagi La Mbila dan La Hiri, tampaknya tidaklah keberatan jika laki-laki asing itu akan terus bersama mereka di rumah panggung sederhananya. Bila perlu buat selamanya. Untuk keperluannya, untuk sementara waktu biar mereka yang akan memenuhinya.