("Orang-orang datang untuk membunuhku dan merenggut masa depanku, tapi kamu datang untuk memberiku sebagian dari mimpi indah milikmu")
.
.
.
Kaifeng - Ibukota kekaisaran Song.
Yue Fei akhirnya tiba di depan pintu gerbang barak milik kakaknya, Yue Han. Pintu gerbang itu di masa lalu telah menjadi saksi bisu ketika dirinya dan kakaknya saling menghunuskan pedang dan menumpahkan darah.
Di atas pintu gerbang tertulis (zheng guangrong) 'berjuang untuk kemuliaan' yang sangat menggambarkan karakter Yue Han sebagai pemilik paviliun (Tian Mao) tombak langit.
Yue Han memanglah sosok yang kuat dan tangguh, tapi Yue Fei lebih mengenal kakaknya yang memiliki hati lebih lembut dari kapas dan sutra. Kelembutan dan kebaikan hatinya telah membuat Yue Han mencelakai dirinya sendiri tanpa sadar setelah fikirannya dicuci. Jiwanya yang bersih dan belum mengenal kotoran dengan mudahnya ternodai seperti kertas putih yang tertetes tinta.
Di masa lalu, ia terbunuh karena dengan sengaja membiarkan Yue Fei menusukan pedang ke dadanya sebagai penebusan rasa bersalah atas kebodohan yang telah diperbuatnya karena sudah percaya dengan kata-kata kanselir Qin yang memprovokasinya.
"A-Fei?, kenapa kau bisa ada disini?. Ada apa?" Tanya Yue Han setelah ia menyadari kedatangan adiknya.
"Tidak apa-apa. Hanya ingin berbagi kue osmanthus dari toko yang baru saja buka di Kaifeng. Kau pasti belum mencobanya karena terlalu sibuk di barak kan?" Jelas Yue Fei pada kakaknya yang tengah berada untuk mengawasi prajurit bawahannya yang tengah berlatih pedang.
Yue Han, kakak Yue Fei nampaknya memahami maksud adiknya dan mengajaknya masuk untuk duduk di dalam ruangannya.
"Adik yang baik. Baiklah. Ayo kita makan bersama kue-kue ini dengan teh. Kebetulan bunga-bungan di taman halaman belakang sudah bermekaran ..." ucap Yue Han.
"Istirahat!" Teriak Yue Han pada prajurit bawahannya yang tengah berlatih setelah itu ia dan Yue Fei pun pergi ke ruangan pribadinya di barak.
Yue Fei meletakan kue-kue osmanthus di atas meja sementara itu Yue Han menyiapkan teh untuk mereka berdua.
Sembari melihat bunga-bunga daffodil yang tumbuh dengan indah, mereka berdua memulai pembicaraan.
"Sebaiknya kau memberikan kue-kue ini untuk ayah dan ibu juga ..."
"Tentu saja, aku sudah menyiapkan untuk mereka juga"
"Jadi?. Apa yang ingin kau bicarakan?"
"Apa kau senggang?. Aku ingin bertarung denganmu. Di atas kuda ..." ucap Yue Fei. Pernyataan ini cukup membuat Yue Han terkejut karena adiknya yang menantangnya lebih dulu.
"Jika aku menang, kau juga harus memberiku hadiah ... " lanjut Yue Fei yang mengutarakan maksud utamanya tanpa menunjukan niatnya.
"Bagus!. Sudah lama kita tidak duel pedang di atas kuda ... mari kulihat, sudah sejauh apa kau berkembang" ucap Yue Han. Ia merasa cukup bahagia karena di setiap duel dengan adiknya ia selalu berakhir menjadi pemenang. Tapi di fikirannya yang lain ia berfikir jika adiknya itu mungkin menginginkan sesuatu tapi tak memiliki cukup uang untuk membelinya.
Keluarga Yue adalah keluarga yang sederhana dan hidup dengan bertani dan berladang. Meski ayah mereka pernah menjadi menteri, tapi ia memilih mengundurkan diri setelah Yue Ke, ayah dari Yue He meninggal. Tapi alasan terkuatnya adalah karena Yue He tidak tahan dengan kehidupan busuk di istana.
Yue He tau ada banyak menteri yang melakukan penggelapan uang dan menjadi muak. Ia melakukan pengunduran diri juga karena demi keluarganya. Ia takut suatu hari akan terseret kasus korupsi atau menjadi orang yang ikut korupsi, jadi sebelum hal itu datang ia pergi lebih dulu mengamankan dirinya dan hidup sederhana bersama alam.
Walau begitu, Yue He mendukung kedua putranya yang ingin bergabung dengan militer---membangun keberanian dan jiwa yang patriot. Yue He tau dirinya sendiri adalah orang yang penakut jadi ia tidak berharap kedua putranya akan seperti dirinya.
Sementara itu. Di dalam hati, Yue Fei tersenyum dengan dua makna. Yang pertama adalah karena perasaan bahagia karena kakaknya masih hidup dan belum membelot menjadi pengkhianat dimana di masa lalu ia harus membunuh kakaknya dengan tangannya sendiri, dan senyuman yang kedua adalah tanda kemenangan.
Dengan membawa kemampuan dan pengalaman dari kehidupan sebelumnya, Yue Fei sangat yakin dapat mengalahkan kakaknya meski saat ini ia masih muda.
"Sebelum itu. Katakan hadiah apa yang kamu inginkan jika bisa berhasil mengalahkanku?" Tanya Yue Han sambil menaiki kudanya sementara Yue Fei pun ikut menaiki kudanya Bai Ye.
"Membuat sungai bintang ..."
Yue Han terdiam tak berkata sepatah katapun sampai akhirnya mereka berdua telah berada di garis awal untuk berduel.
"A-Fei. Kau bahkan belum memutuskan untuk bergabung ke atas langit, bagaimana bisa kau membuat sungai bintang?. Apa yang ingin kau lakukan?. Bahkan jika kau menang hari ini, aku tidak bisa memberimu kekuasaan untuk membawahi satu prajuritku sekalipun" ucap Yue Han.
Yue Han menjadi serius dan menunggu penjelasan adiknya karena meminta hadiah yang di luar dugaan. Yue Han takut jika adiknya akan menggunakan prajuritnya untuk hal-hal yang sia-sia dan merugikan dirinya sendiri atau orang lain. Dalam hal ini, Yue Han benar-benar bersikap dewasa dan memiliki sifat yang sangat mirip dengan ayahnya, yakni sangat mudah khawatir akan sesuatu.
Yue Fei tentu sudah antisipasi. Ia tau kakaknya akan berkata seperti itu jadi ia telah menyiapkan alasan.
"Jangan khawatir. Aku hanya butuh bantuan prajurit yang kuat untuk memperbaiki saluran irigasi di desa. Kau tau orang-orang di desa kebanyakan diisi oleh lansia kan?. Aku ingin membantu tapi sepertinya aku tidak akan sanggup jika sendiri ..."
"Saluran irigasi?. Apakah itu rusak lagi?. Ku dengar dari ayah saluran irigasi sudah diperbaiki seminggu yang lalu?"
"Kau mendengar itu dari mulut ayah yang sudah tua. Dia sendiri bahkan tidak sadar jika dirinya sudah tua jadi bagaimana bisa dia tau jika saluran irigasi itu sebenarnya sepenuhnya masih rusak?"
"Hm. Yah, kau benar ..."
"Dan satu lagi. Jembatan di desa kita juga butuh di perbaiki. Jadi aku benar-benar hanya dapat mengandalkan bantuan dari prajurit-prajurit terkuatmu ..."
"Ah. Akan gawat jika jembatan itu yang berhenti berfungsi. Itu satu-satunya jembatan besar yang melintasi sungai dengan arus deras di desa kita. Tanpa itu, warga desa akan terisolasi dan segala kebutuhan akan terhambat ..."
"Ya. Kau sudah paham kan?"
"Kalau begitu tidak perlu duel. Kau bisa bawa lima atau sepuluh prajuritku--".
"Tidak bisa. Aku akan duel dan mendapatkan hadiahku. Itu syaratnya. Jika aku kalah aku akan memperbaiki semuanya sendiri!"
"Berhentilah menjadi keras kepala anak bodoh!" Ucap Yue Han sembari memukul kepala adiknya yang selalu senang dengan hal-hal yang berbau persaingan. Ia akan selalu bersemangat jika ada hal seperti itu dan Yue Han tidak bisa menghentikannya. Itu sifat khas dari adiknya jadi ia hanya bisa memakluminya dan mengatasinya dengan caranya sendiri.
"Baiklah. Ayo berduel dan lupakan tentang hadiah itu sekarang. Aku ingin melihat kemampuanmu ..." ucap Yue Han. Ia memilih membuat fikiran adiknya teralihkan agar tidak ada perdebatan karena ia menolak permintaan adiknya untuk berduel hanya karena ingin bantuan. Pada akhirnya, Yue Han tetap berniat memberikan bantuan meski adiknya akan kalah berduel.
Tapi apa yang terjadi selanjutnya cukup mengejutkan Yue Han karena Yue Fei benar-benar telah berkembang dan dapat mengalahkannya dengan menembakan lebih banyak anak panah dari atas kuda dan semua anak panah itu tertancap tepat di tengah target. Dan akhirnya semua anak panah milik Yue Fei harus terbelah menjadi dua untuk berebutan tempat di posisi tengah target.
Sebenarnya skor mereka hanya berbeda tipis tapi tetap saja Yue Fei yang memenangkan duel kali ini.
"Shidi, pergilah obati lukamu. Kebetulan tabib Wang sedang berada di sini untuk pemeriksaan rutin prajurit ..." jelas Yue Han saat sadar jika lengan adiknya itu tadi sempat terkana anak panah miliknya yang melesat.
Wajah Yue Han terlihat bahagia karena Yue Fei benar-benar berlatih secara mandiri dan berkembang banyak. Tapi berbeda dengan Yue Han yang sumringah. Wajah Yue Fei perlahan menjadi dingin ketika ia mendengar nama tabib Wang itu disebutkan.
Api dendam dalam dirinya perlahan hidup lagi. Tabib istana Wang Weiyi adalah salah satu orang yang ingin ia singkirkan bersama dengan muridnya yang bermarga Huang.
"Oh. Benar-benar sangat kebetulan. Kalau begitu aku akan menagih hadiahku setelah ini ..." ucap Yue Fei. Ia berusaha menutupi emosinya dan menahan diri karena tidak mungkin ia membunuh Wang Weiyi begitu saja tanpa rencana. Terlebih ia sudah tau jika tabib Wang adalah sekutu kanselir Qin yang merupakan salah seorang yang berpengaruh di kekaisaran Song.
"Iya. Aku janji akan memberi hadiah yang kau mau. Pergi obati tanganmu dulu sana ..."