webnovel

Tabir Terlarang

Kisah ini bercerita tentang sebuah keluarga yang tampak harmonis di mata masyarakat. Dalam keluarga tersebut, Saiful menikah dengan Wulan, seorang janda muda yang cantik, yang telah memiliki seorang anak bernama Adi. Wulan adalah wanita idaman Saiful, meskipun Saiful tahu tidak mudah mendapatkan hati seorang ibu. Tetapi cinta kemudian ada di antara mereka dan mereka menikah.

Pemeran:

Saiful: suami Wulan, ayah tiri Adi.

Wulan: istri Saiful, ibu kandung Adi.

Adi: anak tiri Saiful.

 

Suatu hari, Wulan dan Adi terlibat dalam percakapan panjang:

Wulan: "Adi, bisa tolong belikan Mama penghapus di toko buku sebelah ya?"

Adi: "Baik, Mama. Mau yang seperti biasanya atau ada yang lain?"

Wulan: "Beli saja penghapus yang seperti biasanya, yang berbentuk buah favoritmu itu."

Adi pun segera berangkat ke toko buku untuk membeli penghapus yang diinginkan oleh sang ibu. Wulan kembali berkutat dengan pekerjaan rumah tangga yang menumpuk. Sedangkan Saiful, suami Wulan, sedang berada di kantor untuk menyelesaikan pekerjaannya.

Sore hari, Saiful tiba di rumah dengan wajah lelah dan berkeringat.

Saiful: "Assalamualaikum, yang. Aku baru saja pulang kerja, ada air putih?"

Wulan: "Wa'alaikumsalam. Ada, sayang. Ini, aku ambilkan dari kulkas."

Mereka mengobrol ringan sambil duduk bersanding di sofa ruang tamu. Beberapa saat kemudian, Adi datang menyapa Saiful yang baru saja sampai di rumah.

Adi: "Assalamualaikum, Pak. Tadi saya membantu Mama belanja ke toko buku."

Saiful: "Wa'alaikumsalam. Baiklah, terima kasih Adi sudah membantu Mama belanja."

Malam itu, mereka makan malam bersama. Saiful memuji Adi yang rajin membantu ibunya, Wulan. Adi tersenyum malu dan membalas pujian dengan menganggukkan kepala.

Tiga hari kemudian, Saiful terpaksa pergi ke luar kota untuk perjalanan dinas selama sepekan. Sebelum berangkat, dia berbicara dengan Wulan dan Adi.

Saiful: "Wulan, jaga kesehatan ya, jangan lupa minum obatnya. Adi, bantu Mama mengurus rumah ketika Aku pergi, ya."

Wulan dan Adi: "Baik, yang/Pak."

Hari-hari berlalu saat Saiful tidak ada di rumah. Wulan mencoba melupakan kesepian dengan sibuk mengurus rumah dan Adi. Namun, di balik kesibukan Wulan, ada rasa kecewa yang menahannya. Sudah lama sejak Wulan merasa benar-benar dekat dengan Saiful. Seringnya mereka terpisah karena pekerjaan Saiful membuat perasaan kurang puas Wulan tidak terselesaikan.

Suatu sore hujan, ketika Adi pulang sekolah lebih cepat, dia melihat Wulan sedang menangis di kamarnya. Air mata mengalir deras begitu saja dari wajah Wulan yang cantik, membuat Adi merasa kasihan dan ingin menghiburnya.

Adi: "Mama, kenapa menangis? Ada apa?"

Wulan terkejut melihat Adi, kaget namun sekaligus merasa lega melihat anaknya datang menghibur. Dalam rasa bingung dan gentar, dia mencoba menyembunyikan kebenaran tentang air mata yang mengalir dari sudut matanya.

Wulan: "Oh, tidak apa-apa, Adi. Ini hanya karena film yang sedang Mama tonton."

Adi: "Yakin? Kalau Mama butuh teman bicara, aku ada di sini, loh."

Wulan tersenyum melihat anaknya berusaha menghibur hatinya yang terluka.

Wulan: "Terima kasih, Adi. Mama sangat beruntung memilikimu."

Wulan lalu memeluk Adi, mencari kehangatan dan penghiburan dalam dekapan anaknya itu. Keduanya bermalam bersama di ruang keluarga, menonton film hingga larut malam, mencoba untuk menghilangkan kesedihan di dalam hati Wulan.

Perlahan, tanpa terasa, kebersamaan mereka berdua selama Saiful tidak ada di rumah mulai menumbuhkan perasaan-perasaan yang berbeda di antara Wulan dan Adi. Adi yang baru saja beranjak remaja mulai melihat Wulan tidak hanya sebagai ibunya, tetapi juga sebagai wanita yang sangat menarik. Sementara Wulan, yang merasa terabaikan, mulai melihat Adi sebagai pria muda yang pengertian dan penyangga.

Hari berganti hari, kedua pemikiran terlarang ini semakin kuat, mempengaruhi tindakan keduanya dalam banyak hal. Namun, mereka mencoba menepis pikiran ini dari benak mereka, tahu bahwa apa yang mereka rasakan adalah sesuatu yang tabu.

Suatu hari, takdir seolah memberi mereka jalan untuk melangkah lebih jauh. Wulan sedang membersihkan kamar mandi dan ketika keluar, dia akhirnya terpeleset dengan handuk menutupi tubuhnya. Adi yang sedang lewat di luar kamar mandi, melihat peristiwa ini dan spontan berlari menyelamatkan Wulan.

Tanpa mereka sadari, dalam situasi tersebut, tangan Adi menopang tubuh Wulan dengan sangat erat, dan perasaan terlarang yang selama ini mereka coba tahan mulai memuncak. Mata mereka saling bertaut, merasakan ketegangan yang mencekam antara mereka berdua. Detik itu juga, tahu bahwa apa yang akan terjadi adalah kesalahan besar, mereka tidak mampu mengendalikan hasrat yang membara.