Tere menatap tajam Aheng yang kini duduk di hadapannya. Jujur saja, Tere sangat terganggu dengan kehadiran Aheng yang berkedok 'membantu'.
"Wajah kamu memang begitu?" tanya Aheng yang membuat Tere semakin menatapnya tajam,
"Maksud kamu?"
"Suram! Tidak ada kebahagiaan dalam hidup kamu" jawab Aheng tanpa merasa bersalah dengan apa yang dia katakan,
"Anjir!" maki Tere,"kamu sengaja buat aku marah?"
"Nggaklah! Aku hanya mengungkapkan pendapatku. Kamu coba deh! Pergi ke depan kaca, terus ngaca. Pasti kamu setuju deh, sama apa yang aku bilang"
"Terserah kamu"
"Lah! Emang terserah aku. Kan hidup aku, mulut aku. Iya kan?"
"Hei!"
"Apa sih cantik! Dari tadi isinya maki-maki terus, kalau gak gitu marah-marah sama aku. Sebenci itu kamu sama aku?"
"Aku nggak benci sama kamu. Tapi kamu sama temen kamu itu sama"
"Temen yang mana? Temen aku banyak, cantik"
"Haish! Kamu kapan pulang sih! Kamu kan udah selesai bantu aku. Aku juga sudah bilang terima kasih dan memberikan kamu secangkir teh seperti yang kamu minta. Kamu kenapa masih di sini?" cecar Tere,
"Iya. Bentar lagi pulang. Nafsu amat!" gerutu Aheng yang kini menikmati secangkit teh di tangannya.
Tere mencoba mengelus dada. Sebenarnya dia merasas terbantu dengan apa yang Aheng lakukan ke padanya. Aheng berperan penting dalam kemenangan Tere saat mengikuti kontes hari ini. Berkat Aheng, dia tidak datang terlambat dan karyanya bisa dijual dengan harga yang cukup mahal.
"Seharusnya, kamu traktir aku makan malam di sini. Bukannya hadiah yang kamu dapatkan cukup banyak" lanjut Aheng yang kini menatap Tere dengan senyum yang lebar. Membuat Tere menghela nafas dan mau tidak mau mengikuti apa yang Aheng katakan.
"Aku tidak bisa menraktir kamu di restaurant mahal."
"Aku tau. Aku tidak keberatan"
"Aku menyesal menerima bantuan dari kamu" gerutu Tere yang mengundang seulas senyum dari Aheng,
"Aku malah bersyukur bertemu dengan kamu. Aku bisa dapat makan malam gratis" aku Aheng yang membuat Tere menganggukkan kepalanya.
**
Sementara itu, Rei masih melamun. Pikirannya masih menerawang pada seekor kucing ajaib yang dia temui beberapa jam yang lalu di balkon apartemennya. Rei tau, jika itu adalah hal terkonyol dalam hidupnya. Seperti dalam novel dan komik yang pernah dia baca sebelumnya, mana mungkin ada kejadian seperti itu di dalam dunia nyata. Kucing bisa berbicara bahasa manusia, bisa gila Rei jika terus memikirkan hal itu. Luo yang melihat Rei termangu di kamarnya, segera menghampiri Rei dan menempelkan minuman kaleng dingin di pipi kekasihnya,
"Hei! Ini hampir malam, kenapa kamu melamun? Kalau nanti kesurupan gimana?" tanya Luo yang melihat Rei tampak kosong.
Rei yang masih mencerna keadaannya mencoba tersenyum. Kaku.
"Kita mau makan di luar atau aku masak di rumah?" tanya Luo yang kini berlagak menjadi seorang koki. Membuat Rei tersenyum lebih lebar, tidak sekaku beberapa menit yang lalu.
"Em, aku tidak lapar" aku Rei membuat Luo kecewa,
"Benarkah? Apa kamu masih marah?" tanya Luo yang kini menjadi remaja labil. Membuat Rei menggelengkan kepalanya,
"Aku hanya belum lapar" ralat Rei,
"Oh, mau aku pesankan makananan lewat ojek online?"tanya Luo yang kini masih berusaha memaksa Rei untuk makan malam bersamanya.
Jujur saja, Luo ingin makan malam secara romantis dengan kekasihnya. Sayangnya, Luo menangkap kegelisahan hati Rei, sehingga Luo menggagalkan rencananya dan memberikan kesempatan itu pada Naraka. Ya, saat ini Naraka sedang bersama Lisya di sebuah restaurant yang sudah Luo reservasi sejak tadi siang, lebih tepatnya sesaat setelah mereka berdua berdamai dengan rasa ego mereka masing-masing.
"Itu lebih baik" sahut Rei,
"Oke. Aku pesan dulu. Kamu ingin makan apa?" tanya Luo,
"Bakso, nasi goreng, ayam goreng, ayam bakar dan rendang" jawab Rei,
"Ha?"
"Kenapa? Aku kebanyakan pesennya?" tanya Rei yang melihat ekspresi Luo tak biasa,
"Aku baru tau kamu suka makan, makanan berat. Aku kira kamu akan memesan beberapa salad atau makanan sehat lainnya" jawab Luo jujur, karena seingat Luo, Agatha sangat menjaga berat badannya. Dia tidak menyukai makanan yang bisa tergolong makanan berat dan berlemak, seperti makanan yang saat ini kekasihnya pesan.
"Salad? Itu tidak akan membuat aku kenyang. Aku akan tetap kelaparan, dan itu akan semakin membuat aku tidak baik. Aku perlu asupan gizi yang membuat aku kenyang" aku Rei,
"Oh-, oke. Akan aku pesankan" sahut Luo yang kini tampak menggelengkan kepalanya.
Tidak membutuhkan waktu lama. Pesanan mereka berdua datang, Luo dan Rei alias Agatha menyiapkan makan malam mereka berdua bersama-sama. Luo tampak tercengang dengan pemandangan di depannya. Apa yang dia pesan, cukup untuk enam orang. Dia tidak yakin, akan menghabiskan semua makanan yang ada di depannya.
"Kamu yakin ini akan kita habiskan?" tanya Luo ragu,
"Tentu. Aku akan menghabiskannya" jawab Rei dengan yakin, membuat Luo membentuk mulutnya menjadi huruf O. Satu hal yang tidak Luo tau tentang Agatha, Agatha yang saat ini adalah Rei. Memiliki selera makan yang besar dan cenderung membuat orang tidak percaya dengan apa yang mereka lihat. Karena tubuh Rei ataupun Agatha, sangat proporsional.
"Aku kira, kamu tidak mampu menghabiskan ini semua"
Rei tersenyum,"kenapa? Karena aku kecil?" tanya Rei,
"Iya" jawab Luo," aku merasakan kejutan dari seorang Agatha Gianina" lanjut Luo membuat Rei tersedak. Melihat kekasihnya tersedak, Luo segera memberikan segelas air. Rei menghabiskan segelas air yang Luo berikan. Rasa pedas dari sambal yang Rei campur dengan bakso yang dia pesan, sementara Luo hanya mengambil setengah porsi nasi goreng yang mereka berdua pesan.
"Maaf. Aku membuat kamu tersedak" kata Luo dengan penuh penyesalan,
"Ti-tidak. A-aku hanya sedikit terkejut"
"Terkejut?"
"I-iya. Baksonya enak" jawab Rei penuh dusta. Rei tidak mungkin berkata jujur, jika dia tersedak mendengar ucapan Luo tentang Agatha. Rei takut, Luo akan menyadari perubahan besar yang telah dia buat saat ini.
"Oh! Kalau begitu, kamu bisa ambil punyaku" tawar Luo, membuat Rei panik.
Rei melambaikan tangannya di depan dada, menolak niat baik Luo. Dia tidak menginginkan hal itu, dia hanya mencari alasan saja,"Ti-tidak perlu. Aku harus menghabiskan yang lainnya" tolak Rei dengan menunjuk beberapa menu yang masih belum terjamah oleh mereka berdua.
"Kamu benar" sahut Luo,"kamu tidak perlu memaksakan diri untuk menghabiskan semua makanan ini. Kita bisa memberikannya kepada orang lain, atau kita bisa buang sisanya" lanjut Luo membuat Rei semakin panik. Bagaimana bisa Luo dengan gampangnya meminta Rei untuk membuang harta karun miliknya.
"Eh. Jangan! Aku bisa menghabiskan semua makanan ini" aku Rei dengan tatapan mengiba. Membuat Luo mengalah dan menganggukkan kepalanya. Pasrah dengan apa yang kekasihnya putuskan.