webnovel

Sweet Lights

Hidup normal itu pasti selalu diinginkan oleh semua orang. Benar kan? Begitu pun Varel, hidup nya seakan berpindah alih ke spekulasi lain. Varel memang cowok, tapi dia tidak bisa mengelak jika dirinya menginginkan dia untuk menjadi penyuka sesama jenis. Penyuka sesama jenis bukan kutukan. Kita tidakak bisa seenaknya menyalahkan kalo orang seperti itu menjijikan, dan lain lain. •• Ini cerita gay, aku bukan suka aja gitu bikin cerita gini. Tapi yah begitu lah, lucu. Tolong bijak dalam membaca dan ambil kesimpulan nya.

gaviifasyanda · realistisch
Zu wenig Bewertungen
11 Chs

Sembilan

Sesuai janji, sehabis sarapan akhirnya kak vano mengantarku sampai rumah dengan selamat.

Di pekarangan rumah terlihat ibu yang sedang mondar-mandir sambil memegang dagu nya. Mungkin khawatir anaknya hilang ditelan manusia.

Kami berdua berjalan menghampiri ibu yang tengah gelisah "Ibuuu!" panggilku dan segera berlari memeluk ibu, ibu pun kaget lalu membalas pelukanku erat sambil mengelus-elus punggung badanku.

Sepertinya ibu menangis, ia menyembunyikan wajahnya di dadaku "Kau kemana sajaa, varell! ibu khawatir kau tak pulang kerumah, setidaknya jika tak pulang kabari ibu. Jangan menghilang!" aku tak menjawab apa-apa, aku hanya balik mengelus punggung serta menciumi rambut yang sedikit memutih itu lembut.

"Maafkan varel" itu saja yang bisa ku katakan, aku pun bingung ingin memberi alasan apa.

Ibu melepaskan pelukan dengan mata yang sedikit memerah menahan tangis "Tidak ada terjadi sesuatu kan selama kau tidak pulang?" tanyanya, aku mengangguk "Tak apa bu, lihatlah anakmu masih sehat dan tampan" ucapku sambil memutar-mutar tubuh sambil tersenyum ceria.

Ibu terkekeh dan memukul pelan lenganku "Kau ini masih saja bisa bercanda, ibu sudah sangat frustasi melihat kau tak ada dirumah" katanya sendu

"Maafkan saya tante, saya yang mengajak varel menginap dirumah, karena jika ingin pulang pun sudah terlalu larut" jelas kak vano yang mendekati ibu, ibu menengok ke asal suara.

"Loh kamu siapa ya? kok kayanya saya baru kenal" ucap ibu mengintimidasi

"Oh iya maaf sebelumnya, saya Vano teman Varel" ia mencium punggung tangan ibu, ibu dengan senang hati mengulurkan tangannya.

"Varel punya teman kok gak dikenalin sama ibu?" tanya ibu ke aku, aku yang bingung menjawab hanya mengedikkan bahu.

"Oh yasudah sini-sini masuk dulu, kalo kakak nginep tempat teman, harusnya bilang dulu" nasihat ibu.

"Kakak mau izin, tapi HP nya meninggal bu"

"Matii varel"

"Iya mati"

••

Hari ini aku berangkat sekolah seperti biasa, melewati hari-hari yang cerah dan melupakan hal-hal kemarin.

Saat sampai di gang, aku melihat sebuah mobil mewah terparkir rapih dan keluarlah seseorang.

'Kak Vano?'—gumam ku.

"Hai varel!" sapa nya dan aku menyapa balik, "Loh ini siapa, adik kamu?" tanya nya sembari mengusak puncak kepala geral dan aku hanya mengangguk.

Aku beralih menatap vano "Kak vano—ngapain kesini?" tanyaku penasaran, "Tentu saja jemput kamu" jawabnya.

Aku menaikkan sebelah alisku "Loh ngapain? varel kan gak minta"

"Ya mau aja jemput varel, biar varel aman dan selamat" katanya

"Dih biasanya juga varel selamat-selamat aja" jawabku

"Ya tapikan semenjak kejadian malam itu, pastinya teman kamu bakal ngincar kamu lagi"

Aku mengerutkan keningku, "Oh" jawabku

"Oh, doang?" tanya nya

"Ya terus varel harus bilang apa?"

"Ya gak tau, yaudah ayok masuk biar kakak yang anter"

Dengan paksaan kak vano, kami pun masuk kedalam mobilnya dan berangkat ke sekolah seperti biasa.

Tujuan mengantar geral dan mengantarku ke sekolah.

••

Sampai di gerbang, terlihat seorang pria tengah bersandar di depan mobilnya yang terparkir rapih di dekat pos satpam sekolah.

Kak vano menghentikan mobilnya tepat di gerbang dan aku yang melihat siapa pria yang sedang berdiri itu pun langsung meminta kak vano untuk menurunkannya lewat gerbang belakang sekolah saja.

"Udah sampai" kata kak vano sambil tersenyum ramah

"Kak vano" ia menoleh dan menjawab dengan menaikkan sebelas alisnya maksud bertanya.

"Anterin varel lewat gerbang belakang aja deh" kataku

"Loh kenapa?"

"Gak papa, ayok nanti keburu masuk"

Kak vano pun menghidupkan mesin mobilnya lagi dan melintasi pria yang sedang menunggu itu.

Digerbang belakang banyak sekali siswa-siswi yang keluar masuk sekolah lewat sini. Karena bagi siswa yang rumahnya tak jauh dari sekolah lebih enak lewat gerbang belakang.

Aku turun dari mobil, siswa laki-laki yang sedang nongkrong di warung belakang pun menatap kearahku yang baru saja turun dari mobil.

"Makasih yah kak tumpangannya" kataku, kepala ku menyembul ke dalam mobil dan kak vano tersenyum "Iya sama-sama. Nanti pulang sekolah kakak jemput, gak ada penolakan!"

"Loh kakak bukan supir pribadi varel, ngapain nganter jemput? Emang kak vano gak ada kerjaan apa?" kataku dan kak vano terkekeh.

"Emang gak boleh nganter jemput varel?" aku menggeleng, kak vano pura-pura cemberut "Yaudah saya marah kalo gitu"

"Dih ngambekan nih om-om"

"Siapa yang om-om!?" tanya kak vano kesal, aku pun langsung berlari masuk kedalam sekolah meninggalkan kak vano yang terkekeh di dalam mobil melihat tingkah ku.

Kak vano pun melajukan mobilnya dan pergi entah kemana setelah selesai mengantarku.

••

Aku masuk kedalam kelas dan disambut senyuman ramah dari yuda yang sedang bersandar di dinding pintu.

Aku merangkul bahu nya dan mengajaknya masuk ke kelas.

"Kamu udah ngerjain tugas kimia rel?" tanya yuda melihat kearahku.

"Tugas? emang ada tugas?"

Yuda memukul kepalaku "Bodoh! kemana saja kamu, biasanya kamu udah ngerjain PR! kan aku gak bisa nyontek kalo gini, varell!!"

"Loh, yang gak ngerjain pr kan aku, kenapa kamu yang marah-marah" balasku.

"Ya kan aku jadi gak ngerjain juga, varel."

"Ya terus masalah sama aku apa?" tanyaku

"Gatau!" yuda ketus denganku dan pergi kembali kearah bangkunya.

"Ih Kok Ngamok!"

••

Perkara gak ngerjain tugas, aku dan yuda pun di hukum. Hukuman suruh hormat di tiang bendera mah udah biasa jadi ya santai-santai aja.

Masalah tadi, yuda memang benar-benar ngambek. Ya aku gak tau mau ngapain, biarin aja lah. Selama ini juga aku gak pernah ngurusin teman yang ngambek.

"Varel"

Aku noleh dan ternyata ada rangga yang udah berdiri tepat disamping kanan aku, yuda yang ada disebelah kiri ku malah ngerasa gak terganggu sama sekali.

"Loh 'ngga, ngapain?"

"Dihukum"

"Loh kamu kan ngerjain tugas"

"Aku bilang ke pak kumis 'Gak" ujarnya santai, aku mendengus.

"Ya terus ngapain, seharusnya kamu bilang aja ngerjain gak usah sok-sok an mau dihukum!"

"Ya kan mau nemenin Varel"

"Dih gak usah, ada yuda kok disamping aku"

Yuda yang merasa namanya dipanggil pun menoleh "Apa! anggap aja aku gak ada" ketusnya, yah masih ngambek.

Rangga mendelik ke arah yuda yang sekarang sudah fokus lagi ke tiang bendera "Yuda kenapa? tumben marahan" tanya yuda ke aku.

Tak menanggapi pertanyaan yuda, aku menengok ke arah yuda "Yuda! Udah dong ngambeknya, Aku kan kemaren lagi gak dirumah, makanya aku lupa ngerjain pr. Lain kali gak ngulangin lagi deh"

"Oke" jawab yuda

"Emang kemarin kemana?" tanya rangga

"Kepoo"

"Serius ih varel!"

"Ada kendala, gak bisa pulang kerumah" kataku

Rangga mendelik "Tadi aku liat kamu dianter bang vano, kok bisa?"

Aku menoleh "Dia nya maksa, mungkin karna kejadian semalem(?)"

"Kejadian apa?" yuda mendekat ke arahku

"Kepo"

"Nyebelin banget sih"

Rangga juga ikut mendekat kearahku "Seriusan apa yang terjadi semalem?"

"Gak ada apa-apa, udah ih fokus dihukum aja"

••

Kantin, 10.12 wib.

Saat ini kami bertiga sedang duduk dibangku kantin, dengan dua orang yang sibuk menagih cerita padaku.

Aku sampai pusing menanggapi mereka yang terus bertanya, dari pas dihukum sampai sekarang gak berhenti nanya.

"Ayok dong rel buruan ceritain kamu semalem tuh kenapa? ada kejadian apa?" aku mengangkat bahu acuh

"Gak ada yang spesial dari cerita itu, ya ampun kalian ini kenapa sih!"

"Ya udah buruan cerita, kan aku khawatir sama kamu sayang!" rengek rangga, aku mendengus geli

"Sayang-sayang lambe mu peyang!" kataku, dia tertawa.

"Bentar, dong!" akhirnya aku menceritakan semua nya dari awal sampai akhir. Tak ada tambahan dan tak ada pengurangan.

Setelah selesai bercerita, aku melihat rangga menggeram rendah sambil mengepalkan kedua tangannya. Begitu juga yuda yang sedang mengumpati Khai dengan segala macam nama binatang.

"Terus kamu gak di apa-apain kan rel?" tanya yuda dan aku mengangguk, "aku gak papa"

"Awas aja tuh si sialan Khai! Gua bakalan bikin dia bonyok!"—gumam rangga

"Untung ada kak vano, jadilah aku bisa pulang" kataku dan rangga malah emosi.

"Seneng yah ditolongin bang vano" ketus rangga, aku menjawab "Iya dong"

"Ada yang cembukur nih!" yuda menyindir rangga yang sedang bergumam-gumam tak jelas.

Rangga menyipitkan matanya dan menatap nyalang yuda yang sedang tergelak tawa.