webnovel

Anak Kecil Tak Dikenal

"SIAPAPUN TOLONGIN GUE!"

Kami spontan menoleh ke arah sumber suara. Di sana, ada seseorang yang sedang berlari dengan wajah panik. Hanya butuh waktu beberapa menit dia akan sampai ke tempat kami. Aku penasaran mengapa dia berlari?

Semakin jaraknya dekat, aku bisa melihat dengan jelas gadis itu. Dia ... kusebut gadis atau anak kecil aja? Penampilannya terlihat seperti anak SD yang berpenampilan lucu dengan gaun berenda-renda dan rambut dikuncir dua.

"Anjir, anjir, harusnya slime itu monster lemah, 'kan? Kenapa malah bisa nyemburin api? Enggak, levelnya 5 kan? SIAPAPUN TOLONGIN GUE! WOI, YANG DI SANA TOLONGIN GUE CEPAT WOI!"

Itu benaran anak-anak atau bukan? Cara dia bicara kasar sekali, tidak ada lugu-lugunya khas seorang anak-anak. Padahal penampilannya sudah selucu itu, tapi cara bicara merusak kesan imutnya.

Aku bisa mendengar gerutuannya makin jelas seiring dengan bertambahnya jarak kami. Dia sepertinya menangani monster slime yang di level 5. Tentu saja akan berbeda dari slime yang sedang kami tangani dan sepertinya dia malah kesulitan.

Monster slime yang mengejarnya itu hanya satu, tapi wujudnya mengerikan. Berbeda jauh dari slime-slime di sini yang imut dan menyegarkan bahkan rasa mereka pun manis seolah-olah sedang menyeruput agar-agar. Slime yang itu tubuhnya berwarna merah tua, ada gigi besar yang tak cocok di sana, dan bentuknya berantakkan. Yang menakutkan dari mulutnya terus tersembur lava panas.

Tunggu!

Apa aku harus membantunya? Tidak! Kami masih level dua lho. Itu salahnya saja yang memilih lawan yang tak selevel dengannya.

Saat-saat seperti ini, aku baru sadar kalau kami ternyata saling bisa melihat level satu sama lain dan level gadis muda tadi itu ternyata sama dengan kami. Sepertinya juga pendatang baru. Mengapa kau menyulit dirimu sendiri? Aku ingin berteriak seperti itu.

Mungkin dia anak-anak yang tidak begitu bisa berpikir panjang layaknya orang dewasa.

"Kak Arga, ayo kita bantu dia!" Aku masih ragu, tapi Nata sepertinya sudah yakin ingin membantunya.

Tapi bagimana, yah ....

"Kita masih level dua lho."

"Kalau kita enggak nolonginnya, dia bisa mati. Ingat apa kata si Dewi itu? Kita mati di sini, di kehidupan nyata kita juga mati lho. Nata enggak bisa ngebiarin hal itu terjadi di depan mata Nata." Nata tak menungguku memberi jawaban. Dia langsung segera pergi menuju gadis itu.

Lihat! Dia gadis yang baik. Sikap ramah dan tak segan-segan menolong orang lain itulah yang tak bisa kutiru. Aku cenderung diam dan menghindari masalah. Karena itu, aku sama sekali tidak pantas untuknya.

Ah, tunggu dulu! Bukannya aku sudah menerima misi ini? Masih mengherankan Nata menolak. Uh, aku belum terbiasa. Aku harap jika aku lupa, jangan langsung ditiadakan.

<<Aku akan berusaha selalu mengingat Tuan agar tak pernah lupa>>

Eh? Apa yang dikatakan Michael di ponsel? Jangan bilang dia bisa membaca pikiranku? Jangan pusingkan itu dulu.

Aku tidak bisa membiarkan Nata menolongnya sendiri. Meskipun awalnya ragu, untuk Nata aku akan siap melakukan apapun.

"Tolongin gue ...." Gadis kecil itu terjatuh. Sepertinya dia sudah kehabisan tenaga sebelum bisa mencapai kami.

Ini gawat!

Kalau dibiarkan terus terbaring di tanah, dia bisa dimakan. Aku harus mempercepat langkahku.

"Water Blaster!"

Aku terkejut Nata menyemburkan air dari tangannya. Apa itu? Mataku tak bisa tak terpesona. Itu mirip dengan sihir! Eh, bukannya Dewi itu bilang sihir juga harusnya juga ada karena ini bukan dunia nyata. Kapan Nata mempelajarinya?

Serangan itu mengenai slime itu yang langsung bergerak-gerak dengan panik. Dari tubuhnya, ke luar asap. Begitu, yah. Slime itu memiliki elemen api. Jadi penyerangan yang lebih tepat menggunakan sihir air. Tapi itu masih belum cukup.

Meskipun kemungkinan suhunya turun, api yang di keluarkannya masih cukup bisa membakar kulit kami yang pada dasarnya manusia biasa.

"Uh, penggunaan energinya ternyata besar juga. Kalau Nata enggak punyai skill Tireless, pasti Nata langsung kelelahan." Nata menggerutu.

Ternyata begitu. Aku belum mengecek ikon Panduan Sihir seperti Nata dan dari yang kudengar mengeluarkan sihir itu tadi sebenarnya cukup menguras energi. Nata berbeda karena dia memilih skill Tanpa Lelah, jadi selain orang yang punya skill itu akan cepat merasa lelah. Mungkin. Tapi jumlah EXP yang turun sama saja, 'kan?

Hmm ... aku menyadari hal lain. Jika kami lebih dulu lelah sebelum mengalahkan monster, poin yang didapatkan lebih sedikit daripada poin yang berkurang.

Aku harus melakukan sesuatu. Nata tidak boleh menghadapinya sendiri.

"Nata, aku akan membawanya ke tempat yang aman. Bisa tidak kamu menahannya sebentar sebelum aku bisa mengamankannya?" Aku sekarang sudah menggendong gadis kecil itu. Melihat wajahnya, dia benar-benar pingsan.

"Oke, serahin aja ke Nata! Kalau enggak bisa, Nata bakal balik ke Kak Arga."

Sebenarnya aku tak ingin Nata menghadapinya sendiri meskipun hanya sebentar. Tapi tidak punya pilihan lain. Aku harus mempercayainya.

Di sini adalah padang rumput yang luas. Tidak ada sesuatu yang bisa dijadikan tempat persembunyian.  Jadi, aku hanya membawanya sejauh mungkin.

***

"Ini tempatku! Jangan khawatir, di sini aman. Aku bakal balik lagi. Jadi, tunggu saja di sini." Agak tak enak rasanya mengucapkan kata-kata itu pada seorang anak kecil yang dalam keadaan pingsan dan meninggalkannya sendiri di tempat tak berpenghuni seperti ini.

Ada hutan yang lumayan jauh sebenarnya, tetapi setidaknya di sini lebih sejuk dan lebih aman meninggalkannya.

Aku tak ada pilihan lain. Aku harus kembali ke Nata!

"Tidak perlu."

Hah? Apa yang ka–

"Kamu bisa baca pikiranku?" Sejak tadi aku penasaran. Sudah dua kali dia menjawab sesuai apa yang aku pikirkan. Itu bukan kebetulan, 'kan?

"Setelah menjadi skill Tuan, aku sudah bergabung dengan Tuan. Dalam artian jiwa, raga, dan pikiran. Meskipun wujudku ada di ponsel, tapi ini hanya virtual. Misalnya Tuan berusaha memecahkan ponsel ini, bukan berarti aku langsung menghilang. Ah, tapi Tuan tidak akan bisa memecahkannya. Ponsel ini hanya sebagai perantara. Pada dasarnya semua yang ada di dalam ponsel ini terhubung ke jiwa, raga, dan pikiran."

Wow, ini informasi baru. Itu artinya kami ini selalu diawasi dewi bukan? Tidak bisa dipecahkan itu juga cukup keren. Tapi aku tidak berniat memecahkannya. Aku hanya sempat kepikiran bagaimana kalau tak sengaja merusak ponselnya? Ternyata hanya jadi perantara.

Aku paham. Semuanya ada didiriku. Ponsel ini hanya membantu memperlihatkan apa-apa saja sejenis kemampuan menjadi lebih mudah.

Tunggu! Bukan itu! Apa maksudnya tidak perlu membantu Nata?

"Aku kembali!"

Tadinya aku ingin memanggilnya, tapi secara mengejutkan Nata telah kembali ke sini. Apakah dia menyelesaikan monster slime itu sendirian?

Ngomong-ngomong, Nata muncul begitu saja. Nata dan aku terhubung satu sama lain. Berhubungan dengan permintaan pertama, kami bisa bebas saling memanggil satu sama lain. Kalau tidak ada permintaan itu, akan sulit bertemu kembali di dunia alam bawah sadar tanpa ujung ini.

"Nata, kamu kembali? Gimana dengan monsternya?"

"Sudah kalah. Nata siram aja terus pake sihir air sampe suhu panasnya turun drastis terus pas Nata yakin panasnya udah pas, Nata makan deh. Ya agak sulit sih buat nangkepnya karena dia terlalu cepat. Jadi Nata berusaha nusuk pake pedang biar gak lari lagi. Btw, rasanya kayak ayam bakar lho. Nata gak nyangka lebih enak dari slime-slime yang kita kalahkan. Pantes levelnya lebih tinggi. Wong, lebih enak."

Hah? Apa yang baru saja dia katakan? Nata memakannya ... lagi? Aku sudah menerima dia memakan monster yang kami lawan karena bentuknya memang lucu dan rasanya menyegarkan. Tapi berpikir untuk memakan monster yang memiliki tampang menyeramkan tadi ... aku tidak akan pernah berpikir begitu.

Apakah Nata memang serakus ini? Tidak! Yang lebih penting keadaan perutnya.

"Perut kamu gak papa? Soalnya yang kamu makan ...."

"Enggak papa kok kata dewi."

Meskipun tidak apa-apa, aku masih shock Nata bisa memakannya.

Aku yakin levelnya ditentukan dari tingkat kesulitan bukan rasanya.

"Yang lebih kerennya lagi, status Nata naik. Lihat!"

Memang benar. Saat Nata menunjukkan statusnya, EXP-nya jadi 6000 dan levelnya juga berubah menjadi naik ke level 7. Itu sudah dihitung dengan semua jumlah monster slime yang udah dikalahkan dan pengurangan stamina saat melawannnya. Eh, semudah itukah naik level?

"Gimana? Keren, 'kan?" Sekarang dia benar-benar tambah bersemangat.

"Eum ... ya, itu keren. Seperti yang diharapkan dari Nata."

Aku melirik anak kecil itu terduduk di atas rerumputan. Oh, sepertinya dia sudah bangun? Sejak kapan? Dia tidak menangis, tapi wajahnya jelas menggambarkan kesedihan seolah-olah dia orang yang paling menderita di dunia ini.

Kami mendekatinya dengan rasa penasaran.

"Hey, kamu gak kenapa-napa?

Mengangkat wajahnya, matanya yang berkaca-kaca itu saat menatapku malah serasa ingin menumpahkannya.

"Huweeeee!"

Uh, tadi dia tak benar-benar menangis. Tapi sekarang dia malah menangis begitu melihat wajahku. Apakah ada yang salah dengan wajahku?

"Ini enggak adil! Enggak adil! Seandainya gue enggak tekan tombol make up sialan itu, gue pasti gak kalah ganteng dari lo. Sekarang gue kesal liat wajah lo! Pergi, pergi!"

Hah?!

*

TBC