📞"Apa elo bisa carikan CV milik dia?"
📞"Gampang, bisa diatur."
📞"Bagus! Kalau begitu, secepatnya elo kirim berkas itu ke alamat gue."
BLIP....(sambungan telpon terputus)
"Sebentar lagi, anak itu pasti dibenci semua orang." katanya percaya diri. "Dan gue, Melani Puspa Sitanggang akan menjadi seorang Queen satu-satunya diSMA Antariksa." lanjutnya seraya berkaca didepan cermin besar didalam kamarnya.
Wajahnya memang cantik, ia juga cukup populer disekolah lamanya. Tetapi karena satu insiden, membuat dirinya harus pindah sekolah.
***
Diteras atas, Rafa dan yang lainnya sedang berkumpul usai makan malam. Mereka asyik bermain game diponselnya sambil bercanda. Laura pun tak kalah asyik dengan ponselnya sendiri.
"Heh Flora!" ucap Rafa memecah keramaian. "Elo punya masalah apa sama anak baru itu? Kok dia ngebet banget pengen berteman sama elo?" tanyanya heran.
"Emm... Gue gak tahu. Napa elo nanya sama gue?" sinis Laura.
"Dia bilang katanya punya teman mirip banget kek elo. Gue jadi penasaran, emang ada gitu? Orang yang mau dimirip-miripin sama orang kayak elo."
"Ck! Sialan elo. Ya mana gue tahu." ketus Laura kesal. "Lagian ngapain sih bahas anak baru itu ?"
"Gak papa sih, gue cuma ngerasa ada yang aneh aja."
"Aneh gimana maksud elo?"
"Aelah, kemarin elo bilang dia punya aura negatif. Sekarang elo bilang, dia aneh. Lama-lama elo kek dukun sok tahu." umpat Rio.
"Ya elo lihat aja. Dari pertama dia masuk, dia selalu deketin circle kita. Dia bilang pengen gabung. Dia juga selalu cari perhatian sama siFlora." ungkap Rafi.
"Halah, palingan ujung-ujungnya naksir sama si tua." sela Rio. "Iya kan, Fa?" Rio pun melempar pertanyaan bermaksud menyindir Rafa.
***
Hari ini hari Rabu, kelas XI.MIPA Elit ada jam olahraga bersama Pak Tantan. Kebetulan sekali waktunya tepat disaat matahari mulai naik ke puncak bumi. Semua murid pun mau tidak mau harus rela berdiri ditengah lapangan basket dengan teriknya matahari untuk melakukan pemanasan terlebih dahulu.
"Aduh Pak! Bisa gak sih, olahraganya ditempat teduh?" protes Melani.
"Shuuttt! Berisik elo oncom basi." ketus Nadin.
"Udahlah, Mel. Lakukan aja pemanasannya yang benar." titah Shandy.
"Gerah nih Pak. Gak kuat sama panasnya." kata Melani lagi seraya mengipas-ipas tangannya didepan leher.
"Sudah diam kamu, Shandy. Jangan protes lagi." ujar Pak Tantan.
"Lah kok jadi gue? Yang dari tadi ngomel kan Melani." umpat Shandy tak terima.
"Lihat nih Pak, kulit saya jadi merah-merah. Badan pada gatal." Melani terus mengomel sambil mengikuti gerakan pemanasan dengan asal-asalan.
"SHUT UP MELANI!" tekan Nadin.
"Gue itu dari lahir, udah biasa ditempat ber AC." sambung Melani.
"Heh, Melon! Lahir dimana lo? Kulkas?" tanya Rafi sedikit geram.
Ramainya saat pemanasan dilapangan membuat Pak Tantan geleng-geleng kepala. Sedangkan Laura, hanya melihat dan memperhatikan saja dari pinggir lapangan karena kakinya yang lagi sakit tidak memungkinkan untuk ikut pemanasan.
Usai pemanasan, Pak Tantan menyuruh anak laki-laki membentuk dua tim untuk bermain basket. Dan untuk anak perempuan dibolehkan memilih apa saja seperti bola voli atau bulu tangkis.
Murid-murid kelas lain yang sedang dalam jam kosong juga ikut menonton dari kelasnya masing-masing, atau keluar kelas dan berdiam diri dipinggir lapangan hanya untuk menonton pertandingan basket karena ada Rafa cs.
Tak ada yang tidak terpesona melihat ketampanan Rafa dan yang lainnya. Suara riuh tepuk tangan sampai bersorak ria mereka tunjukkan saat Rafa berhasil memasukkan bola ke dalam ring.
"Laura!" panggil seseorang yang suaranya sangat Laura hafal.
"Leon?"
"Kaki elo kenapa?"
"Kaki dia terkilir gara-gara jatuh disenggol orang." jawab cepat Nadin yang memang sedang menemani Laura dipinggir lapangan.
"Disenggol orang? Siapa?"
"Tuh, si oncom basi." tunjuk Nadin pada Melani.
"Siapa dia? Kok gue gak kenal?"
"Dia anak baru dikelas kita." timpal Laura.
"Oh, pantes. Eh bay the way, Rachel apakabar?"
"Mmm... Dia baik-baik aja kok."
"Okeh! Kalau gitu, gue duluan. Cepat sembuh kaki elo."
***
**Dirumah Melani**
Ting Tong... Tiiinngg Toonngg....
Terdengar bunyi bel rumah berbunyi, Melani pun segera membukakan pintu rumahnya. Berdirilah seorang laki-laki setengah tua memakai pakaian kaos berwarna merah dibalut jaket hitam serta topi merah ciri khas seorang kurir.
"Dengan Ibu Melani?" tanya kurir tersebut.
"Ibu? Enak aja manggil gue Ibu?" umpatnya pada tukang kurir. "Gue masih SMA mas, lihat baik-baik. Wajah gue masih muda." omelnya lagi
"Oh, saya minta maaf mbak. Saya gak tahu." Kurir itu pun berlalu pergi usai serah terima paket.
Dengan segera, Melani membuka paket tersebut yang dipikirnya itu adalah kiriman dari teman lamanya. Dan benar saja, paket itu berisi barang yang diinginkan Melani.
"Sebentar lagi, permainan akan dimulai Lara." ucapnya. "Gue tinggal cari informasi tentang Laura." Melani pun mengambil ponsel dinakas, lalu menghubungi seseorang.
📞"Tolong carikan data tentang gadis bernama Laura Shaquena. SE-CE-PAT-NYA!" perintahnya pada seseorang.
Beberapa jam kemudian, Melani mendapat telpon dari orang suruhannya. Bukannya senang, melainkan hanya emosi yang ada. Melani tidak mendapatkan informasi apa-apa tentang Laura Shaquena.
"Damn! Siapa Laura ini ?" tanyanya dalam hati. "Kenapa gue sampai gak bisa dapat informasi tentang dia? Gue harus cari cara lain. Biar bagaimana pun, gue bakal buktiin."
***
Keesokan harinya, Melani membagikan selembaran kertas pada semua murid dikelas MIPA Elit. Kertas itu adalah sebuah formulir pendaftaran Bintang Remaja. Ajang pencarian bakat tersebut diadakan oleh Rainbow Present yang merupakan lebel baru didunia entertaiment.
"Ini beneran?" tanya Hesti tak percaya.
"Iya. Paman gue produsernya, dia suruh gue buat bagiin formulir ini untuk orang yang minat." ujar Melani. "Makanya gue kasih ini ke kalian, siapa tahu punya bakat terpendam?" terangnya.
"Kalau gitu, gue mau daftar." kata Hesti.
"Gue juga." timpah Desi.
"Gue mah udah jadi bintang, kalau daftar jadi cowok elo mau enggak?" ucap Shandy yang membuat semua orang menyorakinya dan berasa ingin muntah mendengarnya.
"Laura, isi formulirnya ya? Siapa tahu elo kepilih jadi bintang remaja?" Melani pun memberikan selembar kertas yang dipegangnya pada Laura.
"Sorry, gue gak minat." tolak Laura halus.
"Loh kenapa?"
"Ya iyalah gak minat, orang dia gak punya bakat." cibir Rafi menyela obrolan mereka.
"Diam elo, Sapi!" ketus Laura mendelik.
"Isi aja dulu, siapa tahu berubah pikiran?" titahnya sedikit memaksa.
"Kok maksa? Heh, Watermelon! Si Flora tuh udah masuk management kita, gak usah maksa deh." tukas Rafi sedikit kesal.
"Makin hari makin aneh aja tingkah elo." ujar Nadin. "Lama-lama semua orang dikelas ini gak waras kayak elo."
"Maksud elo apa, bilang gue gak waras?"
"Elo tuh caper banget ya. Biar apa? Biar semua orang jadi teman elo? Atau... Elo mau sok berkuasa dikelas ini? Gak bakalan terjadi." tekan Nadin.
Melani pun merasa kesal, namun ia menahan emosinya yang menyelimuti jiwa dan raganya. Wajahnya sedikit memerah juga tangannya mulai mengepal. Tetapi ia tahan untuk tidak melakukan apapun.
Akhirnya, ia gagal lagi untuk mendapatkan info tentang Laura. Padahal cara itu, adalah cara yang menurutnya sembilan puluh lima persen akan berhasil. Sayang nya, Melani harus temukan cara lain.
Rafi pun semakin merasa ada yang janggal dengan tingkah Melani setiap harinya. Ia mulai berpikir sepertinya ada sesuatu yang disembunyikan diantara Melani dan Laura.
★★★★★
•••Sepertinya BAB ini rada gak jelas gitu ya ? Duh, author nya udah kehabisan ide nih... Kalau ada yang mau kritik dan saran, silahkan! Maaf jika merasa berantakan :)•••