Beberapa hari kemudian, Laura sering menyendiri. Entah itu disekolah ataupun dirumah. Ia terlihat sedang memikirkan sesuatu, namun tak pernah bercerita pada siapapun termasuk penghuni rumah sultan alias Rafa,Rafi juga Rio sekalipun pada Nadin yang saat ini sedang dekat dengannya.
Jika bukan karena Cellyn dan Rere, Laura mungkin saja sudah tidak ingin tinggal dirumah besar itu. Meskipun sesekali ia pulang ke rumahnya sendiri. Ia merasa sudah banyak merepotkan keluarga Winata. Disisi lain dirinya senang berada ditengah-tengah keluarga yang utuh serta harmonis. Ia sudah dianggap keluarga Winata seperti anak mereka sendiri. Terutama Rere, beliau merasa seperti punya dua cucu perempuan.
Akan tetapi, saat ini Laura merasa bersalah sudah membohongi seluruh keluarga Winata termasuk Rachel. Walaupun bukan hal yang besar. Tetap saja, bagi Laura itu hal yang sangat buruk.
***
Saat jam istirahat, Laura duduk sendirian ditaman belakang sekolah. Ia seperti menghindari seluruh teman sekelasnya. Sampai-sampai Nadin merasa kesal terhadapnya dan tak mau bicara lagi.
"Si Flora kenapa sih?" tanya Rafi.
"Lagi PMS kali." timpal Shandy.
"Ah, gak mungkin." sambung Rafi.
"Apanya yang gak mungkin? Cewek PMS bawaannya kan sensi." timpah Ripan.
"Yoi! Senggol dikit bacok." tambah Shandy terkekeh.
"Tapi emang betul. Akhir-akhir ini dia sering ngehindari kita-kita." ujar Rio.
"Dia juga pergi dari rumah." kata Rafi. "Paling cuma malam minggu doang nginep."
Melani yang tak sengaja menguping pembicaraan mereka langsung tersenyum menyeringai. Terlintas dalam benaknya untuk melakukan sesuatu dan memanfaatkan situasi itu.
"Oh, jadi kalian belum mendengar gosip tentang dia?" tanyanya tiba-tiba.
"Gosip? Gosip apaan?" tanya Ripan. "Ah, jangan ngarang elo."
"Dia itu adalah seorang pembohong. Dia sudah membohongi kalian semua." tutur Melani.
"Maksud elo apa ngomong seperti itu ?" ketus Rafi.
"Maksud gue...."
"Hentikan omongan kosong elo itu!" potong Nadin.
***
Waktu berlalu begitu cepat, malam pun tiba. Rafa dan yang lainnya tengah memikirkan Laura. Semenjak Melani masuk kesekolahannya, Laura sudah memperlihatkan sikapnya yang aneh.
"Gue herman deh." ucap Rafi.
"Heran, Rafi heran!" tekan Rio mengoreksi kata-kata Rafi.
"Sebenarnya si Flora punya masalah apa sih ? Tiba-tiba jadi berubah kayak gitu."
"Gue rasa ada yang gak beres dari mereka berdua." pikir Rio.
"Sepertinya yang punya masalah itu cuma si watermelon saja." timpal Rafi.
"Melani Puspa Sitanggang, seorang gadis yang kesepian dan selalu mencari perhatian dari semua orang agar mereka menyukainya dan menjadi temannya." tutur Rafa menjelaskan yang sudah bagaikan psikolog. Rafi dan Rio pun tersentak kaget mendengar perkataan Rafa yang mudah dimengerti.
"Daebak!" ucap Rafi tak percaya.
"Dari mana elo bisa menyimpulkan semua itu?" tanya Rio penasaran.
"Gue cari informasi tentang dia." jawab Rafa. "Dan dia adalah salah satu murid dari SMA Merpati Bekasi yang dinyatakan naik bersyarat." ungkapnya lagi.
"Naik bersyarat?" gumam Rafi.
"Oh, gue paham." timpal Rio. "Murid yang bermasalah disekolahnya dinyatakan naik kelas tetapi dengan persyaratan tertentu, seperti pindah sekolah." terangnya.
"Jadi dia pindah sekolah karena bermasalah? Pantes saja, dari pertama masuk sekolah sudah menyebalkan." kata Rafi jujur. "Gak bisa dibiarin, harus disingkirkan secepatnya."
"Tunggu tanggal mainnya. Kita bermain cantik." timpah Rafa.
"Lalu bagaimana dengan si Flora ?"
"Ikuti saja alurnya. Biarkan dia seperti itu."
***
Esok paginya, Laura datang kesekolah lebih awal. Lalu dia pergi ke rooftop setelah sekian lamanya libur sekolah sampai beberapa minggu ini tak pernah pergi ke tempat favorit dirinya bersama Rachel dan yang lainnya.
Karena waktu masih menunjukkan pukul 6 pagi. Laura memejamkan matanya sejenak, seraya menikmati udara pagi diatas gedung sekolah.
Lima menit kemudian, ia terbangun dan segera pergi dari rooftop untuk menghindari Rafa cs yang mungkin akan pergi ke rooftop juga.
Tetapi, saat turun dari rooftop. Laura bertemu dengan Melani yang hendak pergi ke kelasnya ditangga gedung ketiga. Kemudian Melani mencoba menghampiri Laura. Karena tak ingin berbicara dengannya, Laura seketika berlari menaiki anak tangga untuk menghindari.
Melani pun mengejarnya, sampai dia terpeleset dan jatuh ditangga dari lantai empat ke lantai tiga. Sontak, Laura pun panik setengah mati. Karena dia berpikir tak ada seorangpun yang berada dilantai empat selain dirinya dan Melani. Cctv pun tak terpasang dilantai menuju rooftop tersebut. Dan itu akan menyebabkan semua murid salah paham terhadap dirinya.
***
"Eh, kasihan ya si Melani." ucap salah satu murid perempuan yang berada dikoridor lantai tiga. "Dia terjatuh dari lantai empat, sampai kaki kanannya harus pakai jangkar."
"Iya, kasihan. Katanya dia terjatuh karena didorong oleh seseorang." sindir yang lain saat mereka melihat Laura berjalan melewatinya.
Sudah Laura duga, kesalahpahaman itu pasti terjadi karena ulah Melani. Seberapa keras ia menyangkal dan menjelaskan kejadian yang sebenarnya pada semua orang itu hanya akan sia-sia. Sebab saat kejadian tak ada yang melihat seperti apa kebenarannya.
"Gue gak nyangka deh. Anak sepolos dia bisa senekat itu." ucap yang lain.
Laura pun tak sanggup mendengar cibiran-cibiran semua murid yang ditujukan padanya. Ia berlari sambil menutup kedua telinganya menuju kelasnya. Akan tetapi, seluruh teman sekelasnya sudah membicarakan dirinya terlebih dahulu. Karena rumor itu sudah menyebar diseluruh sekolah, sebelum ia menjelaskan kejadian yang sebenarnya.
"Laura? Apa rumor itu benar?" tanya Nadin penasaran.
"Sebelum gue menjelaskan, seluruh murid disekolah ini sudah beranggapan bahwa gue yang dorong Melani. Apa elo butuh jawaban dari gue ?" tanya balik Laura yang sudah tak tahan menahan amarahnya.
"Gue gak beranggapan seperti itu, Laura!" tekan Nadin meyakinkan. "Gue percaya sama elo."
"Bulshit! Semua hanya bulshit!" ketus Laura dengan nada tinggi. Rafa pun menyeret Laura ke pojok kelas.
"Apa yang sebenarnya elo lakukan sampai Laura terjatuh ?" tanya Rafa. "Apa elo dendam karena dia udah pernah buat kaki elo terkilir?"
Mendengar pertanyaan Rafa membuat Laura tersenyum sinis. Ia tak habis pikir jika Rafa akan berpikiran dangkal macam itu. "Gue kira elo adalah orang yang paling mengenal gue. Tapi ternyata gue salah menilai." tukas Laura kesal.
"Ra!" panggil seseorang dari depan pintu kelas yang tak lain adalah Melani. Kakinya yang dibalut perban juga jangkar yang digunakannya menjadi pusat perhatian semua orang. "Maafin, gue ya?" ucapnya meminta maaf.
"Dia minta maaf? Maksudnya apa?" tanya Laura dalam hati.
"Maaf, gara-gara kejadian ini elo jadi bahan perbincangan semua orang." katanya lagi. "Gue percaya sama elo, kalau elo tak sengaja ngedorong gue."
"Apa? Gue ngedorong elo?" ucap Laura mengulang kata.
"Iya, elo pasti gak sengaja kan?"
"Permainan apa ini?" umpat Laura dalam hati. "Jelas-jelas dia terpeleset dan jatuh sendiri."
Tak tega karena semua orang seolah-olah menyudutkan Laura, kini giliran Rafi yang menyeret Laura keluar kelas sampai ke rooftop. Rafi ingin mendengar penjelasannya secara langsung dari mulut Laura. Namun, Laura terlanjur kesal.
"Apa? Kenapa elo seret gue sampai sini ?" tanya Laura. "Mau menyudutkan gue lagi? Elo itu sama aja sama mereka."
"Gue butuh penjelasan dari elo." jawab Rafi.
"Apa yang perlu gue jelasin? Saudara kembar elo aja sudah berpikir buruk tentang gue." umpatnya kesal. "Semua orang menyudutkan gue. Percuma gue jelasin, gak bakalan ada yang percaya sama gue."
"Shut up, Laura!" ucap Rafi menghentikan umpatan Laura. Tetapi Laura malah pergi meninggalkan Rafi sendirian dirooftop.
Dengan hati yang kesal penuh amarah, Laura pergi entah kemana. Sampai kelas terakhir selesai, Laura pun tak kembali ke kelas. Ia membolos dari pagi sampai sore.
Kepergiaannya tadi pagi membuat Rafi khawatir dan cemas. Bukan hanya Rafi, tetapi juga Rafa yang tengah dilanda penyesalan.
"Seharusnya gue gak bertanya seperti itu. Seharusnya gue membelanya, bukan malah menyudutkannya." pikir Rafa seraya membereskan buku-buku dan memasukkannya ke dalam tas. "Maafin gue, Ra. Gue gak bermaksud seperti itu."
"Rafa!" panggil Melani yang hanya dilirik Rafa sebentar. "Apa, Laura baik-baik saja? Gue khawatir, kenapa dia sampai bolos sekolah? Dia pergi kemana?" tanyanya basa basi.
"Apa urusan elo nanyain dia?" ketus Rafa sinis. "Bukankah ini semua terjadi gara-gara elo?"
"Justru ini karena gue. Gue jadi khawatir, gue takut dia kenapa-kenapa."
"Halah, dusta elo!" sindir Rafi sambil pergi begitu saja melewati Rafa. Rafa pun segera beranjak dan menyusul Rafi.
"Fa, elo mau cari Laura? Gue ikut ya." pinta Melani.
"Gak usah, gue bareng mereka." timpal Rafa.
"Gue cari sendirian." tukas Rafi. "Gue udah suruh orang nganterin motor gue kesekolah." Rafi pun berlalu pergi.
★★★★★