Pagi hari yang sangat membosankan, SMA Antariksa dihebohkan dengan sebuah foto Rafa dan Melani sedang makan berdua direstoran yang tersebar disosial media.
Seluruh murid perempuan kelas sebelas dan dua belas bahkan kelas sepuluh pun merasa iri. Jangankan bisa makan berdua, hanya sekedar ingin disapa saja tak pernah mereka rasakan. Namun mereka tidak menyangka, jika Melani bisa akrab secepat itu dengan seorang murid yang bisa dikatakan sulit untuk ditaklukkan.
"Maksud si cocomelon apa sih? Berani banget dia nyebarin fotonya disosial media." umpat Nadin kesal. "Sengaja banget dia bikin Laura cemburu."
"Ih, apaan sih si anak baru itu? Baru dua bulan pindah kesini sudah bikin heboh satu jagad raya." ucap salah satu murid kelas lain yang berkerumun dikoridor.
"Ganjen bener tu anak." tambah yang lain.
Semua murid pun sibuk mengomentari, memuji, mencela bahkan menghina Melani sampai dibanding-bandingkan dengan diri mereka atau yang lain.
Sesampainya Rafa disekolah, salah satu murid perempuan dari kelas XI.IPS 1 memberanikan bicara pada saat Rafa melewati koridor kelasnya. "Eh, guys! Gue kira cowok cool itu setia, ternyata buaya." sindirnya yang diakhiri gelak tawa murid lain.
"Heh, maksud kalian apa?" tanya Melani tiba-tiba muncul.
"O-oow! Pacarnya yang ganjen datang tuh."
"What? Elo bilang apa? Ganjen?" sewot Melani. "Iri? Bilang sayang." ucapnya sombong dan angkuh. "Ayok Raf, kita ke kelas!" Melani pun menarik tangan Rafa dan berlalu pergi.
"Dih, palingan juga settingan."
"Kalau ada Rachel pasti udah habis itu mak lampir."
Setibanya dikelaspun, Melani tak mendapat perlakuan baik dari teman sekelasnya. Termasuk Nadin yang terus mengompori semua murid agar membenci Melani.
"Duh gelap nih!" ucap Nadin. "Ada yang buta keknya."
"Buta cinta maksud elo?" sarkas Hesti.
"Peletnya ampuh banget coy." tambah Desi.
Mendengar percakapan mereka yang memang ditunjukan untuknya, Melani geram dan kesal sehingga tak bisa menahan emosinya. Ia pun menggebrak meja tepat dihadapan Nadin.
"DIAM ELO SEMUA!" bentaknya dengan wajah merah bagaikan api yang siap menyembur. "Kalian nyindir gue? Masalah elo pada itu apa?"
"Oh! Elo kesindir?" tanya Nadin datar. "Bagus deh!"
"Perasaan kita gak ada nyebut nama elo tuh?" timpah Desi. "Napa elo sewot? Ngerasa ya?"
"Cari ribut elo? Sini elo maju!" tantang Melani. Nadin pun menantang balik lalu menghampirinya tepat didepan papan tulis.
"Ayok! Siapa takut." ujarnya. "GUE INGETIN SAMA ELO! JANGAN COBA-COBA NYARI MASALAH SAMA GUE ATAU TEMAN-TEMAN GUE!" kecam Nadin seraya menarik kerah baju Melani.
"Elo ngancam gue? Gak takut gue!" tekannya sambil mendorong Nadin sekencang mungkin sampai mengenai seseorang yang baru masuk kelas sampai terjatuh dan terbentur pintu kelas.
"Aahhh!" ringis orang itu. Melani pun kaget dan tak menyangka akan mengenai orang lain, apalagi orang itu adalah Laura.
"La-La-Laura?" ucapnya terbata-bata. Lalu mencoba membantu Laura. Rafa pun sedikit kesal melihat kejadian itu. Kemudian menghampiri mereka bertiga. Tak disangka tak diduga, Rafa malah menarik Melani keluar kelas dan membawanya entah kemana.
"Apa-apaan si Rafa? Bukannya nolongin Laura malah cabut bareng psikopat." umpat Nadin. "Ra, elo gak papa ?" tanyanya.
"Flora? Elo kenapa ?" Rafi pun panik saat melihat Laura terduduk dipintu kelas dan segera membantunya berdiri.
"It's okay!" jawabnya. "Cuma pusing dikit kok."
"Eh, knalpot bajaj! Ada apa sih?" tanya Rafi pada Nadin.
"Nanya sih, nanya. Tapi gak usah ngatain gue juga kalik."
***
Disisi lain, Rafa membawa Melani ke tempat yang sepi. Walaupun sebenarnya Rafa malas harus berurusan dengannya. Akan tetapi, demi permainannya Rafa harus bisa bersikap seolah-olah dirinya mulai menyukai Melani.
"Mel! Gue gak suka ya, elo bertindak kasar seperti tadi." ujarnya.
"Ta-tapi, tapi kan bukan gue yang mulai duluan." sangkal Melani membela dirinya.
"Tetap saja Melani. Gak ada gunanya ngeladenin orang-orang kayak mereka."
"Elo nyalahin gue?"
"Gue gak nyalahin elo, dan gue gak nyalahin mereka. Pokok nya, gue gak mau tahu. Apapun alasan elo, gue gak suka elo seperti itu."
Seketika Melani berpikir, kalau Rafa mulai menyukainya. Cara Rafa memperlakukannya sudah seperti sepasang kekasih. "Gu-gue, gue minta maaf. Gue gak bakal ngelakuin hal itu lagi kok." ucapnya meyakinkan Rafa.
Dua menit sebelumnya, bel masuk sudah berbunyi. Dengan segera Rafa pergi menuju kelasnya. Untung saja, jam pertama adalah jam kosong. Hanya saja kelas begitu hening karena tugas yang diberikan oleh pak Eno, guru Biologi.
"Permainan baru dimulai, Melani." gumam Rafa dalam hati seraya berjalan masuk kelas dengan santainya, lalu tersenyum ke arah Nadin yang langsung dibalas senyuman kecil olehnya.
Dua hari sebelumnya, Rafa pernah mengobrol berdua bersama Nadin. Ia meminta bantuannya untuk ikut serta dalam permainannya setelah dirinya menjelaskan dan menceritakan semua tentang sesuatu pada Nadin.
Beruntung Nadin dapat mengerti dan memahami situasi yang sedang dihadapi temannya. Akhirnya Nadin memutuskan untuk membantu Rafa walaupun sebenarnya sangat kesal dengan permainan tersebut karena ada hati yang tersakiti.
"Ini baru awalnya saja." batin Nadin. "Permainan masih berlanjut. Dan gue gak tahu sampai kapan. Semoga kelak elo bisa maafin gue." ucapnya seraya memandang 7.
Rafi dan Rio sangat terheran-heran. Sikap dan perilakunya sangatlah berbeda. Mereka mencurigai seseuatu, namun Rafa tetaplah Rafa. Mau bagaimana pun dan seperti apapun, Rafa adalah orang yang pandai menyembunyikan sesuatu. Tetapi tidak dengan mereka yang tak bisa menyembunyikan sesuatu dari Rafa.
"Elo bertiga kenapa sih?" tanya Rio heran. "Elo pada berantem?" tanyanya lagi memastikan pada Rafi.
"Enggak!" bantah Rafi dan Laura serempak.
"Wow!" gumam Rio pelan.
"Gue emang gak berantem." tambah Laura. "Tapi gue ngerasa, kalau Rafa menghindar dari gue." ungkapnya.
"Bukannya saat dirumah fine-fine aja?" Rio pun mengerutkan keningnya.
"Entahlah." tukas Laura.
***
Saat jam pulang sekolah, pintu gerbang utama SMA Antariksa dipenuhi banyak wartawan. Seluruh murid pun terkejut dengan kedatangan mereka. Pak Anton yang sebagai satpam sekolah sedikit kewalahan menahan para wartawan tersebut yang ingin menerobos masuk kedalam.
"Pak, tolong ijinin kita masuk." pinta salah satu wartawan perempuan pada pak Anton.
"Mbak! Mohon maaf nih. Saya tidak bisa mengijinkan kalian masuk kedalam." cegah pak Anton.
"Ini lingkungan sekolah. Kalau kalian datang hanya untuk meliput yang tidak ada hubungannya dengan sekolah, pihak sekolah tidak akan pernah mengijinkan kalian untuk masuk." jelas pak Anton. "Sudah, mending kalian pulang saja. Ini sudah jam pulang para murid."
Para wartawan pun mengalah dan tidak ingin membuat keributan lebih lanjut. Karena adanya mereka, seluruh murid tidak bisa keluar dari sekolah sebab gerbang masih ditutup dan dijaga ketat agar para wartawan tidak berani masuk.
📞"Gimana pak Anton?"
📞"Beres den."
📞"Tolong tertibkan terlebih dahulu sebelum membuka gerbang."
📞"Siap den!"
📞"Okay! Terima kasih pak Anton.
Beberapa menit sebelum bel pulang berbunyi. Pak Anton sudah menghubungi Kepala Sekolah juga guru kesiswaan bahwa sekolahnya kedatangan para wartawan. Pak Anton juga memberi pesan pada Rafa, setelah seorang wartawan mengatakan ingin menemuinya. Tetapi Rafa menolaknya.
Setelah mendapat intruksi dari pak Anton, bahwa keributan sudah aman. Rafa, Rafi dan Rio menukar motornya dengan mobil milik Shandy juga milik Ripan. Dengan begitu, para wartawan tidak akan berhasil menemui Rafa.
Sebab Rafa tahu, sebenarnya para wartawan itu masih belum bubar. Mereka tidak akan menyerah dan mengalah begitu saja demi berita yang sedang hits.
Alhasil, Rafa dan yang lainnya berhasil keluar gerbang sekolah tanpa diketahui oleh wartawan tersebut. Hanya saja, Ripan Shandy dan Benny terjebak oleh para wartawan yang mengira bahwa mereka adalah Rafa cs karena memakai kendaraannya.
Sempat terjadi desak-desakan antara para wartawan juga murid-murid yang berlalu lalang. Namun saat mendapat peluang, Shandy Ripan dan Benny membuka helem nya. Mereka pun terkejut, dan merasa tertipu. Ternyata yang mengendarai motor itu bukanlah Rafa cs melainkan murid lain.
★★★★★