Hari sudah mulai sore. Tetapi langit sepertinya sedang bersedih. Awan hitam kian bermunculan menutupi senja. Bulir-bulir air mulai berjatuhan ke tanah, tetes demi tetes mulai terasa menyejukan kepala yang sedang direndam bara api. Tak butuh waktu lama, hujan pun turun mengguyur seluruh kota Jakarta Selatan.
Gadis remaja yang masih mengenakan seragam SMA tengah duduk dikursi taman pusat kota dan enggan pergi. Dengan sengaja ia membiarkan tubuhnya dihantam derasnya hujan sore itu. Tak peduli dengan rasa dinginnya air hujan. Namun dengan bersamaan air yang turun dari langit, ia menangis.
"Kenapa elo gak percaya sama gue, Fa?" gumamnya dengan lirih. "Gue gak nyangka kalau elo akan berkata seperti itu." Ia pun menangis sejadi-jadinya ditengah derasnya hujan.
"Gue percaya sama elo." ucap seseorang mengejutkannya. Gadis itu pun segera membalikkan badannya. Seketika ia membulatkan matanya.
"Ra-Rafi?" ujarnya. "Bagaimana bisa dia menemukan gue disini ?" tanyanya dalam hati.
"Gue udah cari elo kemana-mana, Flora. Ternyata elo disini."
"Kenapa Fi, kenapa? Kenapa elo cari gue?" tanyanya dengan derai air mata dipipinya yang turun bersama hujan.
Sedangkan Rafa, Rio dan Melani masih mencari keberadaan Laura. Mereka belum menemukannya, ponsel Laura pun sulit untuk dilacak. Derasnya hujan membuat Rafa semakin khawatir pada Laura. Tetapi ia tak mau berhenti untuk terus mencarinya.
Jam diponsel sudah menunjukkan pukul 17.10 WIB. Rafa mengendarai mobilnya dengan sangat pelan karena hujan yang begitu lebat. Sayangnya setelah berapa lama dirinya mencari Laura, Rafa terlambat. Ia menemukannya ditaman namun Laura sudah tak sendiri lagi.
"Sial!" umpatnya dalam hati. "Gue keduluan Rafi."
"Fa, itu Laura bukan sih?" tanya Melani yang mungkin sengaja ingin memperkeruh suasana. Padahal Rafa sudah melihatnya terlebih dahulu sampai memberhentikan mobilnya. "Syukurlah, Rafi sudah menemukannya."
"Rumah elo dimana ? Biar gue antar sekarang." tanya Rafa pada Melani. Rafa mengalihkan pembicaraan sebab dirinya tak ingin lama-lama berada ditaman itu apalagi dengan pemandangan yang kurang enak dilihat oleh Rafa dan bisa membuatnya cemburu.
"Oh, rumah gue dijalan Asri Mekar." timpal Melani. Rafa pun segera meninggalkan taman tersebut. "Bagus! Rafa mulai perhatian sama gue." ucapnya didalam hati.
"Cari kesempatan aja si Rafi." umpat Rio pelan setelah melihat Rafi dan Laura berpelukan.
***
"Karena gue khawatir sama elo." ungkap Rafi.
"Bukan elo yang gue harepin, Fi." ujar Laura dalam hati kecilnya. Seketika Laura terdiam membisu dan hanya menangis.
Rafi pun segera mendekap tubuh Laura. "Elo boleh nangis Ra, gue tahu perasaan elo." ucap Rafi menenangkan. Tanpa sadar, Laura pun membalas dekapan Rafi.
"Kenapa semua orang menyalahkan gue tanpa bukti? Kenapa mereka menyudutkan gue?" umpat Laura mengeluarkan semua unek-uneknya. "Kenapa? Kenapa harus gue?"
"Gue mohon sama elo, Ra. Elo jujur sama gue."
"Maksud elo apa, Fi?"
"Gue tahu elo lagi nyembunyiin sesuatu dari gue. Dari kita." terang Rafi. "Kalau elo gak mau cerita sama semua orang, setidaknya elo punya satu teman yang bisa elo percaya."
"Gue takut Fi, gue takut!" ungkap Laura. "Gue takut menyakiti semua orang. Gue takut kehilangan semuanya. Papah, teman, sahabat, kalian. Termasuk semua keluarga Winata, apalagi Rachel." lanjutnya.
"Jadi kejadian itu?" tanya Rafi penasaran.
"GUE GAK NGELAKUIN APA-APA! GUE GAK SENTUH DIA SAMA SEKALI APALAGI SAMPAI NGEDORONG DIA!" tekan Laura yang sudah sangat kesal. "Dia jatuh sendiri saat mengejar gue, bagaimana bisa gue ngelakuin hal bodoh seperti itu? Sedangkan jarak gue dan dia cukup jauh.
"Apa alasan dia mengejar elo? Dan kenapa elo menghindari dia?" pertanyaan Rafi membuat lidah Laura kelu.
"Itu, itu karena, karena...."
"Karena kalian berdua sebenarnya saling mengenal?" potong Rafi cepat. Lagi-lagi Laura dibuat dag dig diug dengan pikiran Rafi yang selalu tepat. "Benarkah begitu? tanyanya memastikan. Dan Laura pun mengangguk pelan.
"Elo gak usah takut untuk cerita, gue bakal selalu ada buat elo."
***
Malam pun tiba, akan tetapi hujan masih belum reda. Rafi pulang bersama Laura dalam keadaan basah kuyup. Kemudian mereka pergi ke kamarnya masing-masing untuk mandi dan segera mengganti pakaiannya.
Rafa yang menyadari itu, langsung pergi ke dapur. Ia membuatkan makanan juga minuman susu jahe hangat kesukaan Laura. Lalu mengantarnya ke kamar Rachel karena selama tinggal dirumah Winata, Laura menempati kamar milik Rachel.
Rafa pun tergesa-gesa masuk kamar dan meletakan nampan di meja selagi Laura mandi. Ia tidak ingin diketahui Laura bahwa dirinya yang telah membuatkan dan mengantar makanan ke kamarnya. Sebab Rafa tahu, saat ini Laura sedang tidak ingin berbicara padanya.
Sedangkan untuk Rafi, Rafa menyuruh Bi Sumi untuk mengantarkan ke kamarnya. Agar seolah-olah Bi Sumi yang telah membuat makanan dan minuman hangat untuk Rafi.
"Ini den, bibi taruh dimeja ya nampannya." ucap Bi Sumi.
"Iya, bi. Makasih ya."
"Sama-sama den.
"Oh iya, bibi lihat bang Rafa gak?"
"Den Rafa lagi di lantai bawah, kenapa ? Mau bibi panggilkan ?"
"Ah tidak bi, makasih."
"Kalau gitu, bibi permisi."
Seperginya bi Sumi, Rafi duduk dikursi balkon kamarnya. Ia tengah melamun dan memikirkan sesuatu.
**Flashback On**
"Gue memang mengenal Melani." jujur Laura pada Rafi. "Kita satu kelas waktu SMP kelas 3. Tetapi hanya setengah semester. Karena gue harus pindah sekolah gara-gara dia." terangnya.
"Lalu kenapa sekarang dia seperti ragu mengenal elo dan terlihat kayak gak kenal gitu sama elo ?" tanya Rafi penasaran.
"Gue gak bisa cerita ini sekarang. Tapi yang jelas, dia bukan orang sembarangan." timpal Laura. "Sorry, Fi. Gue belum siap untuk berjauhan dengan semua orang. Gue takut kehilangan kalian." gumamnya dalam hati.
"Bukannya elo tahu, gue itu siapa? Apa yang mesti elo takutkan dari dia, Flora?"
"Gue gak mau orang-orang yang dekat dengan gue kena imbasnya. Dengan cara gue menjauhi semua orang terlebih dahulu, itu akan aman untuk semua orang."
"Elo gak perlu ngelakuin semua itu. Elo punya gue." ucap Rafi keceplosan. "Ma-maksud gue, ya elo punya gue, punya bang Rafa, punya Rachel yang bisa ngelindungin dan ngejaga elo." jelasnya meyakinkan Laura.
**Flashback Off**
Rafi berpikir kalau Laura belum sepenuhnya jujur terhadapnya. Ia masih harus menyelidiki semuanya. Perkataannya tadi sore itu hanya alibi Laura saja agar Rafi tak banyak bertanya.
"Dah balik elo?" tanya Rafa membuyarkan lamunan Rafi saat memasuki kamarnya.
"Heem!" jawab Rafi tanpa menoleh.
"Apa elo berhasil menemukannya?" tanyanya lagi.
"Iya! Gue menemukannya."
"Oh, bagus."
"Elo itu kenapa sih bang?" tanya balik Rafi sedikit emosi. "Apa yang ada dipikiran elo? Sampai-sampai elo gak percaya sama Laura."
Rafa pun tertunduk dan diam membisu. "Bukannya gue gak percaya." ucapnya. "Tapi semua itu berawal dari kaki dia yang terkilir terlebih dahulu."
"Sejak kapan elo punya pemikiran dangkal seperti itu?" ketus Rafi. "Dengan sadar, elo udah nyakitin perasaan dia."
"Apa dia cerita sesuatu?"
"Ya, dia sudah jujur dan cerita sama gue. Dan elo? Elo gak perlu tahu. Gue pastiin dia akan aman dalam lindungan gue." kata Rafi menegaskan.
"Gue tahu, dan gue sadar." timpal Rafa.
***
Usai berganti pakaian, Laura nampak bingung dengan nampan yang ada dimeja kamarnya. Ia berpikir mungkin Rafi yang telah menyiapkan semuanya. Sebab saat dirinya pulang dan pertama kali masuk rumah, tak ada orang lain yang melihatnya selain bi Sumi.
"Tapi? Bagaimana dengan susu jahe nya?" pikir Laura. "Jika Bi Sumi yang buatkan, dia pasti bertanya terlebih dahulu. Jika Rafi, dari mana dia tahu kalau gue suka susu jahe ?" ucap Laura yang terus bergulat dengan pemikirannya sendiri. "Apa jangan-jangan ? Gak mungkin juga." sangghnya. "Dia gak tahu gue disini."
★★★★★