Rachel semakin panik. Ia tak ingin berlama-lama didalam kamar itu. Apalagi berduaan dengan orang yang sangat ia benci. "HELP ME PLEASE!" teriaknya seraya menggedor gedor pintu.
***
Rafa dan yang lainnya bergegas mencari Rachel setelah Rio berhasil menemukan lokasi Rachel berada. Rafa pun segera menghubungi seseorang untuk memastikan, apakah benar Rachel sedang berada dilokasi tersebut?
📞"Iya, mas Rafa. Tadi ada seorang pelayan yang melihatnya. Tetapi, non Rachel sudah keluar setengah jam yang lalu.
📞"Baiklah, kalau begitu terima kasih.
Rio yang berhasil melacak dimana ponsel Rachel berada sangat kebingungan. Lokasinya tidak berubah, namun orang yang dihubungi oleh Rafa mengatakan Rachel sudah tidak ditempat itu lagi.
"Coba elo hubungi Jason!" titah Rafa yang fokus menyetir. Akan tetapi, Jason terlebih dahulu menghubungi Rafa dengan video call.
Jason: "Gue udah dilokasi yang elo kirim." ucap Jason yang terlihat sedang berdiri di depan sebuah gedung bertuliskan Delicious Resto.
Rafa: "Apa dia disana?"
Jason: "No! Security bilang, dia sudah keluar dari resto. Dan gue nemuin ini." Jason pun memperlihatkan sebuah benda yang ia temukan. Yaitu ponsel milik Rachel, juga mobil yang terparkir dihalaman restoran.
Rafi: "What!? Apa elo sudah mencarinya sekitaran sana?"
Jason: "Ya! Security juga sudah bantu gue. Tapi dia memang gak ada disini."
Rio: "Coba elo minta ijin sama manager resto untuk melihat ke ruang cctv."
Jason pun mengangguk pelan dan segera mengakhiri panggilannya. Lalu bergegas masuk ke dalam resto untuk menemui sang manager. Usai mendapat ijin, ia langsung pergi menuju ruang cctv.
Terlihat dari rekaman cctv, bahwa Rachel sempat memarahi seorang pelayan. Sang manager pun segera memanggil pelayan tersebut dan menanyakan apa yang dipermasalahkan oleh Rachel dengannya?
"Maaf pak! Saya juga tidak mengerti. Tapi nona itu sudah marah-marah saat saya sampai dimeja makannya." jawab pelayan itu. "Dan dia tidak mau menerima makanan yang saya antar." jelasnya.
"Apa kamu menyadari sesuatu?" tanya sang manager yang sadar akan satu hal.
"Maksud bapak?" tanya baliknya dengan mengingat ingat sesuatu. "Oh iya! Saya lihat dimeja nona itu ada satu gelas minuman yang sama yang mungkin sudah diminumnya."
"Apa anda mengenal pelayan yang satu ini?" tanya Jason seraya memperlihatkan hasil rekaman yang menunjukkan pelayan lain yang telah memberi Rachel segelas minuman beberapa detik setelah memesan makanannya.
"Tidak, mas!" Sahutnya. "Saya pelayan baru direstoran ini, tapi saya belum pernah lihat orang itu."
"Tolong diperiksa semua orang yang ada digedung ini, termasuk orang VIP!" titah Jason pada sang manager.
"Baik!" ucap manager mengiyakan. Lalu menghubungkan saluran telpon ke seluruh security juga tim keamanan lainnya dan memerintahkan untuk mengunci semua pintu masuk dan tidak membiarkan orang-orang pergi dari tempat duduknya. Kemudian mengumpulkan seluruh karyawan yang bekerja ditempat itu diruang meeting.
Jason kembali menatap layar monitor untuk memastikan bahwa orang yang dicarinya mungkin saja masih berada disekitaran gedung.
***
"Rachel! Kamu tenang dulu. Jangan teriak seperti itu. Nanti orang-orang mengira aku telah melakukan suatu perbuatan terhadapmu." Leon masih berusaha menenangkan Rachel. Tetapi, Rachel sudah tidak memiliki kepercayaan lagi pada Leon.
"I don't care ! Memang kenyataan nya seperti itu." sinisnya dan terus berusaha mencari pertolongan.
Leon mempunyai sifat tempramen yang sangat buruk. Jika emosinya sudah memuncak, kekerasan pun akan terjadi. Dia tidak akan melihat siapa yang telah membuatnya marah. Baik itu laki-laki maupun perempuan. Dia termasuk orang yang dikenal nekad.
Karena Rachel tidak ingin mendengar penjelasannya, dengan sangat terpaksa Leon harus menggunakan cara kekerasan pada Rachel. Meskipun dia orang yang sangat disayanginya.
BRAAAKKKK !!!!
Leon pun marah dengan memecahkan vas bunga yang ada di meja sampai-sampai membuat Rachel terdiam dan tak berteriak lagi. "SEKALI LAGI ELO TERIAK? GUE GAK SEGAN-SEGAN BUAT ELO MATI DITANGAN GUE!" ancamnya tak main-main.
Rachel sangat terkejut dengan ancaman Leon padanya. Ia tahu betul bahwa Leon adalah orang yang selalu berbuat nekad. Rasa takut dalam dirinya semakin hebat. "Siapa pun diluar sana, please help me now!" batinnya. Rachel pun tak bisa menahan air yang dibendungnya dalam kantung mata. Perlahan air itu mulai menetes membasahi pipinya.
Sadar akan perlakuannya, Leon segera meminta maaf dan kembali berbicara dengan nada pelan. "Chel? A-aku, aku minta maaf Chel. Aku tidak bermaksud begitu, tapi tolong. Tolong dengerin semua penjelasan aku." pintanya seraya menghampiri Rachel.
"STOP! JANGAN MENDEKAT!" cegat Rachel dan segera menjauhi Leon. Namun pergelangan tangannya dicekal oleh Leon.
"Please, Rachel! Kamu harus percaya sama aku. Aku tidak akan berbuat nekat padamu. Jangan memberontak, kita berdua cari tahu siapa yang sudah membawa kita ke hotel ini?" ujarnya.
"Don't touch me, Leon!" pekik Rachel seraya berusaha melepaskan cekalannya. Leon pun tak mau kalah, dia malah semakin memperkuat cengkramannya membuat pergelangan tangan Rachel kesakitan. "LEPAS!" sentaknya. "Awh! Sakit Leon! Gue bilang lepas, ya lepas!"
Kesabaran Leon telah habis, dia sudah tidak bisa menahan amarahnya lagi. Dengan sekuat tenaga, Leon menghempaskan tubuh Rachel ke tempat tidur. Kemudian mendekatkan tubuhnya sampai tak ada lagi jarak antara mereka.
"PERGI LEON!" ucap Rachel berusaha mendorong tubuh Leon dari hadapannya.
"Karena kamu sudah tidak mempercayaiku, maka lebih baik aku melakukannya daripada harus difitnah begitu saja." kata Leon menyeringai.
"Are you crazy?" pertanyaan Rachel malah membuat Leon tertawa.
"Ya! I'm crazy. Very very very crazy. Because your make me crazy." tuturnya dengan membelai dan mengusap wajah Rachel.
"Singkirkan tangan elo!" pekik Rachel lagi seraya menendang tepat pada bagian Leon junior, kemudian mendorong tubuhnya sampai terjatuh dan meringis kesakitan.
Rachel pun segera beranjak dari tempat tidur dan berusaha mendobrak pintu kamar hotel tersebut, meskipun hasilnya nihil.
"Ayolah, Chel! Simpan tenaga mu itu untukku." ucap Leon kembali berdiri sembari mendekati Rachel.
"BRENGSEK! GUE GAK SUDI!" Amarah Rachel seakan mendidih mendengar perkataan itu. Awalnya ia tak ingin melawan dengan keahlian bela dirinya, namun situasi dan kondisi yang membuat Rachel harus melakukannya. Dengan satu kali teknik bela dirinya yang ia kuasai, Rachel mampu membuat Leon terkapar dan tak berdaya. "Sorry, Leon! Gue gak ada pilihan lain." ucapnya.
"Kita ini dijebak, Rachel." lirih Leon seraya berusaha untuk bangun. "Kenapa kamu gak percaya?" tanyanya.
"Bukankah elo yang kirim pesan? Elo nyuruh gue untuk datang ke Delicious Resto. But, elo malah gak datang." ketus Rachel.
"What? Kirim pesan? Aku tak pernah mengirim pesan padamu dan gak pernah menyuruh kamu untuk datang ke restoran." Leon pun menyangkal ucapan Rachel.
"You, lie!" tuduh Rachel seraya menunjuk wajah Leon dengan telunjuknya karena ia sama sekali tak percaya padanya.
"Kalau kau terus beranggapan seperti itu? Aku akan membuatnya menjadi kenyataan." kata Leon sambil mendorong kembali tubuh Rachel hingga terhyung ke belakang dan mentok di dinding kamar.
"Awh!" ringis Rachel.
Leon yang sama sekali tidak mengenakan pakaian dan hanya memakai celana pendek khas laki-laki membuat Rachel semakin takut jika Leon benar-benar akan melakukan suatu perbuatan keji yang bisa menghancurkan segalanya.
Leon pun mencengkeram kedua tangan Rachel sehingga Rachel tak bisa melawannya. Tatapan matanya yang bengis sudah seperti singa yang seakan akan ingin menerkamnya.
Tubuh Rachel mulai melemah karena cengkraman Leon yang begitu kuat. Tangis Rachel pecah saat bibir Leon hampir mendekati bibir Rachel yang jaraknya hanya beberapa mili saja.
"Gue mohon, Tuhan! Selamatkan gue." batinnya seraya menutup kedua matanya yang tak ingin menatap wajah Leon dengan diiringi derai air mata.
Tiba-tiba..... BRAAAKKKKKK!!!!!
Pintu pun terbuka lebar dan berdirilah sosok laki-laki tinggi memakai pakaian serba hitam. Leon dan Rachel pun sama-sama terkejut dengan kedatangan laki-laki tersebut. Tanpa basa basi, laki-laki itu menarik bahu Leon lalu memukul wajahnya sampai tersungkur ke lantai.
BUUGGGHHH!!!! Untuk yang kedua kalinya, Leon mendapat pukulan yang lebih keras. Dan laki-laki tersebut berhasil menyelamatkan Rachel.
Rachel pun menghela nafas lega seraya mendudukan tubuhnya dan bersandar didinding, meskipun tubuhnya terkulai lemas.
"Are you okay?" tanya laki-laki itu menghampiri Rachel lalu memeluknya dengan sangat erat.
"Gue takut, Je." ucapnya lirih sambil menangis dipelukan Jason. Laki-laki itu memang Jason. Ya, Jason lah yang telah menyelamatkannya.
"Don't worry!" ucap Jason menenangkan. "Sekarang kita pergi dari sini." Jason pun melepas pelukannya dan membantu Rachel untuk berdiri.
★★★★★