Tak terasa malam telah berganti. Menyongsong pagi yang datang dengan sinar mentari, yang menerangi dunia. Menandakan semua aktifitas kehidupan dimulai. Hingga suara hiruk pikuk pun terdengar di sekeliling rumah sakit. Tempat Rania dan ibunya berada sekarang.
Semenjak Rafa adiknya masuk rumah sakit, Rania dan Ratna memilih untuk menginap di sana. Agar bisa menemani Rafa. Pagi-pagi sekali wanita itu sudah bangun dari tidurnya. Karena hari ini adalah hari pertamanya mulai bekerja di Rizt company. Sebagai asisten pribadi Erick.
"Bu, Rania pergi kerja dulu ya. Mohon doanya, agar semuanya lancar. Soalnya kan, ini hari pertama Rania bekerja di sana," pinta wanita itu kepada ibunya.
Kini Ratna pun tersenyum. Karena ia merasa beruntung memiliki putri yang sangat peduli dengan keluarganya, seperti Rania.
Iya, Nak, pasti. Di setiap shalat, Ibu selalu mendoakan yang terbaik untuk kamu, Sayang. Semoga kamu diberi kemudahan dalam menjalankan pekerjaan mu nantinya," jawab Ratna sambil membelai rambut putrinya.
"Oh ya, Bu. Apa rencana kemoterapi Rafa jadi hari ini?" tanya Rania yang berusaha memastikan.
Ratna pun mengangguk, ketika menjawab pertanyaan dari putrinya barusan.
"Iya, Nak. Tadi suster sudah mengatakan, kalau dokter yang akan menangani Rafa sudah tiba di rumah sakit ini. Suster juga bilang, jika dokter tersebut sangat kompeten dan lulusan dari luar negeri. Kita berdoa saja, semoga dokter itu dapat membantu menyembuhkan adikmu," jelas Ratna kepada putrinya.
"Syukurlah kalau begitu, Bu. Rania senang mendengarnya. Ya sudah, nanti kalau ada apa-apa, cepat kasih tahu Rania. Kalau begitu, Rania pergi dulu, Bu. Assalamu'alaikum."
"Wa'alaikumsalam, Nak," jawab Ratna yang kini menatap putrinya dari kejauhan.
"Ya Tuhan, hamba mohon. Permudahkan lah segala urusan putri hamba saat ini. Karena sekarang dia adalah tulang punggung keluarga. Semoga suatu saat, dia bisa mendapatkan kebahagiaannya." Ratna berdoa dalam hati, sambil menatap putrinya yang telah pergi.
***
Saat ini Rania berjalan dengan tergesah-gesah, karena ia tidak ingin terlambat. Mengingat ini adalah hari pertamanya bekerja di perusahaan Rizt Company.
"Aduh, setengah jam lagi. Semoga saja aku bisa tiba di kantor dengan tepat waktu," pikir wanita itu sambil sesekali melirik ke arah arloji hitam yang melingkar di pergelangan tangannya.
Karena takut terlambat, wanita itu berjalan sambil sesekali berlari. Berniat menuju halte bus, yang berada tidak jauh dari rumah sakit.
Namun, karena pandangannya yang terlalu fokus ke depan, ia tidak melihat jika di sampingnya ada seorang pria yang sedang berjalan, sambil membawa tumpukan buku di tangannya. Hingga tanpa sengaja dia menabrak pria tersebut.
Duar!
Kini buku-buku yang awalnya ada di tangan pria itu, berhamburan jatuh di lantai. Rania pun sempat oleng, hampir saja tubuhnya menyentuh lantai rumah sakit. Namun, dengan cepat pria itu menarik tangan Rania, hingga tanpa sengaja ia terjatuh ke dalam pelukan pria yang baru saja ditabraknya.
Melihat dirinya kini dalam dekapan seorang pria yang tidak ia kenal, dengan cepat Rania mendorong tubuh pria itu. Hingga membuat pria tersebut mundur beberapa langkah.
"Maaf, saya tidak sengaja menabrak Anda. Soalnya tadi saya terburu-buru," ucap Rania cepat, tanpa memandang ke arah pria tersebut.
Karena merasa bersalah, ia pun segera membereskan buku-buku yang berserakan dilantai dan berniat ingin memberikan buku itu kepada pria, yang saat ini masih berdiri di hadapannya.
Namun, ketika Rania hendak memungut buku itu satu persatu, tiba-tiba pria itu memanggil namanya.
"Rania. Kamu Rania Syifa kan?" Tanya pria itu yang sepertinya mengenali Rania.
Mendengar namanya disebut, dengan cepat Rania langsung menatap ke arah pria yang baru saja ditabrak nya itu. Namun, betapa terkejutnya ia, karena pria itu adalah mantan kekasihnya saat mereka masih duduk di bangku SMA.
"Kak Leon. Aku tidak menyangka, jika ternyata pria yang aku tabrak adalah Kakak," ucap wanita itu yang sedikit salah tingkah, ketika bertemu dengan pria yang merupakan cinta pertamanya.
"Hai, Rania, apa kabar?' tanya Leon berbasa-basi sambil menampilkan senyum manisnya. Karena semenjak tamat SMA, Leon langsung menempuh pendidikannya ke London. Membuat mereka berpisah dan karena kesibukan masing-masing, mereka akhirnya saling melupakan.
"Alhamdulillah, kabar Rania baik, Kak," jawab wanita itu.
"Rania. Kamu kenapa bisa berada di rumah sakit ini?" tanya Leon yang merasa penasaran.
Sambil memberanikan diri menatap Leon, Rania pun menjawab pertanyaan dari pria itu.
"Kebetulan adik Rania dirawat di rumah sakit ini, Kak. Makanya Rania ikut menginap di sini , agar bisa menemaninya," jelas Rania sambil berusaha untuk bersikap biasa-biasa saja.
"Oh, begitu, ya. Semoga saja adik kamu bisa segera sehat ya, Ran." Leon pun menatap wanita itu dengan lekat. Karena ada cerita masa lalu di antara mereka berdua, yang belum berakhir.
Mendengar perkataan Leon, Rania langsung mengangguk, sambil tersenyum menatap pria itu. Hingga akhirnya ia sadar, jika tujuan awalnya adalah supaya cepat tiba di kantor. Mengingat hal itu, Rania pun buru-buru berpamitan kepada Leon.
"Ya sudah, Kak. Kalau begitu Rania pergi kerja dulu, ya. Soalnya takut terlambat. Sampai ketemu lagi. Assalamu'alaikum."
Ketika Leon ingin menjawab perkataan Rania, ternyata wanita itu sudah berlari pergi meninggalkannya. Padahal Leon belum sempat menanyakan nomor ponsel ataupun alamat rumah wanita tersebut.
"Rania. Aku tidak menyangka akhirnya setelah sekian lama kita berpisah, sekarang Tuhan mempertemukan lagi kita di rumah sakit ini. Ternyata kau masih sama seperti dulu, tidak berubah. Tetap cantik dan aku tetap mengagumimu."
Setelah mengatakan kalimat itu, Leon pun segera berjalan menuju ke ruangannya. Mengingat dia adalah dokter baru yang akan bekerja di rumah sakit tersebut.
***
Kini bus yang ditumpangi Rania, baru saja tiba di kantor Rizt Company. Dengan terburu-buru wanita itu berlari menuju ke kantor, karena ia tidak ingin terlambat di hari pertamanya bekerja.
"Ya Tuhan, hamba mohon. Semoga pria egois itu belum datang ke kantor. Bukankah dia seorang bos besar? Pasti dia sangat sibuk. Hingga membuatnya selalu datang siang," pikir Rania dalam hati.
Wanita itu berharap, semoga Erick masih dalam perjalanan. Dengan begitu posisinya akan aman dari pria tersebut, yang merupakan bos sekaligus calon suaminya.
Rania pun segera masuk ke dalam lift. Kini lift tersebut membawa ia tepat ke lantai yang akan ditempatinya. Tentunya bersama Erick di sana.
Ketika ia keluar dari lift, banyak pasang mata yang menatap ke arahnya. Hingga ada seorang wanita yang datang menghampiri Rania.
"Mbak Rania, ya?" tanya wanita itu.
Rania pun langsung mengangguk dengan sopan, menjawab pertanyaan dari wanita itu.
"Iya, Mbak. Saya Rania. Pegawai baru di kantor ini."
Wanita itu pun mengangguk mengerti, sambil tersenyum ke arah Rania.
"Perkenalkan saya Susan, Mbak. Rekan kerja Mbak Rania. Oh ya, Mbak. Tadi Pak Erick mencari Anda. Sebaiknya Anda segera temui beliau ke ruangannya sekarang.
Deg!
Rania tidak menyangka jika pria egois itu sudah lebih dulu datang darinya. Membuat jantungnya kini berdetak tidak beraturan.
"Ya sudah, Mbak. Kalau begitu saya permisi dulu, ya," pamit Susan.
"Iya, Mbak Susan. Terima kasih atas informasinya.
Kini Rania pun menatap ke arah pintu ruangan bos besarnya, dengan keringat dingin yang sudah mengalir di sekujur tubuhnya.
"Ya Tuhan, semoga saja tidak terjadi apa-apa denganku hari ini. Semangat Rania, kamu pasti bisa menghadapinya."
Bersambung.