webnovel

Bab 13

Rania menatap tajam ke arah Erick. Ketika mendengar perkataan dari pria itu barusan, yang mengatakan jika mereka sebentar lagi mereka akan segera menikah.

"Apa Anda tidak lihat, jika saat ini adik saya sedang sakit. Tolong Pak, kalau bisa jangan dipercepat. Setidaknya tunggu adik saya sembuh dulu," pinta Rania kepada pria tersebut.

Namun, Erick hanya bisa menggelengkan kepala, menolak permintaan wanita itu barusan.

"Tidak Rania, kita harus segera menikah. Dengan begitu perceraian kita akan semakin cepat. Karena saya tidak sabar lagi ingin menikahi Viona kekasih saya,"'jelas Erick, membuat Rania menatap tajam ke arahnya sambil menahan air mata, yang hendak jatuh di pipinya.

Ia tidak menyangka, jika pria itu sangat kejam. Memanfaatkan pernikahan hanya demi kepentingan pribadinya belaka.

"Saya yakin, pasti Anda tahu kalau pernikahan itu adalah sakral, Pak. Bukan bahan permainan yang bisa Anda atur untuk berpisah. Jika Anda memang ingin menikah dengan kekasih Anda, kenapa tidak nikahi saja dia? Kenapa harus saya?" tanya Rania yang meminta penjelasan.

Seketika Erick terdiam, mendengar perkataan wanita itu barusan. Ia tidak menyangka, jika sekarang Rania sudah berani menjawab perkataannya.

"Bukankah kamu tahu, mama saya ingin saya segera menikah dan dia tidak suka jika Viona yang menjadi pendamping hidup saya. Makanya saat ini saya ingin menuruti permintaan mama untuk menikah. Jika tidak, saya harus menikah dengan wanita pilihannya," jelas Erick

Mendengar hal tersebut, Rania makin tidak menyangka jika Erick tega membohongi kedua orang tuanya, dengan pernikahan palsu mereka.

"Apa Anda tidak merasa bersalah dengan kedua orang tua Anda? Tante Riana pasti sangat kecewa, kalau seandainya ia mengetahui kebenaran itu. Padahal mama Anda sangat baik. Terus terang saya tidak tega, jika harus membohonginya." Rania berkata seperti itu, karena ia bisa melihat ketulusan yang diberikan Riana, saat bertemu dengannya.

Sementara Erick, ia hanya terkekeh ketika mendengar perkataan wanita itu barusan.

"Hehehe, memangnya kau ingin menikah sungguhan denganku? Menjadi istriku begitu? Apa itu yang kamu harapkan? Aku rasa kamu jangan pernah memimpikan soal itu. Karena ku pastikan itu tidak akan terjadi, karena wanita yang aku cintai hanya Viona kekasihku. Jadi jangan pernah bermimpi kau ingin menjadi istriku yang sesungguhnya." Erick berkata dengan sangat kasar, membuat Rania begitu sedih mendengarnya.

Wanita itu sadar diri, antara ia dan Erik memiliki kasta yang berbeda cukup jauh. Pria itu adalah seorang bos besar, pemilik perusahaan yang terkenal hingga ke penjuru dunia. Sementara dirinya hanya seorang pegawai biasa, yang terpaksa menerima tawaran dari pria itu. Karena saat ini ia sangat membutuhkan uang, untuk biaya pengobatan Rafa adiknya.

Kini Rania pun mengalihkan pandangannya. Karena ia terlalu malas, jika harus menatap pria yang masih berada di sampingnya.

"Anda tenang saja. Saya pastikan, saya tidak akan pernah berharap untuk menjadi istri Anda yang sesungguhnya. Lagi pula saya menikah dengan Anda karena terpaksa dan saya rasa, Anda sudah tahu alasannya," jelas Rania sambil menahan rasa kesalnya.

Setelah mengatakan kalimat itu, Rania memilih diam. Karena percuma jika ia harus berdebat dengan Erick, karena ia yakin pasti akan kalah.

Sementara Erick, pria itu cukup lega ketika mendengar perkataan Rania barusan.

"Baguslah kalau begitu. Aku harap, nanti kau jangan sampai jatuh cinta kepadaku. Karena aku tidak akan bertanggung jawab, jika kau akhirnya akan mendapatkan penolakan,serta kekecewaan dariku." Erick berkata dengan percaya dirinya, membuat wanita itu melirik sekilas ke arahnya dengan tatapan sinis.

"Oh, soal itu Anda tenang saja. Saya tidak mungkin jatuh cinta kepada pria egois seperti Anda. Jadi Anda tidak perlu khawatir soal itu." Rania sengaja mengatakan kalimat tersebut, karena ia tidak mau kalah. Dengan perkataan Erick barusan.

Seketika senyum pun mengembang di wajah Erick, ketika mendengar Rania mengatakan kalimat itu.

"Hmm, sepertinya kau sangat percaya diri sekali. Sebaiknya kita lihat saja nanti," jawab Erick sambil menahan senyumnya.

Rania yang merasa tidak terima, langsung menjawab perkataan pria tersebut.

"Oke, kita lihat saja nanti. Saya atau Anda yang akan jatuh cinta. Hmm, saya rasa pembicaraan kita sudah cukup. Sebaiknya Anda segera pergi dari rumah sakit ini. Jangan mengganggu saya dan keluarga saya lagi," pinta wanita itu yang berniat ingin mengusir Erick. Karena percuma jika mereka bersama, hanya akan menimbulkan perdebatan saja.

Namun, Erik menolak permintaan wanita itu yang menyuruhnya untuk segera pergi.

"Nanti, aku akan pergi. Jika ibumu sudah kembali," jawab pria itu dengan santainya.

Rania pun segera membalikkan tubuh, memandang kesal ke arah pria tersebut.

"Saya rasa Anda tidak perlu melakukan itu. Bukankah waktu aynda sangat berharga ... daripada sekadar menunggu kedatangan ibu saya? Jadi sebaiknya Anda pulang saja," pinta Rania sekali lagi.

Erick yang saat ini melipat kedua tangannya, langsung mengalihkan pandangan ke arah wanita itu. Bermaksud ingin menjawab pertanyaan yang diajukan oleh Rania.

"Aku rasa kamu tidak berhak, mengusirku. Karena aku ingin menjadi calon menantu yang baik untuk ibumu, dengan tetap menemani putrinya di sini," jawab Erick sambil tersenyum, membuat Rania makin merasa tidak suka. Ketika melihatnya.

Ketika mereka sedang asyik berdebat, Ratna datang dengan membawa kantong obat, yang akan ia berikan kepada Rafa putranya. Melihat hal itu, Erick menyapa dengan ramahnya.

"Tante," ucap pria itu yang langsung berdiri ketika melihat kedatangan Ratna.

"Ternyata Nak Erick masih ada di sini.  Rania, sebaiknya suruh Nak Erick masuk ke dalam saja, tidak usah di luar," pinta Ratna kepada putrinya.

Namun, dengan cepat Rania menjawab pertanyaan ibunya barusan.

"Oh ini, tadi Mas Erick bilang tidak usah, Bu. Soalnya dia sambil menunggu ibu untuk berpamitan," jawab Rania yang secara tidak langsung mengusir pria tersebut.

"Hmm, ya sudah. Kalau begitu maaf ya, Nak Erick. Soalnya Tante sudah membuat Nak Erick menunggu lama. Ya sudah, Hati-hati di jalan saja," pesan Ratna dengan senyum ramahnya.

Mau tidak mau Erick terpaksa mengangguk. Membenarkan jika ia akan pulang sekarang.

"Iya, Bu. Kalau begitu saya pamit pulang dulu. Semoga Rafa bisa secepatnya sembuh. Lain kali saya akan mampir lagi ke rumah sakit ini untuk  melihat keadaan putra ibu." Erick berkata dengan begitu sopannya membuat Rania berpikir jika pekerja itu memiliki kepribadian ganda.

"Terima kasih atas doanya, Nak Erick. Semoga saja Rafa cepat diberikan kesembuhan, amin.

Erick pun tersenyum ke arah wanita itu, sambil berpamitan pulang. Ketika ia hendak melangkah, dengan cepat Ratna menyuruh putrinya untuk mengantarkan pria itu pulang, hingga ke depan.

"Rania, sebaiknya kamu antara Nak Erick ke depan," pinta wanita itu.

Mendengar perkataan Ratna, dengan cepat Erick langsung menjawabnya.

"Tidak usah, Tante. Nanti Rania bisa kelelahan, jika harus mengantarkan saya ke depan. Sebaiknya dia di sini saja sambil menemani, Tante. Erick berkata dengan begitu perhatian. Rania yang mendengar perkataan pria itu, seakan ingin muntah. Saat melihat Erick yang begitu lihainya berakting di hadapan ibunya.

"Mungkin jika diadakan piala academy award, aku sangat yakin jika pria yang ada di hadapanku ini, masuk dalam salah satu nominasi acara tersebut."

Bersambung.