webnovel

Suamiku Duda Muda

"Apa!" Lisa melebarkan matanya. "Aku harus mau nikah sama dia, si duda itu, haruskah?" Siang itu tanpa badai, Lisa harus menerima permintaan kedua orang tuanya untuk menikah sekaligus menjadi istri kedua dari seorang pemuda yang baru saja berpisah dari istrinya, namanya Gionino. Hanya berbekal hubungan baik keluarga yang tercipta diantara kedua orang tua mereka, urutan bisnis memang nomor satu. Ancamannya kalau dia tidak mau, perusahaan ayahnya yang sudah mulai goyang itu akan jatuh, tak akan bisa bangun lagi. Tapi, kenapa harus dengan anak terakhir mereka, bukan yang pertama, bahkan belum menikah. "Ica!" "Lisa, namaku Lisa!" dia pasti jahat pada mantan istrinya sampai digugat begitu. Lisa yakin. Bagaimana kehidupan rumah tangga mereka? Apa Lisa bisa menerima dan tahu alasan rahasia suaminya menjadi duda diusia muda? Mohon dukungannya, semua. Spesial dari Pelantun_Senja.

Pelantun_Senja · Urban
Zu wenig Bewertungen
32 Chs

Ungkapan Suka Lisa

"Gi, kenapa?" sakit, tangannya sakit sampai dicengkram begitu oleh suaminya, sejak dia turun mobil sampai masuk ke kamarnya. "Gi, hei!"

Bruk!!

Gio dorong dan tindih tubuh istrinya itu, Lisa tak bisa bergerak sama sekali, dia hanya bisa menggigit bibir saat bibir suaminya mengecupi leher dan membuka kancing kemejanya dengan begitu rakus.

Ini bukan Gio yang dia kenal, tapi karena apa sampai Gio semarah ini kepada Lisa, mereka belum berkata apapun tadi, sebatas Gio menjemputnya dan dia disambut dengan wajah yang cemberut.

Dan yang terjadi sekarang adalah di mana Gio melakukan hal itu, masih dengan baju kerja dan mereka belum bertegur sapa juga mandi, Gio lakukan itu seolah sudah tak ada waktu lagi bersama Lisa.

Air mata Lisa menetes saat Gio sudahi permainan panas itu, ledakannya sudah dia terima, hatinya pedih dan semakin pedih, ketakutannya memuncak di sini, biasanya Gio akan melakukannya dengan nyaman dan tentu berada di waktu yang tepat, tidak asal begini. Dia seperti pria malam yang tak sabar menikmati tubuh wanita sewaannya.

Biar, Lisa marah di sini.

"Ica, makan." suara seruan itu Lisa dengar, tapi dia tak menjawab.

"Ica, makan!" sekali lagi, masih diam.

"Ica, makan, Ica!" lagi, dan belum Lisa jawab.

Emosinya membuat dia berani pada Gio, dia sudah mandi dan baru saja mengeringkan rambutnya, hanya mematung di depan meja rias dan tak menjawab seruan sang suami, dia benar-benar marah.

Tak mendapatkan jawaban itu, Gio lantas berlari ke kamar, dia buka pintu kamar itu lebar-lebar, dia dapati Lisa duduk diam dengan wajah berubah takut di depan meja rias itu.

Tap, tap, tap,

Langkah Gio sudah mendominasi, sekali rarik, dia bisa membuat Lisa berdiri menghadapnya dan tak menolak, dia cengkram lagi pergelangan tangan itu, begitu tahu Lisa meringis sakit, dia longgarkan.

"Ica-"

"Belum puas buat aku sakit, iya?" potong Lisa, dia pijat pergelangan tangannya. "Aku tidak mau kamu sentuh, Gi. Kamu itu cuman bisa bikin aku sakit hati!"

Duar!

Untuk pertama kalinya Gio melihat Lisa menangis karena dirinya, air mata yang dia anggap suci itu menganak sungai, Lisa benar-benar mempunyai tenaga untuk melawan suaminya itu.

Tangan Gio endak terjulur, tapi yang ada Lisa mundur dan menghindarinya.

"Icaaaa!" panggilnya geram.

"Apa? Kamu mau apa? Mau marah sama aku, iya?" tantangnya, masih menitihkan air mata. "Marah saja kalau kamu cuman mau marah ke aku, atau mungkin kamu mau pukul aku, pukul saja, memang kamu selalu benar dan aku yang salah, iya kan? Kamu nyakitin aku tahu tidak, hah? Kamu sentuh aku sesuka kamu, kamu mainin aku, kamu menolak punya anak dan mendadak berubah pikiran, kamu minta hak kamu seperti meminta pada wanita liar saja, kamu pikir aku ini siapa, hah? Wanita bayaran kamu, iya?"

Gio berdecak, istrinya itu entah tengah membuat drama apa di depannya, tapi dia sudah paham di mana titik tidak terimanya Lisa atas dirinya.

Plak!

"Aku tidak mau kamu sentuh, kamu itu jahat, tidak jelas, cuman mau ngatur aku, tidak ada perasaan sebiji sawi ke aku. Jadi, sebelum ini terlambat dan kamu bikin aku sakit hati, sudahi saja lah, Gi. Kalau aku hamil anak kamu juga pasti tidak akan kamu akui, iya kan? Kamu pasti menganggap hanya aku yang mau karena aku suka sama kamu, sedang kamu tidak, kamu tidak mengharapkan hubungan ini, kecuali buat pelampiasan masa lalu kamu itu!"

Duar!

Lisa terdiam saat melihat perubahan mimik wajah Gio, tadinya masih keras dan Lisa akan senang kalau suaminya itu terpancing. Namun, yang dia lihat sekarang jelas berbeda, Gio justru senyum-senyum kepadanya.

Tunggu, Gio juga semakin mendekat dan tanpa Lisa sadar pria itu memojokannya, membuat bibir mereka menyatu dan samar-samar mulai Lisa balas.

Bodohnya dia yang baru saja marah pada Gio, justru sekarang hanyut dan sialnya dia tak bisa memungkiri kalau akan sulit mendapatkan bibir seindah milik Gio.

"Huuhhh, sudah nulis novelnya, Ica?"

Heh? Aku itu lagi marah!

Gio tersenyum lagi, dia kecup bibir basah itu sekali lagi.

"Besok aku terbitin ya karya kamu, istri yang nakal, suka melantur kalau bicara, sana, buka bajumu!"

"Eh, tidak!"

Tidak bisa menolak, Gio tindih sekali lagi.

Dia senang, Lisa mengakui dan dia mendengarkan ungkapan suka Lisa kepadanya tadi, selama ini dia menunggu itu.

Dia menunggu Lisa mengatakan isi hatinya, bukan melulu memenuhi haknya tanpa tahu Lisa itu suka atau tidak, menerimanya atau tidak di sini.

Krompyang!

Dua panci jatuh, Lisa mendengus, rambutnya basah tidak dia keringkan, biar saja, dia masih menyimpan sebal pada suaminya itu.

Lewat kalimat, "Nolak suami itu dosa, Ica." habislah dia.

Menu makan malam sederhana tersaji di meja makan, ada ikan asin dan tahu yang dipenyet di sini, keduanya duduk berhadap-hadapan.

"Lisa," panggil Gio dengan nama yang sebenarnya.

Eh, apa ini? Tidak mau ada gempa kan? Lisa panik, dia masih memakai bathdrobe masalahnya.

Lisa dongkakan wajahnya, "Kamu manggil siapa tadi?" mau diulang.

"Ahahahahahah, sesuka itu kamu dipanggil nama yang kampungan itu, hah?"

Ih, sialan, tahu begitu Lisa hilangkan ronanya.

"Ahahahah." masih terus tertawa sampai dia tersedak kemangi dan Lisa berpindah duduk di sebelahnya, menepuk dan memijat tengkuk Gio.

Lihat, kalau sudah begini mau dibahas dan disimpulkan bagaimana, seorang istri selalu peka pada suami mereka, walau dalam kondisi marah, akan tetap sama, mengambilkan handuk saat suaminya selesai mandi pun pasti mereka lakukan.

"Ica," panggilnya bersuara serak, sudah kembali ke Gio yang dia kenal.

"Apa?" menyahut, dia cuci piring.

"Terima kasih sudah diberi jatah dua kali tadi, sayang sama Ica."

Duar!

Apa hari ini ada yang ulang tahun sampai berulang kali ada yang menyalakan petasan? Dan apa tadi, apa yang Gio katakan, sayang siapa?

Lisa menoleh, tangannya masih penuh busa cuci piring, dia berkedip cepat melihat suaminya itu.

"Saaaayaaaang Ica!" ulang Gio, dia melenggang masuk ke kamar.

Krompyang!

Lisa duduk lemas, suaminya hari ini benar-benar aneh, dia bahkan menyebutkan kata sakral di mana hanya pasangan penuh cinta yang mengatakannya setelah berterima kasih.

Sayang, Ica? Yang benar apa sih?

Sedang di kamarnya, Gio raba tepat di sisi jantungnya, ada yang berdebar hebat di sana, hanya secuil kata tanpa penjelasan, pasti Lisa belum akan paham dengan apa yang dia maksudkan di sini.

Biar, dia suka sekali menggoda Lisa.

"Padahal tadi itu aku baru saja mendengarkan seorang pria memuji istrinya, maka itu aku tak sabar menyentuh Ica, tapi dia marah, untung marah, jadi aku tambah lagi jatahnya, ehehehhe." Gio di posisi sendiri, tengil.