webnovel

Suamiku Duda Muda

"Apa!" Lisa melebarkan matanya. "Aku harus mau nikah sama dia, si duda itu, haruskah?" Siang itu tanpa badai, Lisa harus menerima permintaan kedua orang tuanya untuk menikah sekaligus menjadi istri kedua dari seorang pemuda yang baru saja berpisah dari istrinya, namanya Gionino. Hanya berbekal hubungan baik keluarga yang tercipta diantara kedua orang tua mereka, urutan bisnis memang nomor satu. Ancamannya kalau dia tidak mau, perusahaan ayahnya yang sudah mulai goyang itu akan jatuh, tak akan bisa bangun lagi. Tapi, kenapa harus dengan anak terakhir mereka, bukan yang pertama, bahkan belum menikah. "Ica!" "Lisa, namaku Lisa!" dia pasti jahat pada mantan istrinya sampai digugat begitu. Lisa yakin. Bagaimana kehidupan rumah tangga mereka? Apa Lisa bisa menerima dan tahu alasan rahasia suaminya menjadi duda diusia muda? Mohon dukungannya, semua. Spesial dari Pelantun_Senja.

Pelantun_Senja · Urban
Zu wenig Bewertungen
32 Chs

Kejutan

Surat izin tidak masuk kerja karena suami sakit.

Lisa baru saja mengirim surat itu lewat email yang langsung dia tujukan pada bagian personalia dan bos mudanya, Andreas. Dia lebih takut pada suaminya daripada Andreas, duda muda itu sedang tiduran di kamar, berlaga sakit yang entah sisi mananya yang sakit.

"Ica, sakit, Ica."

Astaga, Lisa baru saja mengoles cream ke kakinya, masih ada bekas biru di sana, tapi tidak sakit dibuat jalan, hanya bila disentuh sakit, beruntung tidak parah, kalau tidak, siapa yang akan merawat Gio di sini. Yang sakit siapa dan yang berkeluh siapa, sudah dia periksa semua bagian tubuh Gio, tak ada luka, tapi terus mengeluhkan sakit.

Apa benar hatinya yang sakit? Tapi, sakit kenapa sih?

"Icaaaaaaa."

"Iya, aku datang, Gi. Ini katanya mau bubur ayam buatan aku, baru selesai masaknya, aku dinginkan sedikit biar kamu bisa langsung makan." berjalan cepat ke sisi ranjang, menyimpan itu ke nakas.

Gio turunkan bantal yang menutup wajahnya, menatap tidak suka pada Lisa dan mangkok berisikan bubur itu, dengusannya bisa Lisa dengar dengan jelas, dia segera naik sempurna dan meletakkan kedua tangannya di kaki Gio, dia pijat untuk meredakan rasa sakit yang dia kira-kira di kaki, sama dengannya.

"Bukan itu yang sakit, Ica!" menolak kakinya dipijat.

"Terus yang mana, Gi? Mana yang sakit, biar aku obati sini, kasih tahu aku!" pinta Lisa sambil senyum.

Eh, malah ditarik jatuh ke dekapan, Gio bersembunyi karena senyuman Lisa membuat hatinya membuncah, Gio tak mau Lisa tahu kalau dia senang mendapatkan senyuman manis dan tulus Lisa.

Cukup lama Lisa berada dalam dekapan Gio sampai-sampai dadanya sesak dan menepuk punggung Gio meminta lepas.

"Jadi, tidak mau aku peluk, begitu?" memberengut sudah.

Lisa lebarkan kedua tangannya lagi, "Tidak, Gi. Ayo pelukan lagi, sini aku yang peluk kamu, aku yang mau pelukan sama suami aku ini, mana-mana, ehehehehe."

"Tidak mau, kamu tidak mau tadi!" menolak, mau menghindari Lisa.

Tapi, Lisa tak menyerah, dia terus mendekat dan melebarkan kedua tangannya, memaksa Gio mau menerima pelukannya itu, terus menempel sampai akhirnya bukan hanya sekadar pelukan yang Gio dapatkan, Lisa kembali berada di dalam dekapan yang dalam antara keduanya.

"Gi, ayo mandi!" sudah mengeringkan rambutnya, katanya tadi sakit, tapi giliran didatangi di ranjang, langsung dilahap begitu saja. "Gi, jangan pura-pura tidur ya, kamu belum mandi, aku malas dekat orang yang belum mandi, bau!" Lisa duduk di depan meja rias.

Gio berbalik, dia tutupi bagian bawahnya dengan selembar anduk kecilnya, tadi hanya membersihkan bagian itu saja, belum mandi karena dia masih malas.

Malas? Lisa rasanya mau menjitak kepala Gio, kalau malas, kenapa juga tadi mengajak Lisa membuat anak, sungguh menyebalkan.

"Ica."

"Iya, Gi. Ayo, mandi!" sudah selesai dengan rambutnya, ini masih siang dan dia punya banyak pekerjaan di rumah ini, masak dan sebagainya. "Gi-"

Gio sudah berdiri di belakang Lisa, hanya dengan anduk yang melingkar di pinggangnya, Gio membungkuk mengapai kecupan di puncak kepala Lisa, dua kali dia daratkan, tapi yang terakhir entah kenapa Lisa mendongak dan kecupan itu jatuh tepat di bibir Lisa.

Keduanya terkejut, rona ada di wajah keduanya, itu seperti niat kecupan kejutan dari keduanya, baik Gio atau Lisa terperanjat saling berpandangan.

"Mm, Gi, itu aku sudah siapkan air hangatnya, kamu bisa langsung mandi, sana!" sungguh, dia seperti kekasih yang dihujani cinta saja, tapi dia tak mau berharap banyak. "Aku mau ke dapur ya, Gi."

Ketika Lisa berdiri dan endak melangkah, Gio tahan dan tarik lengan Lisa, memutar tubuh istrinya itu hingga berhadapan dengannya, tatapan malam itu yang begitu dalam Gio berikan lagi pada Lisa, mengunci pandangan istrinya pada satu titik saja.

"Gi-Gi-" Lisa gagap.

Gio miringkan kepalanya, menyimpan senyum, lalu dia dekatkan, membuat bibir Lisa terperangkap dalam bibirnya, lalu dia raih dan letakan tangan Lisa ke dada bidangnya, merasai kulit berotot itu. Dada Lisa naik-turun, dia selalu terpancing saat Gio mulai memainkan bibirnya, melilitkan lidah begitu dalam hingga perlahan Lisa terangkat dan ikut bersama Gio meraih puncak yang sebenarnya mereka dambakan.

Mandi bersama dengan guyuran penuh cinta dan sayang, walau bibir Gio tak mengatakan isi hatinya itu dan Lisa tak mudah mengerti maksud suaminya, tapi tubuh mereka menerima satu sama lain, menginginkan satu sama lain dan tak ada penolakan sama sekali.

***

"Kenapa takut?" Gio genggam tangan Lisa, mereka sedang ada di rumah sakit sekarang. "Hei, kenapa takut?"

Lisa memang ingin punya anak sebagai ikatannya bersama Gio, membuat duda itu tak pergi darinya karena dia sudah jatuh cinta, tapi masalahnya tidak secepat ini, Gio bahkan tak mengatakan apapun atau berunding dengannya.

Nomor antrian kurang dua lagi, dia akan masuk dan melakukan pemeriksaan.

"Gi-" Lisa menatap takut suaminya. "Gi, kalau dokter bilang macam-macam bagaimana? Aku diapakan di dalam?" dia remat tangan Gio. "Gi, kalau dokter itu, dokter-"

"Ssssttt ...."

Gio pandangi mata Lisa, dia berikan keyakinan pada Lisa kalau semua akan baik-baik saja.

"Gi, nanti-"

"Tidak akan ada yang berani menyakitimu di sana, Ica. Dokter bahkan tidak akan mengatakan hal buruk, aku di sini, kita akan diperiksa bersama, Ica." suara itu sangat lembut di telinga Lisa.

Lisa jatuhkan kepalanya ke dada Gio, masa bodoh dengan ungkapan rasa diantara mereka, Gio mau melakukan program ini saja dan berjanji tak meninggalkannya itu sudah cukup.

Gio kecup puncak kepala Lisa, dia tersenyum di sana, Lisa adalah hatinya, dia bisa tahu cinta Lisa padanya sekalipun Lisa belum pernah berkata jujur, sama dengan apa yang dia lakukan, tapi Gio tahu itu. Lisa tak akan meningalkannya seperti Eva, Lisa mencintainya begitu tulus dari semua perbuatan yang dia lakukan, baik kejam maupun tidak.

"Ica, ayo masuk!"

"Gi, nanti-"

"Kalau menolak atau ragu, aku cium di depan dokter!" ancam Gio.

Tidak, jangan!

Lisa langsung berjalan di depan Gio, dia memberanikan diri untuk masuk, membungkuk memberi hormat pada dokter di sana.

Gio ingin mengabadikan moment ini, ingin dia tunjukan pada kedua mertua dan seisi dunia bahwa dia tak terperangkap, dia menemukan cinta sejatinya yakni Lisa.

"Selamat datang, Pak dan Bu Gio, apa kabarnya?" sapa dokter itu seolah kenal dengan Gio.

"Baik, Dokter. Maaf, kalau ke sini tanpa kabar dulu." balas Gio.

"Ahahaha, tidak masalah, hanya perawat yang terkejut. Jujur, Bu Gio ... ini kemajuan bagi suami Anda, akhirnya dia mau juga ke sini, sebelumnya dia hanya menghubungiku lewat telpon saja, bertanya panjang lebar."

Apa?!