webnovel

Suamiku Duda Muda

"Apa!" Lisa melebarkan matanya. "Aku harus mau nikah sama dia, si duda itu, haruskah?" Siang itu tanpa badai, Lisa harus menerima permintaan kedua orang tuanya untuk menikah sekaligus menjadi istri kedua dari seorang pemuda yang baru saja berpisah dari istrinya, namanya Gionino. Hanya berbekal hubungan baik keluarga yang tercipta diantara kedua orang tua mereka, urutan bisnis memang nomor satu. Ancamannya kalau dia tidak mau, perusahaan ayahnya yang sudah mulai goyang itu akan jatuh, tak akan bisa bangun lagi. Tapi, kenapa harus dengan anak terakhir mereka, bukan yang pertama, bahkan belum menikah. "Ica!" "Lisa, namaku Lisa!" dia pasti jahat pada mantan istrinya sampai digugat begitu. Lisa yakin. Bagaimana kehidupan rumah tangga mereka? Apa Lisa bisa menerima dan tahu alasan rahasia suaminya menjadi duda diusia muda? Mohon dukungannya, semua. Spesial dari Pelantun_Senja.

Pelantun_Senja · Urban
Zu wenig Bewertungen
32 Chs

Andreas, Bos Muda

Siapa tahu jodoh!

Ish, itu juga yang sering Lisa katakan dulu saat dia sekolah dan baru bekerja, siapa tahu dia berjodoh dengan ceo muda berbakat yang ada di kampus atau di tempat kerjanya. Namun, ini yang ada di foto pernikahannya itu yang menjadi ceo di dekatnya malah, walaupun Gio juga seorang yang sukses dan memegang perusahaan besar, bayangan Lisa bukan pada Gio nyatanya sejak dulu.

Mana tahu berakhir pada Gio yang menikahinya dalam status duda dan dia sekarang tak bisa jauh satu meter pun dari pria itu.

"Namanya siapa?" Renata bertanya pada salah seorang di kerumunan pekerja wanita yang penasaran itu, kaki mereka sampai mau menggoncangkan bumi ini saja. "Apa?"

"Pak Andreas, Ren. Keren sekali orangnya, jauh lebih keren dari yang ada di drama-drama, beneran!" jawab Tiwi, pasti satu golongan dengan Renata, begitu pikir Lisa.

Lisa yang hanya menunggu, memilih duduk di dekat mesin beli minuman, satu tangannya membawa cola kesukaan Gio, yang satu lagi sari teh yang sudah dia teguk habis sambil menunggu Renata selesai merangkum kabar berita hari ini.

"Besok, Lis!" serunya girang, jomlo selalu begini.

Lisa tersentak, "Besok apanya?" balasnya bingung, berdiri takut ada apa-apa besok, dia kan masih mau bekerja. "Apaan?"

Mata Renata terpejam dan dia bergumam, seolah dia tengah membayangkan dia ikut menyambut kedatangan ceo muda itu, sebut saja bos muda agar lebih mudah setiap kali bertemu, itu Lisa simpulkan sendiri.

"Lis, besok kamu wajib dateng sebelum jam 8, jadi supaya kita dan team satu ruangan itu bisa ikut kasih sambutan ke bos muda, namanya pak Andreas, ingat jangan lupa, kita besok harus menyambut dia!"

"Kenapa harus?" kalau buru-buru, singanya yang ada di rumah itu bisa bertanya dan dia bisa bolos kerja kalau sampai Gio mendengar alasan begini.

Mati aku!

"Ya, harus dong, Lis. Dia itu bos muda kantor ini, dia masih baru dan kita harus tunjukin seberapa peduli biar tim kita itu dapat perhatian dari dia, Lis. Ini sudah menjadi kesepakatan satu tim kita, kamu harus datang sebelum jam 8, kita harus siap-siap supaya satu irama penyambutannya!"

Hah, penyambutan yang bagaimana?

Belum mendapatkan kejelasan, Renata sudah menarik tangannya hingga mereka sama-sama berjalan ke depan, seperti biasanya Lisa harus menunggu jemputan sang suami, dia sudah gemetar ini.

Memang biasanya dia bersama Gio sampai di kantor ini kurang dari jam 8 pagi, hanya saja itu biasanya dan tak ada tujuan khusus, kali ini dia harus datang ke kantor di jam itu dan dengan tujuan khusus, tentu saja itu jauh lebih mendebarkan dan tak bisa telat satu menit saja.

"Bilang apa aku sama Gio, dia bakal tanya kalau aku pakai baju yang berbeda dari biasanya, terus dandanan aku lebih nyala, dia pasti curiga aku tebar pesona, bagaimana ini?!" kedua kakinya bergantian mengetuk bumi, meminta jawaban sendiri dalam hatinya dan tak dia temukan letaknya di mana.

Sebentar-sebentar Lisa menengok bagian depan, memastikan kalau suaminya itu belum datang, dia berkesempatan mencegah langkah salah seorang teman satu timnya itu, siapa tahu yang tadi hanya ide-idenya Renata saja.

Semoga ya.

"Gadis, kamu tahu kalau besok mau ada sambutan buat bos muda, baju seragam merah semua, nggak?" tanya Lisa gugup.

Gadis sontak mengangguk, dia tunjukan chat yang sudah disebar oleh Renata. Dan semakin terbelalah mata Lisa di sini, bahkan mereka yang sudah menikah juga tak masalah.

Sepertinya hanya Lisa yang bermasalah di sini, duda satu itu sensitif sekali dalam hal pertemuan laki-laki dan perempuan.

Itu mobilnya, astaga, aku harus lari!

Lisa lebarkan langkahnya, anggap saja dia baru ke luar ruangan dan langsung berlarian menemui Gio. Dalam hati berharap Gio belum lama di sana dan tak melihat dia bertanya seperti kuda terbang kebingungan tadi.

***

"Siapa namanya, Ica?"

Duar, Lisa belum bercerita apapun loh, tapi suaminya itu tahu.

Lisa menoleh, mencari tahu apa yang suaminya maksud, barang kali bertanya siapa nama kang sayur yang biasanya berhenti di komplek rumah ini, begitu kan seharusnya.

"Siapa, Gi?"

Gio mendengus, itu sudah menjadi tanda kalau yang Gio maksud ya yang ada di kepala Lisa, dia mudah sekali ditebak.

"Kamu tanya siapa sih, hem?" tanya Lisa ulang, dia ingin memastikan semua itu tidak benar adanya, kalau perlu dia berlutut pada suaminya agar besok pagi tak dihalangi pergi ke kantor seperti yang temannya sepakati, itu kan hanya tim, bukan hati Lisa. "Gi-"

Cukup!

Dia harus berlutut pada suaminya yang serba tahu itu, entah darimana yang jelas Gio tahu, kalau sampai Gio menyambar bibirnya, itu berarti hal bohong yang akan ke luar dari mulut indah itu sedang Gio tahan dan meminta Lisa berkata jujur kepadanya.

"Tidak ada baju merah dan acara penyambutan itu, Ica. Tidak ada dan aku tidak mengizinkannya!"

"Tapi, Gi ... maaf, bukannya aku melanggar atau berniat buruk, tapi dia bos muda kantor tempat aku bekerja dan teman timku itu mau-"

"Aku bos juga di rumah dan kamu, Ica!" potongnya. "Apa perlu aku tantang dia dan menekuk kedua kakinya agar dia saja yang menyambutku, dia hanya bos muda baru dan aku ini ada di atasnya!" sudah, tidak bisa dibantah kalau begini.

Lisa harus berfikir cepat, dia tak bisa memakai baju merah dan tak bisa menyambut juga, suaminya ini pasti menunggu di depan sampai matanya benar-benar memastikan Lisa tak ikut upacara yang dianggap tidak penting itu.

"Siapa namanya, Ica?" ulang Gio, dia mulai merendahkan suaranya, di depannya ada seorang istri yang berusaha menahan dan tidak menampilkan wajah sebalnya. "Ica, harus aku ulangi berapa kali, hem? Apa dia terlalu berharga dari suamimu sampai kamu menyimpan namanya di hatimu?"

"Tidak!" Lisa tahan kepalan kedua tangannya di belakang, dia kesal sumpah. "Aku tidak menyimpannya di hati, Gi. Renata bilang namanya pak Andreas."

"Bedebah itu ternyata."

Hah, Gio kenal kah? Wah, Lisa bisa mati tercekik kalau sampai suaminya benar-benar kenal dengan bos mudanya itu.

Tapi, sumpah, dia tak jatuh cinta atau berniat membuka hati seperti pekerja lainnya.

"Gi, hanya besok saja, boleh ya?" merengek, sudah duduk di samping Gio.

Gio menoleh, "Bahkan, di kamar saja kamu berani membela dia, apa haknya sampai kamu harus merengek begitu, Ica? Siapa dia?"

"Bos kantorku, Gi!" menunduk, memilin jemarinya, takut.

"Sebegitu sukanya ya kamu sama pekerjaan di sana sampai harus berani menentang suamimu, hah?"

Lisa anggap wajahnya, dia bergeleng, sumpah demi apapun dia tak menentang Gio sama sekali, dia hanya meminta kelonggaran.