"Kapten Ilham itu isterinya gagah sekali,"
"Iya betul, pakaiannya juga serba hitam, macam gangster ya,"
"Atau jangan-jangan sebenarnya dia punya masa lalu sebagai gangster kapten? Sama seperti di cerita cerita yang aku baca,"
"Yoi, kapten Ilham kan di jodohkan ya katanya?"
Ilham hanya diam ketika teman-temannya di mobil mulai berbicara, menyenggol persoalan rumah tangganya.
"Kapten Ilham, isterinya tadi bareng geng motor, ikutan yang kaya gitu ya?"
"Kapten Ilham gak ngelarang dia? Suami idaman kayanya ya hehe,"
"Memangnya kenapa gitu? Yang saya lihat mba Alea melakukan kegiatan positif positif aja, dia kan dan teman-temannya yang membantu tugas kita kali ini," bukannya Ilham, akan tetapi justru Anta yang sewot. Dia yang menimpali dan membela sosok isteri kaptennya.
"Setahu aku, waktu kami main-main dirumah kapten, memang mba Alea memiliki passion di bidang otomotif, khususnya mobil dan motor balap," timpal Bagas. Lelaki itu terbawa suasana juga.
Keadaan didalam mobil itu mendadak hening, namun orang-orang yang tadi memprovokasi terlihat kesal dengan pernyataan Anta dan Bagas.
"Kenapa jadi saudara yang sewot sih? Kapten Ilham saja tidak terganggu," ujarnya.
"Bukan begitu, wong sampean nada bicaranya kaya nyindir," timpal Anta.
"Terus? Tapi kan bukan ranah kamu menjawab pertanyaan saya,"
Keadaan semakin memanas, kali ini Anta yang dibuat bungkam. Memang membela isteri dari kaptennya tidak dibetulkan, tapi kan ini situasinya karena Ilham sendiri diam, sedangkan Anta tahu jika perempuan yang sedang mereka bicarakan adalah orang yang baik-baik.
"Tidak masalah kok karena saya tidak keberatan dengan pernyataan Anta. Dia mewakili jawaban saya sepenuhnya," ujar Ilham tiba-tiba, lantas hal itu membuat orang tadi tertunduk dan memalingkan wajah.
"Saya sarankan sama kamu, untuk tidak usil dengan kehidupan orang lain. Apalagi saya yang sudah berumah tangga, bisa-bisa kesalahpahaman seperti beberapa waktu lalu di kantor, terulang lagi ," seru Ilham dengan tatapan dingin.
"Dan bukan saya tidak keberatan. Akan tetapi diam saya jauh lebih berguna daripada menimpali omongan kamu yang tidak ada benarnya sama sekali, isteri saya mengajarkan untuk sabar dan jangan ladeni orang yang iri dengan kehidupan kita. Karena hal itu tidak bermanfaat dan sangat tidak berguna," imbuhnya diakhiri senyum sekilas.
Baik Anta dan Bagas yang ada didekat Ilham, maupun teman-teman yang lainnya, mereka semua tersenyum mendengar pernyataan sang kapten. Akhirnya dia angkat bicara juga, pikirnya.
Wiuw
Wiuw
Wiuw
Sedangkan perjalanan terus berlanjut, Alea sendiri memimpin jalan dengan pikiran yang campur aduk. Tadi dia berpapasan dengan Dirga, maka itu berarti bisa jadi ada Ilham disana. Yang perempuan itu tangkap dari situasi ini adalah suaminya juga terjebak dalam keadaan darurat, dan dia sedang bersama oranglain, bukan hanya teman pasukannya saja.
Hingga tidak terasa, jalanan yang tadi macet kini mulai lenggang. Kedua mobil ambulan pun bergerak lebih leluasa.
Tin!
Tin!
"Le! Rumah sakit yang di perempatan depan aja," Alea mengangguk mendengar intruksi salah satu temannya.
Dia pun memberikan aba-aba pada ambulan jika jalan dari sini sampai rumah sakit kosong, jadi mereka bisa leluasa dan akan menunggu di titik berikutnya.
Brum!
Karena sudah tidak terlalu jauh lagi, sekitar tiga ratus meter Alea dan semua rombongannya sampai, termasuk mobil Ilham. Melihat banyak korban suster-suster dan semua perawat lain berbondong-bondong membawa blankkar dan menyambut dengan cepat di bibir IGD.
Sret!
Tap!
Tap!
Tap!
"Tiga blankkar lagi suster!"
"Mereka semua korban kebakaran, kemungkinan diagnosis nya gangguan pernafasan, luka bakar dan traumatic,"
"Baik pak,"
Alea hanya bisa diam memperhatikan dekat motornya, ketika Ilham terlihat sibuk menolong korban. Oh jadi dia baru selesai melakukan sebuah penyelamatan?
"Lihat wajah hitam karena asap itu, tampan juga," gumamnya tersenyum.
Lalu beberapa detik berikutnya hal yang dibayangkan pun terjadi, Ilham menatap Alea dan pandangan keduanya pun beradu.
Ditempat lain Aron juga sedang dalam perjalanan menggunakan mobil pajero hitam mengkilatnya. Di tangannya terkepal sebuah pistol, lelaki itu memasuki pemukiman warga. Dan berhenti disebuah rumah sederhana bercat coklat.
Blam!
Aron keluar dari mobil dan menghampiri rumah itu, namun keadaan sekitar terlihat sepi, sepertinya sang pemilik rumah sedang keluar.
Sret!
Cetrak!
Tak disangka pistol yang dia pegang berperedam, saat dia menembakkan pelurunya ke arah lubang pintu, tidak terdengar bunyi bising dan seketika terbuka karena rusak. Dia pun segera masuk sebelum ada warga yang datang dan bertanya hal tidak berguna.
Tap!
Tap!
Tap!
Aron menyusuri setiap inci rumah itu dengan tenang, suasana yang sejuk, rapih dan nyaman pikirnya. Dia bahkan duduk santai di sofa sembari menikmati minuman yang ia sajikan sendiri. Lancang?
"Oh tentu saja tidak, aku sudah memberi salam namun tidak ada yang menjawab," gumamnya seraya menyeruput teh.
Saat saat tenang itu, tidak sengaja matanya melihat salah satu foto kecil di meja. Karena isinya menarik Aron pun mengambilnya. Senyum bahagia terbit di wajahnya.
"Oh Alea sayang, aku benar-benar tidak percaya kamu menikah dan meninggalkan aku," gumamnya seraya melihat foto pernikahan Alea dengan Ilham.
"Tapi aku akan segera mengambil mu kembali," imbuhnya tersenyum miring.
"Lelaki ini tidak pantas menjadi suami kamu, karena yang bisa memainkan kamu hanyalah aku seorang,"
Aron lalu menyimpan kembali figura itu ketempatnya, dan dalam keadaan sepersis mungkin dengan yang tadi. Lalu dia pergi kedalam kamar Alea dan meninggalkan pistol tadi dikasur begitu saja.
"Kira-kira bagaimana reaksi mu nanti?"
Jadi rumah yang didatangi Aron adalah rumah Alea, tujuannya untuk memberikan terror pada perempuan itu dan bagaimana reaksinya nanti, terlebih Ilham sang suami, karena Aron yakin jika suami dari mainannya itu tidak tahu apa-apa soal masa lalu Alea. Tentang perempuan itu yang ternyata adalah seorang mantan pembunuh bayaran.
Tap!
Tap!
Tap!
Keadaan di rumah sakit sudah kondusif, baik korban dari pihak Alea maupun Ilham, keduanya sudah mendapatkan penanganan. Dan baru sekarang mereka mendapatkan waktu luang, Ilham sendiri baru mendapat telpon jika keadaan di TKP sudah ada yang membereskan, jadi dia tidak perlu pergi kesana lagi. Mereka semua pun akhirnya berdekatan. Maksudnya orang-orang racing dan para tentara.
"Bapak-bapak baju loreng, semuanya kami mengucapkan terimakasih ya, berkat kalian perjalanan bisa lancar, selamat dan minim gangguan," ujar salah seorang lelaki pembalap.
"Kami juga, berkat kalian kendaraan di jalan lebih mudah menepi, pasukan motor tadi benar-benar hebat," timpal seorang tentara, seraya melirik kearah Alea.
Sut!
Anggi menyikut lengan Fiul tak kala melihat sosok Ilham, sedang menyender di mobil dan memperhatikan Alea dengan ekpresi datarnya.
"Dia suami ya Ale kan? Mau nyapa segan anjir," bisik Anggi.
"Bener, mana gue hitung matanya ngedip lima detik sekali, tajem banget liat Alea," timpal Fiul.
"Maklum pawing lagi dikerubunin buaya. Orang-orang Racing banyak yang gak tahu Alea udah nikah, noh mana deket lagi suaminya,"
Alea mendengar bisikan itu, karena dia berdiri tak jauh diantara teman-temannya.
Ekhem!
Perempuan itu hanya berdehem sebagai teguran, lalu detik berikutnya dia berjalan dengan santai menghampiri Ilham. Sontak semua pasang mata melihat kearah nya.
Sret!
Mata Ilham menatap Alea kebawah karena tinggi badan isterinya lebih pendek, jarak mereka dekat, dan keduanya tidak ada yang berbicara untuk beberapa saat. Dari sorot matanya, Alea bisa merasakan kekesalan dan banyaknya pertanyaan yang ingin dikatakan Ilham.
'Tapi dia kan suami gengsian, mana mungkin melakukan apa yang aku pikirkan,' – batinnya.
Sret!
Tanpa aba-aba, Alea menarik lengan Ilham dan membawanya pergi memasuki rumah sakit. Meninggalkan banyak pasang mata yang memperhatikannya dengan berbagai macam pikiran. Ilham sendiri tidak menolak, karena citra nya bisa hancur jika berbuat kasar pada Alea didepan semua orang. Barulah setelah dirasa cukup jauh, dia melepaskan genggaman tangan Alea dengan kasar.
Sret!
Tidak kasar juga sebenarnya, hanya sedikit kencang saja, sampai membuat Alea tertarik ke belakang. Mereka berdua pun kembali beradu tatap.
"Balapan hari tidak berjalan baik, aku terjebak dalam kecelakaan sedangkan balapan motor gagal total, dan teman ku Mega menjadi korban," ujar Alea menjelaskan situasinya secara singkat.
Namun Ilham tak bergeming, sorot matanya jelas terlihat sedang menahan marah. Alea tidak memperdulikan itu dan mencoba menariknya kembali, tapi Ilham menahan diri.
"Aku tidak peduli dengan penjelasan mu," gumamnya.
"Tapi kamu membutuhkannya, aku tahu itu dari mata mu," timpal Alea seraya menarik Ilham dengan kekuatan yang lebih besar.
Sret!
Jujur Ilham terkejut merasakan genggaman tangan Alea dan juga tarikannya, cukup bahkan bisa dikatakan sangat luat untuk ukuran seorang perempuan.
'Ini pasti karena tangan ku yang sakit,' – batin Ilham.
Tap!
Tap!
Tap!
Dan ternyata Alea membawa suaminya kedalam rumah sakit, dalam kebingungan Ilham hanya mengikuti kemana isterinya membawa pergi, keadaan koridor cukup ramai juga untuk sekedar ribut kecil.
Ceklek!
Tanpa salam atau permisi, Alea membuka salah satu pintu ruangan bertuliskan Dr. Geastin, membuat si empu yang sedang menulis terlonjak kaget.
"Suster kan sudah saya bilang ketuk terlebih dahulu jik-"
"Nice to meet you," gumam Alea tersenyum penuh arti.
"Oh shit!" pekik dokter bernama Geastin itu.
Untuk mengobati rasa rindu, semoga puas dan berkenan. Jangan lupa dukungan nya.
Kira-kira apa yang akan terjadi lagi setelah ini? Dan siapakah Dr. Geastin itu, bagaimana kelanjutan teror Aron?
Dukung terus cerita ini dengan memberikan vote, komentar dan bantu share sebanyak-banyaknya agar semakin banyak orang membaca cerita ini.
Salam rindu
Resa Novia💚