webnovel

Story Kalea&Ryuga

"Rasakan apa yang setiap terjadi dalam hidup kamu. Setelah itu baru kamu bisa mengeluh tentang sesuatu menurut pandanganmu." ----- Kekecewaannya terhadap ibu dan ayahnya karena hanya memikirkan Kania adiknya. Perasaan sakit hati, saat tau alasan kenapa ia harus tinggal bersama nenek dan kakeknya. Membuat Kalea menjadi tak berperasa. Sudah tak bisa mengartikan kesakitan dengan definisi yang berbeda-beda lagi. Sampai seseorang datang. Menawarkan penawaran hidup yang lebih baik. Dengan berat hati, Kalea menerima itu semua. Agar dirinya terbebas dari sebuah lilitan yang tak terlihat mata. Namun memasuki hidup yang baru tidak seindah pandangan mata. Banyak yang harus Kalea lalui mulai dari cinta tak terbalas, cinta segitiga dan banyak hal lainnya. Tapi tetap saja, tujuan pulangnya adalah satu. Tetap pada orang yang sama yang pertama ia temui setelah perpisahan

matspon · Teenager
Zu wenig Bewertungen
12 Chs

Ke rumah keluarga?

Perjalanan singkatnya aku sudah akan menaiki kelas lagi. Kelas sebelas, dan saat ini sedang ujian kenaikan kelas. Rasanya waw seketika karena pengawasnya adalah Pak Ryuga. Aku takut nilaiku masih jelek seperti pertengahan semester kemarin. Ekspetasi Pak Ryuga jatuh, dan itu lebih menyakitkan ketimbang aku kepeleset saat berjalan.

"Assalamu'alaikum, sudah berdo'a?"

"Sudah Pak." jawab kami serempak.

"Oke, kita akan mulai ujiannya. Yang tenang saja, karena waktunya banyak. Harus teliti, jujur dan tepat sasaran. Insha allah nilai kalian memuaskan."

"Aamiin." jawab kami serempak lagi. Karena setiap kelas dibagi dua. Setengahnya lagi dari kakak kelas. Melihat dari caranya tadi pagi. Bekerja sama dalam ujian, mungkinkah kali ini mereka akan mengulanginya lagi?

"Yes, handphone-nya engga dibawa." bisik teman sebangkuku dengan teman yang lainnya. Eitss, kalau aku niat dari tadi pagi. Udah ikutan deh, tapi masalah males engh takut ketauan apalagi ada iklan shoope tiba-tiba.

"Oh ya, jangan lupa kumpulkan hapenya." ucap Pak Ryuga kemudian. Semua langsung mengeluh. Karena kini pelajaran Fisika.

"Tapi Pak, butuh buat kalkulatornya." usul seseorang kakak kelas. Iya nih, aku juga engga bawa kalkul lagi.

"Yasudah, tapi dibawah. Jangan buka yang lainnya." semua langsung bergembira. Lalu terhenti karena Pak Ryuga mengucapkan untuk diam. Takut ketauan kelas lain soalnya.

Ternyata kerja Pak Ryuga profesional sekali. Berbeda dengan diriku yang terus dag-dig-dug tak karuan. Kayak lagi dugem aja nih hati.

Definisi guru yang aneh saat awal kini berpindah haluan. Pak Ryuga menurutku terlalu sempurna. Dewasa, mapan, bijaksana, mempesona pokoknya semuanya deh. Aku bahkan engga tau keburukannya. Karena yang kutahu cuman kebaikan dan kesempurnaannya saja. Jadi luvluv buat Pak Ryuga.

"Silahkan kumpulkan kalo sudah selesai. Semoga hasilnya memuaskan," ucap Pak Ryuga diakhir jam selesai.

"Aamiin." jawab semua murid serempak.

"Indra, tolong pimpin do'a ya." kami mulai beres-beres. Setelah orang yang disebut tadi memimpin do'a. Satu per satu menyalim Pak Ryuga. Karena barisanku paling akhir. Akhirnya aku kebagian terakhir, jadi kesingsal aku. Ketika selesai menyalimnya, rasanya itu lumrah saja murid kepada gurunya. Walaupun keseringan aku salim dirumah karena pulang telat saat bimbel. Pak Ryuga menahan tanganku. Aku melotot lalu berjalan mundur melihat sekitar.

"Tolong bawakan ke ruang guru." emm, jadi babu gue.

Aku mengambil gundukan kertas ujian itu. Lalu mulai mengekorinya, sebagian orang melihat biasa saja. Karena Pak Ryuga selalu menyuruh orang sesukanya. Entah itu suruh belikan batagor mang carma kek! Atau ambil absenan kek! Suruh ngabsen ke setiap kelas kek! Kayaknya dia titisan orang pesuruh. Atau laniannya Boss pesuruh. Kan bisa sama sendiri! Situ punya kaki kagak woiii!

"Jalan kamu lamban sekali." ruangan Bk tampak sepi. Memang kelas bubaran orang-orang biasanya memilih untuk segera pulang atau sebagiannya langsung ke kantin. Karena otak mereka yang sudah ngebul.

"Maap Pak sebelumnya." aku harus tau diri pemirsa.

"Kamu tunggu dimesjid ya, sekitar 20 menitan. Setelah ashar, nanti kamu ke parkiran mobil." ucap Pak Ryuga sebagai strategi ke sekian kalinya.

Terakhir kalinya lagi aku menyalim lagi tangannya. Namun kali ini tampak berbeda. Sentuhan diubun-ubunku, gustiiiii dia cium ubun-ubun aku?

Aku merasa lagi pipi-pipiku ini panas. Malu tau, apalagi kalo diliatin banyak orang. Aku menunduk ketika berjalan dan akhirnya sampai dimesjid sesuai perintah Bos pesuruh.

Karena boring aku memainkan ponsel saja. Di mesjid juga banyak siswa maupun siswi yang bermain hape menunggu adzan. Aku langsung membuka pesan saat menerimanya lagi met-time ini.

Seyna: Lagi apa Kalea?

To Seyna: lagi nunggu azan.

Seyna: Kal aku mau cerita.

To Seyna: boleh-boleh ada apa Sey?

Seyna: aku lagi suka sama seseorang, dia anak tetanggaku. Dia sesekolah juga sama kamu.

To Seyna: Oh ya? Siapa? Kelas berapa? Boleh dong aku tau identitasnya?

Seyna: Engga boleh, kan ini cinta diam-diam. Engga boleh berisik

To Seyna: T_T

"Kal, kok belum pulang?" Sandy datang dihadapanku. Aku langsung menutup obrolan dengan Seyna.

"Lagi nunggu orang." jawabku.

"Kan habis ujian engga boleh ada kegiatan." Sandy banyak nanya banget. Aku menyipitkan mata dan mulai merangkai kata-kata untuk membalasnya.

"Nah, Lo. Ngapain masih disini?"

"Gue? Malah malik nanya lagi, Gue nungguin Lo." aku spechless mengangkat sebelah alis.

"Ngapain Lo nungguin Gue?" lama menunggu jawabannya. Belum sempat menjawab Sandy keburu pergi karena adzan Ashar berkumandang. Prett, jadi mati penasaran gini kan. Aku langsung memakai mukena dan hendak ikut solat berjama'ah.

Setelah selesai salam. Ketika merapikan mukena aku melihat Pak Ryuga yang baru masuk mesjid. Kenapa dia ketinggalan solat berjamaah?

Sesuai dengan perjanjian. Aku menunggu diparkiran, banyak orang yang kukenal ku sapa balik. Kemana Pak Ryuga sih? Ini kok jadi penyapa orang-orang ya?

Ketika hendak mematut dicermin Pak Ryuga. Seseorang tampak berdiri dibelakang. Memandangku tanpa kedip, aduh jadi salting gue.

"Eh bapak, sudah lama?"

Ia tak menjawabnya. Hanya membuka pintu dan masuk, aku mengikutinya dibelakang. Jok belakang lebih aman karena tidak terlihat oleh kaca. Syukurnya saat diparkiraan tadi tidak ada orang yang melihat aku masuk mobil.

"Kita ke dokter dulu ya."

"Mau ngapain? Eh mau apa, Pak?" tanyaku terkejut.

"Katanya kamu sering sakit kepala, kayak sehabis kecelakaan? Mungkin bisa jadi memori yang terbongkarkan?" aku tercenung sebentar. Sakit kepalaku sudah agak mendingan. Maksudnya sudah mulai jarang.

"Iya sih, terus juga supaya tau kenapa kaya ada mobil yang kejar-kejar saya gitu."

Mobil Pak Ryuga kini aku tau kemana dia berlabuh. Pasti ke rumah sakit, tapi sebelum itu kami menepi disebuah masjid terlebih dahulu.

***

Ternyata perkiraanku salah besar. Pak Ryuga bukannya ke rumah sakit malah kerumah seseorang. Mana banyak orang lagi. Duh, sayang aku dibawa kemana ini??

"Loh, kita dimana Pak?"

"Dirumah saya." ucapnya tenang sembari memarkirkan mobil.

What!!!!?? No ini gila, GELO SIAH!!!

"Ngapain bapak bawa saya?"

"Lah, kamu kan anggota keluarga juga. Kebetulan keponakan saya yang kembar ultah. Dirayainnya dirumah mamah saya, sekalian kita kenalan dong."

GUSTI NU AGUNG!!!!

Aku menganga tanpa berkedip. Tiba-tiba keluar keringat dingin, hawanya juga tiba-tiba memanas. Jadi panas dingin atuh ini teh. Belum lagi tubuh gue yang gemetaran astagfirullah.

"Bapak mau bongkar status saya?!"

Dia mengangguk lalu membuka pintu kemudinya. Niat hati banget si akang. Gue yang kayak orang gelo beneran ini yaallah engga diperhatiin.

"Ayo Kal, keluar. Sekalian kamu ganti baju dulu."

Fiks. Bapak engga waras!

Sedih sekali aku tidak bisa mengutarakan seluruh isi hatiku. Kecewa berat aku, bodo amat deh mereka bakal mikir aku apaan.

"Assalamu'alaikum." salam Pak Ryuga. Semua orang mengalihkan perhatiannya. Kini kami menjadi pusat perhatian. Terlebih lagi aku yang mengekor padanya seperti kucing.

"Yuga, waalaikumussalam. Kenapa baru datang sih?" Seorang perempuan muda bertanya padanya.

"Hem, kepegat macet soalnya. Kak Ning dimana si kembar?"

"Mereka ditaman, lagi bakar-bakar sama om-om nya. Oh ya, dibelakang kamu siapa?" lama menutup mata. Aku langsung terbuka begitu melihat seseorang yang bertanya padaku.

"Oh dia?.." jeda Pak Ryuga sedangkan aku yang sudah menarik nafas. "Artis malam ini." APA?!

"Kamu engga salah?" ragu perempuan itu setengah berbisik. Elah masih bisa didenger ini.

"Dia jago tentang musik, tenang aja kak." balas Pak Ryuga meyakinkan sekali.

"Tapi kenapa masih pake seragam?"

"Aku jemput dia disekolahnya. Dia ini artis terkenal, sudah janjian sebelumnya. Oh ya, dia juga perlu ganti baju terlebih dahulu." kata-kata manis Pak Ryuga itu menusuk bagai duri. Apalagi semua tatapan keluarganya padaku.

Pak Ryuga mengarahkan kamar yang bisa kupakai. Aku menerima uluran tangannya dengan wajah kusut. Apa-apaan sih Pak Ryuga ini aku bisa main alat musik pun engga. Dia mau bunuh aku beneran ini mah.

Tunggu, ini adalah kamar Pak Ryuga? Karena terdapat poto-poto semasa sekolahnya dulu. Jadi niatnya bawa aku kesini apa sih? Ternyata baju pemberian Pak Ryuga tertutup. Ia juga membelikanku kerudungnya juga. Dengan senang hati aku menerimanya. Tapi sepertinya wajahku kusut sekali. Malu engga sih saat diliat banyak orang? Apalagi keluarga swami?

"Engga ada bedak lagi disini?" aku melihat-lihat sekitar. Tapi dalam jinjingannya tertinggal sesuatu. Alat make-Up. Niat banget Pak Ryuga buat semua ini. Sepertinya memang sudah direncanakan secara matang.

Aku menghampiri semua orang dan mencari keberadaan Pak Ryuga. Niat dia bawa aku kesini apaan yaallah?

"Eh Kal sini!" panggil Pak Ryuga begitu nampak.

"Dia dokter Risfan, Fan kenalin dia Kalea."

"Saya Rifan." aku menerima uluran jaba tangannya.

"Kalea."

"Kayaknya kita harus ngobrol didepan deh. Supaya agak sepi, mari." Kita bertiga berjalan kearah yang mulai sepi. Rumah keluarga Pak Ryuga cukup besar bahkan besar sih. Pantes rumah Pak Ryuga juga elite.

"Saya sudah tau tentang status kamu." kata dokter Risfan membuatku tercekat dan kaget sebentar.

"Dia kakak ipar saya, Kal." terang Pak Ryuga.

"Sejak kapan bayangan mobil mengintai kamu?" dokter Risfan memulai percakapan serius. Aku menarik nafas sebentar.

"Sejak, beberapa tahun yang lalu sih."

"Apa kamu ingat? Seperti apa bayangan kejadiannya? Dimana tempatnya? Keadaannya?"

Aku mulai berfikir sejenak."Saat itu hujan rintik-rintik, saya meminta pertolongan tapi tidak ada yang datang. Sepertinya juga sudah gelap, juga jalanannya yang sepi karena tidak terdengar suara kendaraan yang lain."

"Apa sekarang masih suka terasa sakit? Dibagian mana?"

Aku menggeleng, justru itu semenjak serumah dengan Pak Ryuga sakit kepalaku hilang."Dulu sih disini." tunjukku ke arah kening sebelah kanan.

"Apa kamu tak ingat sudah kecelakaan?"

"Engga, tapi dulu saya pernah bangun disebuah rumah sakit. Dan ada Kania juga disana. Kami berdua suka pingsan tiba-tiba."

"Apa saat bayangan kamu melihat Kania?"

Aku menggeleng lagi.

"Baik sudah selesai. Kita lanjutkan lagi nanti ya Kalea, takutnya memberatkan kamu. Nanti saya kasih resep pereda sakit kalo muncul gejalanya lagi ya. Saya permisi dulu, Yug permisi ya."

"Kamu bisa bernyanyi kan?" tanya Pak Ryuga kepadaku selepas dokter Risfan pergi.

"Bapak mau bunuh saya beneran ya!"

.

.

.

.

Next jan lupa vote dan komen tinggalkan jejak kalian:>