webnovel

Story Kalea&Ryuga

"Rasakan apa yang setiap terjadi dalam hidup kamu. Setelah itu baru kamu bisa mengeluh tentang sesuatu menurut pandanganmu." ----- Kekecewaannya terhadap ibu dan ayahnya karena hanya memikirkan Kania adiknya. Perasaan sakit hati, saat tau alasan kenapa ia harus tinggal bersama nenek dan kakeknya. Membuat Kalea menjadi tak berperasa. Sudah tak bisa mengartikan kesakitan dengan definisi yang berbeda-beda lagi. Sampai seseorang datang. Menawarkan penawaran hidup yang lebih baik. Dengan berat hati, Kalea menerima itu semua. Agar dirinya terbebas dari sebuah lilitan yang tak terlihat mata. Namun memasuki hidup yang baru tidak seindah pandangan mata. Banyak yang harus Kalea lalui mulai dari cinta tak terbalas, cinta segitiga dan banyak hal lainnya. Tapi tetap saja, tujuan pulangnya adalah satu. Tetap pada orang yang sama yang pertama ia temui setelah perpisahan

matspon · Teenager
Zu wenig Bewertungen
12 Chs

Jadi adeknya?

Cinta adalah ketika kamu sanggup

Menerima apapun pilihan tuhan

Setelah pelajaran terakhir selesai. Aku tidak langsung membereskan perlengkapan alat tulis. Karena hari ini piket, semua bangku harus di keatas kan supaya mempermudah membersihkan celah yang sulitnya.

"Kal, Gue mau nanya sesuatu sama Lo." ucapan Ola mengintrupsikan.

"Apaan?"

"Apa hubungan Lo sama Pak Ryuga? Apa juga hubungan Lo sama Sandy? Dan kenapa mereka berdua jagain Lo? Apa Lo titisan putri kerajaan?" tanya Ola bertubi-tubi membuatku ternganga.

"Hah?" maaf ya, otakku pelupa soalnya. Hanya mengingat pertanyaan terakhirnya saja.

"Lo kira ini cerita cinderella apa?" jawabku.

"Habisnya Pak Ryuga cekatan banget saat lindungin Lo. Terus dua rela baju belakang kemejanya kotor lagi padahal putih. Terus yah, Sandy juga langsung lari gitu terus dia nanya keadaan Lo dengan panik. Sebelum-sebelumnya, Gue pernah ketimpuk bola tapi kenapa engga ada yang nolongin yah?"

"Itu tandanya lo ngarep yang lebih sih, kan itu engga sengaja. Harusnya lillah, yah gue ketimpuk bola gara-gara engga liat. Bukannya, duh ada yang nolong Gue engga yah? Bukan gitu Ola, karena itu tuh selalu disesuain sama apa niatan kitanya."

"Oke, kalau nanti Gue ketimpuk. Gue bakal kaget banget, terus' yah ada bola kenceng dateng'." Aku tertawa mendengar ucapan Ola yang polos. Lalu melanjutkan lagi piketnya.

"Gue pamit undur diri, sekian." pamit Ola kepadaku. Aku langsung meng-iyakan tanpa lebih, karena untuk menghindari pertanyaan Ola jika dia ingat lagi.

Aku mulai membersihkan dari bagian dalamnya terlebih dahulu. Lalu—

"Astaga!!!!" aku kaget. Karena Zidan berdiri tepat dibelakangku. Aku memegang dada mendengarkan detak jantung, apa masih normal?

"Ngapain sih, Lo?!"

"Maaf, Kal. Gue cuman mau bilang tentang mimpi Gue semalem." ucapnya seperti seorang anggota pramuka. Dengan tubuh tegap dan tangan disimpan disamping jahitan.

"Mimpi? Mimpi apa Lo semalem?"

"Gue, mimpi...." ucapnya tertahan. "tentang," lanjutnya tertahan lagi. "Gue bilang..."

"Apasih Lo! Bilang apaan?" ucapku ngegas.

"Gue bilang suka sama Lo." Reflect aku menganga sempurna. Tak lupa juga dengan mataku yang melotot. Pegangannya pada sapu terlepas sempurna.

"Hah?" tubuhku membeku. Engga pernah aku ditembak kayak gini sama cowo. Pasa pegang sapu lagi, ini harus apa woii?

Kami jadi saling diam. Masih ditempat sama, beberapa menit Zidan juga tak berketik. Apa kita harus jadi patung kek gini terus ya?

"Gue bersih-bersih dulu yah." Zidan mengangguk lalu berjalan menunduk. 

Aku melihat Zidan yang masih berdiri  mematung dibalik pintu. Aku harus gimana? Bilang makasih masa?

Setelah selesai menyapu disetiap bagian. Aku memutuskan keluar, dan ternyata Zidan sudah tidak ada. Perjalananku berlanjut dan berhenti sejenak dilapang basket. Tampak Sandy sedang memainkan bola basket sendirian. Hampir petang lagi.

"Kal." panggilnya dengan ukiran senyum.

"Eh, San." aku mendekat ke bibir lapang.

"Lo punya minum engga?" pakaian Sandy sudah basa oleh keringat. Aku mengulurkan tissue ia mengambilnya lalu mengelap keringatnya.

"Gue engga punya minum. Soalnya kan bumi panas, tenggorokan Gue kering terus jadinya." kupikir reaksi Sandy akan Oh saja. Namun tampaknya dia malah bahagia.

"Bibir Lo lucu banget sih, pake manyun segala. Cuman gara-gara engga punya minum." Sandy geleng-geleng kepala. Aku langsung membekap mulutku.

"Serah Gue dong!"

"Kenapa Lo belum pulang?"

"Itu... Gue,"

"Nunggu seseorang?" terpaksa aku mengangguk. Karena hari ini adalah jadwal kelas tambahanku. Jadi aku tak bisa kemana-mana selain menunggu dia.

"Oke, hati-hati ya. Soalnya, kalo makin gelap ni sekolah sedikit serem." aku menimpuk Sandy karena bisa-bisanya dia menggodaku.

"Hati-hati juga Lo!" ucapku saat dirinya sudah jauh. Senang sekali bisa dekat dengan banyak laki-laki. Tapi kenapa hati ini rasanya kosong aja gitu. Lo engga punya nama apa, Ti?

Kakiku langsung mengarah ke kantor Bp. Pak Ryuga mana sih? Kan jadinya keinget kata-kata gobloknya si Sandy.

"Sudah lama menunggu?" suaranya muncul dari arah belakang. Aku berbalik dan mendapati dirinya yang tampak bersih. Berbeda denganku yang tampak kucel dan dekil.

"Baru kok." Aku berjalan mengekori dirinya. Keadaan hari yang tanpak makin gelap. Membuatku merasa seperti tidak terlihat. Apa ini rasa insecure itu? Kulitku makin gelap saja.

Lalu sebuah tangan kekar mengapit lenganku. Menggenggamnya erat seperti takut aku terjatuh. Perasaanku melambung begitu tinggi saat ini. Emang mungkin seorang guru suka sama muridnya?

Rasanya perasaanku jatuh saat itu juga. Kami menaiki mobil, suasana yang adem ayem saat itu. Tiba-tiba saja berisik. Karena suara perutku, aku meringis sesaat. Malu-maluin Lu tong.

"Belum makan?"

Aku tersenyum kecil. Perlahan mengangguk lemas. Ketika mataku menyipit, sekilas melihat bibirnya yang melengkung satu inci. Apa ini? Perasaanku tiba-tiba merekah seperti bunga. Masa kasmaranku dimulai kah? Aishh tiba-tiba aku merasa pipiku terbakar.

Mobilnya berhenti disebuah rumah makan. Aku melihat-lihat sekitar, dari letaknya beberapa radius meter jauh dari sekolah. Ya tuhan semoga tidak ada yang mengenaliku sejauh ini. Eh tunggu, pakaianku masih berseragam. Sedangkan dia memakai kemeja polos. Kenapa aku tampak seperti anaknya ya?

"Tolong pesan ayam bakarnya dua porsi." ucapnya pada pelayan.

Pelayan itu tampak senyam-senyum. Aku rasanya ingin mencakarnya saat ini juga. Tapi untuk saat ini aku hanya mendelik tajam tanpa orang tau.

Aku menerima makananku begitu lama. Namun tidak dengan orang disebelahku. Pak Ryuga sudah mendapatkannya lebih dulu. Dia melihatku terus menerus. Sedangkan aku yang cemberut melihat makanannya.

"Mungkin bentar lagi," ucapnya berusaha menenangkanku. Tapi ini sudah lewat dari batas sabar. Aku berdiri dan melangkah untuk bertanya tentang makananku.

"Permisi, mbak saya mau tanya pesanan sa—"

"Dek, maaf ya pesanannya telat. Tapi saya bisa kasih saat ini, kalo adek mau kasih nomor hape ayah adek."

What?!!!!

"Maaf mbak, saya engga jadi makan disini. Saya bakal kasih ulasan paling jelek kalo makan disini. Biar semua orang tau, pesanan disini lamban kaya siput." aku berbalik dengan menggertakkan kaki ke lantai dengan keras.

Aku kembali ke meja dimana Pak Ryuga berada. Dia tampak keheranan begitu melihat wajahku yang urakan. Aku menarik nafas panjang lalu mengambil tas dan berlalu pergi. Aku tak bisa berhenti meski Pak Ryuga terus memanggilku.

"Kenapa keluar?"

"Saya engga mau makan disana," ucapku dingin. Pasalnya kemarahanku kini berada diubun-ubun. Rasanya seperti anda menjadi ironman. Bukan. Bukan odading astagfirullah.

"Apa makananmu engga ada?" tanyanya hati-hati.

Kesal sekali ketika mengingat wajah mbak-mbaknya. Dia mengiraku sebagai anaknya? Kalau aku punya ayah kayak gini. Udah deh, engga mau keluar-keluar dah gue. Jadi anak kesayangan. Tapi sikapku langsung bertolak belakang. Aku masuk ke mobil tak bercakap-cakap lebih banyak. Soalnya mereka nanti banyak yang mengira tidak-tidak lagi.

"Sebenarnya pelayannya bilang apa?"

"Engga ada,"

"Bilang engga ada"

"Engga bilang apa apa."

"Sebenarnya kamu kenapa?"

"Bisa tidak, kalo kita langsung ke tempat belajarnya? Keburu malem banget nanti." jawabku dan langsung menghentikkan perbincangan kami.

***

"Kamu Kalea?" tanya seseorang kepadaku. Aku langsung mengangguk dan kembali lagi jadi patung. Sesampai kami ditempat les privat, aku malah bertemu dengan guru lembek.

Dia setengah-setengah.

"Oke, nanti gue kasih tau sama Lo kalau udah jam pulang ya brey." ucapnya.

Pak Ryuga melihat kearahku. Ia tampak kebingungan soal sikapku. Tapi aku pura-pura bodoh tidak menyadari sikapnya. Keputusanku bulat, aku harus mengakhiri semuanya sebelum terlambat.

"Gue titip dia sama Lo ya, kalo sampe jam 9 Lo engga kasih kabar. Gue bakal jemput langsung." ucap doi pada si lembek.

Seusai aku masuk ruangan. Dan Pak Ryuga sudah pulang. Si lembek itu memperkenalkan jati dirinya.

"Hello, good night semuanya."

"Good night too." ucap kami serempak. Aku mengatakannya dengan malas.

"Sebelumnya perkenalkan nama terlebih dahulu yah, karena seperti pepatah tak kenal maka tak sayang. Nama ekeu, Mr. Rey you panggil I MR. REY." Ucapnya tepat diwajahku. Dia sengaja pasti.

"Oke." jawabku singkat dan sedikit berteriak.

Kesal sekali setelah kejadian tadi. Terus kesini malah makin kesal, kenapa bisa guruku macam sepertinya? Aku menekan perut karena sakit. Pasti masuk angin, terlebih tadi aku tak makan terlebih dahulu.

"Bodoh banget sih Lo," gumamku pelan. Sebungkus roti mengarah kepadaku. Dari arah samping muncul seorang perempuan berjilbab yang tersenyum kepadaku.

Aku menatapnya dari tangan dan langsung tepat ke matanya.

"Kamu pasti laper" ucapnya tanpa mengeluarkan suara. Aku tau pasti agar tidak terdengar sama si Lembek.

Aku mengangguk dan menerima uluran tangannya. Lalu memakannya secara perlahan-lahan agar tidak ada yang tau.

"Aku Seyna," ucapnya lagi sama seperti tadi. Kali ini aku menerima uluran tangannya untuk berjaba tangan.

"Aku Kalea."

"Aku Mr. Rey!"

.

.

.

Nextt jan lupa vote and comen.