webnovel

Story Kalea&Ryuga

"Rasakan apa yang setiap terjadi dalam hidup kamu. Setelah itu baru kamu bisa mengeluh tentang sesuatu menurut pandanganmu." ----- Kekecewaannya terhadap ibu dan ayahnya karena hanya memikirkan Kania adiknya. Perasaan sakit hati, saat tau alasan kenapa ia harus tinggal bersama nenek dan kakeknya. Membuat Kalea menjadi tak berperasa. Sudah tak bisa mengartikan kesakitan dengan definisi yang berbeda-beda lagi. Sampai seseorang datang. Menawarkan penawaran hidup yang lebih baik. Dengan berat hati, Kalea menerima itu semua. Agar dirinya terbebas dari sebuah lilitan yang tak terlihat mata. Namun memasuki hidup yang baru tidak seindah pandangan mata. Banyak yang harus Kalea lalui mulai dari cinta tak terbalas, cinta segitiga dan banyak hal lainnya. Tapi tetap saja, tujuan pulangnya adalah satu. Tetap pada orang yang sama yang pertama ia temui setelah perpisahan

matspon · Teenager
Zu wenig Bewertungen
12 Chs

I need a happy right

Kasyifa dan Tasya membagikan tiket kereta kepada semua orang. Lalu Adnan yang ditunjuk sebagai juru bicara. Langsung menjelaskan secara rinci bagaimana keberangkatan dan apa saja yang akan kita lakukan.

"La, nanti bareng yah pas berangkatnya." tuturku. Tapi Ola langsung mengangkat wajahnya.

"Tapi Gue bareng sama Mala dan juga Dara, soalnya rumah mereka deket sama rumah Gue."

"Oh yaudah," aku melipat kertas itu.

Sehabis bel istirahat berbunyi. Ada bola yang membentur kepalaku. Pelakunya siapa lagi kalau bukan Zidan.

"Sakit tau! Engga sopan." Marahku.

"Maaf, engga sengaja kali. Lo sih, dijalan pake ngelamun segala."

Eits, Zidan tau aku sedang melamun?

"Nah kan, ngelamun lagi lo. Sini- nih tangkap."

Dengan sibuk aku langsung menangkap bola itu. Tapi sayang sudah terlambat. Bolanya mengotori bajuku. Aku melotot pada Zidan yang sedang tertawa terbahak-bahak melihat reaksiku.

Dengan kesal aku memotong-motong bola itu dengan cutter yang selaluku bawa. Zidan sempat marah, tapi aku langsung hengkang pergi dari sana.

Dipersimpangan jalan. Aku melihat seseorang yang seperti tak asing.

"Kania? Ngapain Kania kesini?"

Baru saja aku ingin berbalik. Satu suara memanggilku."Kak?"

"Hem."

Kania mendekat kearahku. Dengan bibir yang melengkung sempurna. Matanya berbinar, dan tampak ceria.

"Kamu, ngapain disini?"

"Aku lagi, ngambil formulir. Sekolah ini nunjuk aku sebagai pembawa acara buat kelulusan nanti."

Alisku bertautan keduanya. Buat apa sekolah menunjuk orang luar? Sedangkan orang dalam tidak dilihat sama sekali.

"Aneh," aku yang terlihat cuek. Membuat Kania sedikit muram.

"Nanti aku mau sekolah disini." ucapnya tiba-tiba.

"Ngapain? Buat apa? Kamu tuh udah diem dikota. Ngapain ke kampung sih?" ujarku tak terima

"Besok dateng ya, Kak."

"Kemana?"

"Waktu itu aku kasih tau." oh waktu kemarin dari kemarinnya lagi.

"Nanti aku dateng kalo engga lupa." aku langsung berlari begitu mendengar bel berbunyi. Sedangkan Kania? Saat aku berbalik melihatnya. Kania malah sedang berbincang dengan Pak Ryuga.

***

Saat pagi-pagi sekali kami sudah berkumpul disatu titik. Ridwan sebagai ketua kelas mengamankan semua penjuru.

"Oke temen-temen Gue yang bar-bar ini. Mari kita berdo'a terlebih dahulu agar dikasih keselamatan, kesehatan dan sampai pada tujuan dengan aman. Aamiin."

"Aamiin," jawab kami serempak.

"Yaudah yuk!" kami berangkat menggunakan angkot. Dengan ongkos ditanggung sendiri. Sampai distasiun kami harus menunggu lagi.

Ketika rel kereta yang akan kami naiki berbunyi. Dengan santai kami memasuki kereta satu per satu.

Aku yang duduk bersebelahan dengan Dania. Asik memotret menggunakan pose-pose ala ala korea gitu. Lalu Kasyifa dan Egy yang bernyanyi dengan suara pas-pasan mereka. Hari itu kami sangat bahagia. Lalu ada Tasya yang membagikan konsumsi saat kami masih berada di rel kereta. Karena Tasya ini kaya, maka biaya perut semuanya Tasya yang tanggung.

"Udah ah Gue cape, awas jangan macam-macan loh!" Tasya menggertak karena Zidan terus menjailinya.

Ketika aku kembali sehabis dari toilet. Tak sengaja aku sudah melihat Ridwan bersama Adel. Saat tadi Ridwan duduk dibawah bersama cowok-cowok yang lain. Kini Ridwan terlihat sedang tertawa bersama Adel.

Perasaan macam apa ini?

Aku hanya melamun setelah itu. Bahkan tak sadar juga bahwa kami telah sampai dikota. Tiba-tiba aku teringat sesuatu. Kania sedang mengadakan pesta tanpa kehadiranku. Sedih rasanya, melihat mereka bahagia tanpa aku. Tapi aku bisa apa? Aku masih tak mau melihat mereka. Mungkin luka ini memang belum sembuh saja.

"Hey, kol!"

"Astaga, anjir Lo. Kaget tau cok!" Zidan hanya cengingisan.

"Hayu atuh, Lo masih ngelamun aja sih." Zidan menarik tanganku dengan paksa. Kami menuju aquarium ikan.

Zidan memaksaku untuk memotretnya. Lah kok malah jadi tukang poto sih!

"Males Gue malah jadi tukang poto Lo doang!" kataku dengan cemberut.

"Ey lemesnya tuh bibir. Pengen Gue lahap juga."

"Eitss—" aku menjauh seketika ketika Zidan hampir saja menyentuh wajahku. Mau apa coba dia?

"Gue mau ke toilet dulu," ucapku gugup. Karena Zidan juga sama-sama diam.

Dengan muter-muter aku kebingungan mencari sebuah toilet saja. Tempat hiburan macam apa ini? Tapi aku hampir lupa dimana teman-teman yang lain?

Dengan tergesa aku membuka tas. Namun sayang, aku lupa mencharger-nya kemarin malam. Duh, kalau gini bisa kesasar nih.

Dua puluh menit aku muter-muter mencari mereka tetap nihil tak mendapatkan hasil apapun. Ke tempat terakhir ketika aku bersama Zidan pun tetap tak bertemu mereka juga. Ini sebenarnya kenapa bisa kebetulan gitu sih mereka hilang semua?

Yaallah mereka dimana? Aku engga tau jalan pulang.

Tubuhku gelisah, rasanya ingin nangis kejer-kejer juga saat itu. Apa aku coba pake telfon orang yah? Tapi malu dong.

Aku berakhir ditempat makan. Siapa tau juga mereka disana. Tapi setelah dilihat-lihat, mereka memang tidak ada. Pikiranku masih kacau, tapi otakku kosong gara-gara kelaparan. Jadi aku memesan makanan dulu, baru setelahnya aku mencari mereka lagi.

Setelah selesai mengisi perut aku kembali mencari mereka lagi. "Permisi kak, kalau ditempat gini saya bisa charger hape engga yah?" tanyaku pada pelayan disana.

"Bisa kak, itu tempatnya ada disana." tunjuknya pada barisan yang begitu panjang.

Gusti kapan kebagiannya atuh?

Aku kembali lagi memutar arah. Dari tempat bermain anak sampai ke bagian makanan-makanan. Mereka tetap tak terlihat wujudnya. Ini tempat gede, tapi emang segede bumi gitu? Engga mungkin kan aku terpisah lalu tak sengaja kebetulan ketemu lagi?

Tapi sampai jam 6 sore pun mereka tetap tak ada. Firasatku mengatakan mereka sudah pulang. Jadi aku memutuskan untuk pergi juga dari sana. Percuma deh seharian keliling sana keliling sini tetep aja engga ketemu tuh. Tubuhku itu pegal luar biasa. Dan kayaknya mulai keserang bibit-bibit flu nih.

"Mang, pesen satu porsi ya." pesanku pada pedagang nasi goreng itu. Uangku sudah mulai menipis, terus langit sudah mulai gelap lagi. Setelah makan aku memutuskan untuk pergi ke mesjid. Sekalian minta petunjuk jalan sama Allah. Tapi saat dzuhur maupun ashar tetap saja do'aku tak dikabulkan.

"Kalea?"

Aku mengangkat wajahku. Lalu membulat sempurna seolah tak percaya."Pak Ryuga?" kataku sumringah. "Asik, alhamdulillah ya allah ada Pak Ryuga disini."

"Kamu disini sama siapa?"

"Nah itu Pak, tadi kan saya tuh bareng-bareng sama temen yang lain. Tapi saat dijalan kami tub pisah. Saya engga tau jalan pulang, takut juga kalau sendirian." ucapku panjang lebar.

"Jadi kamu ketinggalan? Dan pisah sama rombongan?" Nah betul. Aku mengangguk antusias.

"Yasudah, kamu pulang sama saya."

Dengan senah hati aku mau Pak.

"Tapi kenapa kamu disini? Bukannya Kania lagi ada acara"

Aku menaikkan sebelah alisku.

"Dari mana Bapak tau? Bapak kenal sama keluarga saya?"

"Ah engga, cuman bertanya saja. Oh ya, setelah selesai makan kamu ke mesjid didepan ya. Saya mau solat dulu, dan mobil saya diparkir disana."

"Iya Pak." jawabku. Syukur banget dapet tumpangan yaallah. Gimana nasibnya kalo aku engga ketemu sama Pak Ryuga? Terus aku pulang dari sini gimana?

***

Aku melihat Pak Ryuga yang keluar dari mesjid dengan rambut yang kulimis. Kok tiba-tiba mendadak ganteng gitu yah?

"Kamu sudah solat?" aku mengangguk  sebagai jawabannya.

Didalam mobil hanya ada kami berdua. Ngomong-ngomong kenapa Pak Ryuga kesini sendirian? Jadi kepo akut gitu yah aku.

"Ehm, Bapak lagi ngapain disini?" aku membuka percakapan kami.

"Saya lagi ketemu sama temen orang sini ceritanya. Tapi katanya mendadak dia ada urusan. Yasudah sebagai gantinya saya makan nasi goreng dan engga sengaja ketemu kamu."

Aku hanya bisa tersenyum. Engga pernah sekalipun aku dekat gini dengan guru. Kalau Ola tau aku sedang duduk dimobil bersama Pak Ryuga bagaimana yah? Atau Tasya. Atau seisi club fans Pak Ryuga? Tapi kan Pak Ryuga itu sudah dewasa. Mungkin dia juga mulai berkencan dengan beberapa wanita.

"Kamu mikirin apa?" aku tersentak kaget.

"Engga, engga mikirin apa-apa kok Pak." aku menggeleng.

"Kamu kesini dari jam berapa?"

"Jam 9." balasku singkat.

"Kepisah jam berapa?"

"Pokoknya engga lama sehabis itu, adzan Dzuhur." Pak Ryuga berbicara denganku tapi tatapannya lurus kedepan.

"Tapi saya engga sengaja ketemu Ridwan tadi."

"Hah? Yang bener Pak? Dimana?" aku mulai penasaran. Pak Ryuga saja bisa ketemu masa aku engga.

"Di taman."

Eits aku muter-muter isi tempat itu ternyata mereka diluar?

Aku melihat jalan. Sepertinya daerah perkampungan karena jalannya tidak sebesar tadi. Tiba-tiba kepalaku berdenyut lagi. Aku memegang kepalaku kuat.

"Kenapa Lea?" mobil Pak Ryuga berhenti. Dan dia seperti mencemaskanku.

"Kepala saya pusing lagi Pak, aw kayak habis kecelakaan gitu. Ada mobil didepan saya pakk!"

"Tenang Lea." Pak Ryuga mencoba menenangkanku. Dan aku yang entah kenapa menangis histeris.

"Hey ada apa?" seseorang mengetuk kaca mobil kami.

.

.

.

Jangan lupa vote dan komen.