webnovel

Story Kalea&Ryuga

"Rasakan apa yang setiap terjadi dalam hidup kamu. Setelah itu baru kamu bisa mengeluh tentang sesuatu menurut pandanganmu." ----- Kekecewaannya terhadap ibu dan ayahnya karena hanya memikirkan Kania adiknya. Perasaan sakit hati, saat tau alasan kenapa ia harus tinggal bersama nenek dan kakeknya. Membuat Kalea menjadi tak berperasa. Sudah tak bisa mengartikan kesakitan dengan definisi yang berbeda-beda lagi. Sampai seseorang datang. Menawarkan penawaran hidup yang lebih baik. Dengan berat hati, Kalea menerima itu semua. Agar dirinya terbebas dari sebuah lilitan yang tak terlihat mata. Namun memasuki hidup yang baru tidak seindah pandangan mata. Banyak yang harus Kalea lalui mulai dari cinta tak terbalas, cinta segitiga dan banyak hal lainnya. Tapi tetap saja, tujuan pulangnya adalah satu. Tetap pada orang yang sama yang pertama ia temui setelah perpisahan

matspon · Teenager
Zu wenig Bewertungen
12 Chs

Awal baru

Ini sudah kedua kalinya kamu tidak menanyakan pendapatku tentang sesuatu menyangkut diriku

——

Ini lebih dari gila. Aku lupa sama pelajaran Pak Ryuga. Kalau tau dia hadir saat ini. Sudah pasti aku akan ngacir pergi UKS. Lumayan kan, akukan baru bangun dari sakit.

"Siapa yang tidak hadir?" tanya Pak Ryuga. Loh loh, kok?

"Kayaknya Zidan sama Rangga deh Pak." kata Ridwan. Pas aku lihat jajaran belakang, dan memang Zidan tidak ada.

"Keterangannya apa?"

"Keduanya alpha, Pak."

"Oke," Pak Ryuga menulis di daftar absensi. "Kamu sudah sehat, Kalea?"

"Hah?" ucapku terkejut. "Anu itu, alhamdulillah saya sudah sehat." koreksiku cepat. Keliatan banget gugupnya engga sih aku?

"Bagus kalo gitu," imbuh Pak Ryuga dengan senyumnya. Eits ngapain dia senyum kek gitu coba?

"Yasudah, semoga kelas ini tidak banyak yang Alpha."

"Aamiin, Pak." seru sekelas.

"Bapak kembali dulu, assalamu'alaikum." pamit Pak Ryuga begitu saja. Tunggu-tunggu...

"La, sekarang jadwalnya apa?" tanyaku pada Ola yang duduk disebelah. Sehabis Pak Ryuga melangkah keluar dari kelas tentunya.

Ola tampak melihat keatas."Geografi, Sejarah sama Matematik dan Agama."

"Ga ada BP/bk?" Ola menggeleng menjawabnya.

"Apa sih Lu, kayak yang kangen sama Pak Ryuga aja." aku tiba-tiba jadi patung. Ya ampun, bisa disamain sama kangen yah? Ini lebih kecampur sama takut. Takut kalo Pak Ryuga ngbecorin hal yang tak logis malam itu. Ketakutan ku percuma saja tadi. Gusti kapan sih, ketakutan ini hilang?

"Ih malah ngelamun, kenapa tadi Pak Ryuga langsung senyum yah?" Ola bertanya demikian.

"Au, bukan Gue yang suruh juga. Tanyain aja ke dia, Gue kan bukan istrinya." aku langsung menggigit bibir bawah.

"Ih, halu Lu. Engga mungkin Pak Ryuga punya istri kayak Lu, selain lupa ingatan. Lo juga teledor, masa sama pelajaran aja Lo lupa, terus lupa charger hape lagi, terus suka lupa sama sepatu sendiri lagi."

"Stop!" sanggahku cepat. Jangan buka-buka dosa dan aib Gue yang banyak itu dong. "Namanya juga manusia, punya kekhilapan." kataku. Ola hanya bergidik ngeri ketika aku bilang begitu.

***

Karena jam pulang larut. Aku senantiasa mengabari nenek dan kakek terlebih dahulu. Tiba-tiba seseorang datang dan menarikku kedalam.

"Pak Ryuga?" kataku nyaring.

"Saya mau ngomong sama kamu." katanya.

"Maaf Pak, tapi kita harus profesional." apa-apaan lagi tuh profesional kayak lagi kantoran aja gue.

"Kenapa kamu baru pulang?"

"Saya udah latihan KIR." aku melihat sekeliling. Takut kalo ada kakel yang lewat terus lihat aku yang berduaan sama Pak Ryuga dilorong gelap begini.

"Kamu pulang sama saya."

"Engga makasih Pak, s-saya udah pesen ojeg online." boro-boro.

Pak Ryuga terlihat seperti berfikir sesuatu. Plis jangan aneh-aneh. Apalagi kalau minta sesuatu yang bahkan aku mikir aja belom. Atau pengen ketemu keluargaku yang lain. Atau yang lain dari yang lainnya juga engga boleh.

"Yasudah, hati-hati dijalan Kalea." ucapnya santai begitu saja keluar dari bibirnya. Aku mengharapkan apa lagi coba?

"Baik, Assalamu'alaikum Pak." pamitku. Tapi bari selangkah aku balik lagi kebelakang. Aku menyalim tangannya. Jangan berfikir yang aneh-aneh! Dia adalah guruku. Peraturannya ketika bertemu guru 3S. Senyum, sapa, kemudian Salam.

Tapi reaksinya tetap sama. Tak ada kisah seperti dia mencegatku untuk pergi. Atau mencoba mengubah keyakinanku agar mau pulang bersamanya. Jadi kesel sendiri deh jadinya. Wuh, aku berjalan dengan kaki yang disentakkan ke tanah karena kesal.

Menyesal? Oh no, engga mungkin aku nyesel. Tapi emang bener, karena aku tak bawa motor. Jadinya aku harus menunggu ojek yang berhenti. Apalagi sudah terdengar adzan maghrib lagi. Aku takut, kalau Pak Ryuga keluar dan aku masih diam disisi jalan. Bukan hanya ketahuan aku berbohong tapi juga dia akan menertawakanku. Ojek online? Aplikasinya saja aku tak punya. Telfon teman yang ada? Kayaknya engga oke deh. Sebagian orang dikelas itu yang teman dekat hanya 4 orang. Sisanya ya teman sekelas. Miris banget hidupku, kalau jalan dari sekolah ke rumah kakek pun akan sangat melelahkan.

"Kalea? Masih tak mau?" tiba-tiba Pak Ryuga berdiri disampingku dengan tampang yang apa kataku dia pasti menertawakan kekonyolanku. Dengan terpaksa aku mengambil helm yang ia bawa dengan sedikit kasar. Lalu menaiki motor matic-nya.

Motor Pak Ryuga berjalan santai. Bahkan sesekali berhenti ketika diper-empatan. Dan sesuai lencana, selama perjalanan pun kami sama-sama diam. Seperti dilem dengan lakban. Juga taak ada yang menyinggung soal apapun. Apa aku saja yang kelewat baper. Baper kalo Pak Ryuga bakal membawaku setelah kejadian malam itu?

"Kamu mau nyimpang dulu engga?" suara Pak Ryuga terdengar. Aku mendekat kearah telinganya.

"Dimana?" nadaku sedikit teriak.

"Dirumah makan itu," tunjuknya dengan dagu. Aku melihat-lihat, lumayan juga sih kalau aku makan dulu. Tapi gengsi ah, nanti nyangkanya aku yang ngarep-ngarep lagi.

Tapi tak lama kemudian. Motor Pak Ryuga berbelok. Lalu berhenti didepan rumah makan yang ia tunjuk sebelumnya.

"Tapi saya mau." ucapnya jelas. Wih, dia seperti tau isi otakku saja.

Ketika dia mulai memesan. Aku sedikit tergoda dengan daging ayam bakarnya. Kenapa coba rumah makan pake kaca. Kan jadinya laper nih perut, bikin malu aeng aja lu.

"Yakin kamu engga mau? Kalo mau, silahkan pilih." tawar Pak Ryuga. Aku hanya menatap malas kearah tempat lain. Wanita memang super sulit, plis jangan gengsian deh lo. Tapi apa mau daya, gengsi lebih mengalahkan semuanya.

Kami kembali dan melanjutkan lagi perjalanan. Tapi ngomong-ngomong, kok Pak Ryuga pilih jalan muter yah? Arahnya memang sama pulang kerumah kakek. Tapi perjalanannya jadi panjang. Karena kami kepusat berbelanjaan terlebih dahulu.

Ketika kami sampai. Aku menahan Pak Ryuga agar tak masuk halaman. Tapi reaksinya biasa saja. Dan dia melangkah mantap masuk kerumah nenek.

"Pak, mau kemana?"

"Saya mau bertamu dulu." entengnya ia berucap seperti itu.

"Loh, mau apa Pak?"

"Mau kenalan," Pak Ryuga langsung mengetuk pintu. Ini gimana ceritanya sih! Yaampun Pak mau ngapain sih!?

"Assalamu'alaikum." aku berusaha menarik baju Pak Ryuga agar tidak terus mengetuk pintu. Dibilang engga sopan, biarin deh! Engga peduli lagi gue. Ini udah masuk soal masa depan dedek yang lagi diujung tanduk ini.

Krek...

Suara pintu terbuka dan menampilkan nenek dengan mukenanya yang putih itu.

"Walaikumussalam, maaf ya nenek baru habis sholat."

"Engga papa nek, boleh saya minjem tempat untuk sholat nek?"

"Boleh-boleh masuk yuk." ajak nenek kepada kami untuk masuk. Firasatku mulai tak enak ini.

Aku berjalan bergontai untuk masuk. Dan sepertinya Pak Ryuga sangat akrab sekali dengan nenek.

"Kamu kok baru pulang?" tanya nenek kepadaku.

"Habis latihan KIR soalnya. Siapa tau jadi profesor atau penemu alat canggih." ujarku dengan antusias.

"Halu aja," cibir nenek keras. Aku hanya melongo, dari mana nenek tau bahasa halu? Kukira hanya anak muda saja yang tau kata ajaib itu.

Sehabis berganti pakaian. Pak Ryuga masih belum menampakkan batang hidungnya. Aku jadi grogi seketika, takut sekali masalah kami kebongkar. Aku duduk di sofa sambil menunggu Pak Ryuga keluar.

"Kenapa lama sih? Kayak dandan wanita aja." gerutuku kesal. Nenek sempat menimpuku dengan bantal. Katanua 'engga sopan!'.

Aku hanya cemberut saja. Tapi tak lama setelah itu Pak Ryuga keluar dengan rambutnya yang sedikit klimis.

"Nak, Ryuga? Apa mau makan malam terlebih dahulu disini?" tawaran nenek membuatku tertohok seketika. Plis jangan mau. Tapi dari mana nenek tau kalau si bapak ini namanya Ryuga yah? Sewaktu lalu, mereka belum berkenalan.

"Kalau tidak keberatan sih, oh ya saya bawa buah tangan juga kesini. Lumayan untuk menjadi lauk pauk saat makan nanti. Kalau kakek? Dimana ya nek saya seperti tidak melihatnya."

"Kakek tadi ke mesjid ada acara tahlilan, cuman sebentar nanti balik lagi." nenek dengan senang hati membuka bingkisannya. Aku tau itu pasakan dari rumah makan tadi tapi baunya itu kayak ayam bakar!

Kami berpindah ke meja makan. Nenek menyiapkan nasi dan piringnya juga. Aku hanya diam, karena biasanya juga kayak begitu. Tapi entah angin dari mana, nenek langsung menyuarakan suaranya untuk menyuruhku melayani seseorang didepanku.

Dengan berat hati aku melayaninya. Sial, kenapa dia jadi kayak anggota baru sih!

"Assalamu'alaikum." ucap salam kakek yang baru datang. Kami berempat langsung makan malam dengan khidmat. Aku juga tak peduli lagi soal Pak Ryuga yang hadir ditengah-tengah kami.

"Ini jadi makan malam terakhirmu disini yah," ucap nenek tiba-tiba.

Duarr....

.

.

.

.

.

Tbc jangan lupa sertakan jejak kalian.