"K-Kita pergi saja. K-Kita harus pergi, Night. Please."
Night sempat bergeming saat mendengar ucapan Honey. Di mana gadis itu kini terus memohon agar dibawa pergi dari sana.
Vampir jantan itu melayangkan pandangannya ke sekitar mereka. Memandang semua vampir yang tampak seperti hendak mengerubungi keduanya untuk dikuliti hidup-hidup. Namun Night selalu bersiaga. Jaga-jaga kalau ada yang bergerak dan menyerang tanpa komando.
"Aku mohon, Night. Ayo kita pergi saja…." bisik Honey yang kini mulai terdengar lebih merengek. Dia mulai tak tahan. "Please, Night…"
Night akhirnya menggangguk sambil melirik sang gadis dengan singkat. Dia bahkan balas menggenggam tangan Honey yang terus meremas tangannya dengan sangat gugup. Sebisa mungkin berusaha untuk menenangkannya.
"Sayang sekali, sepertinya saat ini aku tak bisa meladeni kalian, Sudah kubilang, bukan? Aku kehilangan ingatanku. Jadi aku juga sedikit lupa dengan kemampuanku di masa lalu," kata Night sambil melirik Justin lagi.
Orang yang dimaksud tampak mengangkat tangan. Memberi aba-aba untuk menghentikan setiap pergerakan dari rombongan di belakangnya. Semua vampir itu kini tampak kembali berdiri dengan tenang di tempat mereka. Seakan bersiap menunggu perintah selanjutnya.
"Baiklah. Untuk kali ini aku akan membiarkanmu melarikan diri. Kau sepertinya masih butuh waktu untuk menerima kenyataan dan mengumpulkan kembali akal sehatmu itu. Karena sejujurnya memang akan membosankan rasanya kalau melawan seseorang yang masih lemah dan bahkan tak bisa mengingat dirinya sendiri." Justin menyahut dengan suaranya yang berat. Terus memandang Night dengan tajam. "Tapi di kesempatan selanjutnya kau tidak akan bisa melarikan diri. Nantinya ketika kita bertemu lagi, kau tak akan bisa kemana-mana. Kita harus menyelesaikan perang yang sudah terlalu lama tertunda ini untuk menemukan pemenangnya."
"Kau jangan khawatir soal itu. Karena sejujurnya aku ingin melakukan hal yang sama. Aku tak ingat apa motifmu melakukan ini, namun aku juga tidak sabar untuk membungkam mulutmu yang banyak bicara." Night meraih jemari Honey lagi. Lalu menggenggamnya dengan erat. "Sampai saat itu tiba, kuharap kau mau menunggu sedikit lagi. Sampai jumpa di pertempuran kita yang selanjutnya."
Di detik kemudian, Night dan Honey menghilang dari tempat itu dalam sekejap mata. Meninggalkan para vampir yang tampak semakin riuh dengan lolongan mereka.
"Kita biarkan saja mereka dulu. Kita telah menunggu empat ratus tahun untuk saat ini, jadi kita bisa bersabar sedikit lagi sebelum mendapatkan apa yang kita inginkan. Pada saatnya nanti kita akan membuat raja penakut itu berhenti melarikan diri begitu, lalu menyerahkan kekuasaannya kepada vampir yang tepat. Vampir yang lebih becus dalam memimpin bangsa kita yang terhormat ini."
Lagi-lagi terdengar raungan dari mahluk-mahluk itu. Semuanya tampak begitu bersemangat dalam bersiap-siap untuk perang.
***
"Cukup! Aku sudah tak tahan lagi. Aku tak mau terlibat dengan semua ini!"
Honey menyentakkan tangan Night dengan kasar sesampainya mereka di kamar apartemen. Ekspresi gadis itu terlihat sangat marah, wajahnya merah padam akibat menahan kemarahan bercampur rasa takut.
Rasanya Honey sudah tak tahan lagi dengan keadaan ini. Dia muak dengan ini semua. Hal yang dilihatnya tadi adalah batasnya. Dia tak kuat menahan semua teror random yang harus dia terima ini.
"Mulai sekarang jangan libatkan aku dalam urusan kalian. Cukup. Aku sudah tak mau tahu. Aku tak mau terancam bahaya seperti tadi lagi!" teriaknya kesal sambil menghempaskan tubuhnya ke atas tempat tidur. Berusaha menenangkan dirinya yang masih menggigil karena terkejut.
Sementara itu Night kembali bergeming. Mahluk itu tampak tak bereaksi selain terus memandang Honey yang meluapkan kefrustrasiannya di atas tempat tidur. Akhirnya hal itulah yang membuat Honey jadi kian emosi.
"Kau dengar ucapanku apa tidak? Kau dengar tadi aku bilang apa?" teriaknya kesal.
"Kau ingin aku mengatakan apa? Seperti yang kau tahu, aku juga tak mengerti dengan semua ini. Aku tak tahu apa sebabnya kau harus melihat semua ini, dan aku tidak tahu apa yang harus kulakukan untuk menghentikannya. Sejujurnya aku juga tak mau melibatkanmu, tapi aku tak tahu kenapa sihirku tak berfungsi padamu," jawab Night dengan nada datar.
"Sihirmu tak berfungsi padaku?'
"Sejujurnya tadi aku mengawasimu dari jauh. Aku kepikiran dengan kehidupanmu setelah mendengar apa yang kemarin dikatakan oleh vampir Bernama Jessica itu. Bersiaga kalau saja ada yang membahayakan." Night menjelaskan dengan sabar. "Aku bisa merasakan vampir-vampir yang ada di sekitar kamu – termasuk teman kamu tadi. Namun aku hanya berniat mengawasi dari jauh, lalu kalau misalnya mereka mulai membahayakan kamu barulah aku turun tangan. Namun begitu pria Bernama Justin ini masuk, aku tiba-tiba mengenalinya. Aku tak terlalu tahu apa namanya tapi aku mengenal wujudnya dari salah satu memori yang tersembunyi di otakku."
"Itu sebabnya aku muncul di depanmu. Aku bahkan mematikan waktu, sehingga dapat berbicara dengan sesama kaumku. Tapi ternyata kau tidak terpengaruh sama sekali. Tidak seperti anak manusia yang lain, kau tetap berdiri dan tersadar seperti tadi. Aku juga tak mengerti kenapa."
Benar juga. Kalau dipikir tadi itu memang aneh. Saat semua anak manusia kehilangan kesadaran mereka, tapi kenapa dirinya masih sadar dan menyaksikan semua kejadian menyeramkan itu? Rasanya ini tak wajar.
"Apapun itu… tak bisakah kau melepaskanku? Tak bisakah kau berhenti melibatkanku dalam hal ini? Karena demi tuhan aku sudah tak ingin mengalami semua ini. Aku ketakutan."
"Aku bisa saja melakukannya, tapi aku tak tahu bagaimana caranya. Sudah kubilang, bukan?"
Honey akhirnya terdiam. Di tahap ini akhirnya menyerah untuk bicara. Apalagi karena Night tidak memberikan respon yang dia inginkan.
"Baru beberapa hari kau di sini, tapi kau sudah menghancurkan hidupku. Semuanya berantakan. Kembalikan hidupku yang normal seperti dulu!" Honey sepertinya sudah benar-benar tak tahan. Nada bicaranya semakin tinggi penuh emosi.
"Bukankah sedikit keterlaluan menyebutku begitu?" protes Night lemah tak terima.
"Lalu aku harus bilang apa lagi? Itu faktanya. Sebelum kedatanganmu, hidupku normal-normal aja. Hal yang perlu aku cemasin saat itu hanya tentang kuliah dan harga sewa apartemen muarh ini. Aku tak perlu merasa was-was atau ketakutan begini kalau saja setiap malam akan ada mahluk yang mungkin mengincar leherku. Hidupku tenang."
"Sudah kubilang kalau aku tidak akan menyakiti kamu. Aku tak akan mengincar leher kamu atau apapun dari diri kamu."
"Tetap aja. Aku takut padamu, tahu. Kau itu tetap monster bagiku!" Honey masih saja berteriak tak terima. "Lalu sejak kau datang semuanya langsung berubah. Aku harus ngalamin hal-hal di luar logika seperti tadi, di mana aku bahkan harus menyaksikan temen-temen terbaikku berubah jadi mahluk mengerikan kayak tadi! Semuanya kacau karena kau, tahu nggak!"
"Bukan aku yang membuat mereka berubah menjadi vampire – mereka adalah vampir dari awal. Lagipula untuk hal ini bukankah kau seharusnya berterima kasih padaku? Kalau bukan karena aku, kau mungkin benar-benar sudah dimangsa oleh mereka, Miss Honey."
***