Night memberikan tatapan dingin pada Kris. Berusaha mengimbangi mata si saudara kembali yang selalu penuh kebencian.
Beberapa menit yang lalu Kris tiba-tiba menemuinya. Lagi-lagi sang adik mengajaknya untuk bertarung. Katanya untuk membuktikan siapa yang terkuat di antara mereka.
"Sampai kapan kalian mengerti kalau Ayahandalah yang memilihku? Ini bukan sepenuhnya kehendakku," kata Night dengan nada bosan. Sempat ia perhatikan berbagai jenis tanaman hidup yang tumbuh dengan indahnya di taman istana gaib ini. Dalam hati ia menolak untuk merusaknya dengan pertarungan persaudaraan konyol yang mungkin akan segera terjadi.
"Kami sudah seringkali menanyakannya, tapi Ayahanda tidak pernah mau menjawab alasannya. Lagipula apapun yang terjadi tidak akan merubah keadaan, bahwa dibanding kami kau tidaklah lebih baik, Night. Kau yang terburuk dan terlemah, Jadi sebaiknya berikan mutiara itu kepadaku dan berhentilah mengacaukan kerajaan…."
Night sedikit tertawa mendengar ucapan itu. Ia lalu berkata, "Justru kerajaan ini akan lebih cepat hancur bila berada di tangan orang sepertimu. Seseorang yang tega memusuhi keluarganya sendiri demi kedudukan. Yang ada seluruh negeri ini hanya akan dipenuhi oleh kebencian, sehingga yang tersisa hanyalah teror untuk saling melenyapkan."
Lagipula Night tak bisa menjelaskan alasan kenapa sebenarnya ialah yang dipilih sebagai raja – karena ia salah satu vampir langka yang memiliki hati dan perasaan. Dijelaskan seperti apapun para saudaranya tidak akan mengerti. Yang ada mereka malah akan semakin terpancing emosi dan tak terima.
"Tapi kau harus mengakui kalau kau lebih lemah daripada kami. Kau bahkan bukan petarung yang hebat tanpa mutiara raja itu."
"Bahkan tanduk banteng digunakan untuk membela dirinya dari terjangan singa, bukan untuk membunuh kupu-kupu yang hinggap di atasnya." Night bergumam dengan nada pelan. "Artinya, seseorang yang tak suka bertarung bukan berarti dia orang yang lemah. Dia mungkin hanya tidak suka menggunakan kekuatannya tanpa sebab," jelasnya tak lama.
"Omong kosong. Katakan saja kalau kau itu seorang pengecut."
Night mendesah kesal. Kalau dipikir-pikir mungkin memang tidak ada jalan lain baginya untuk menyelesaikan pertentangan ini selain meladeni keinginan dua saudara keras kepalanya ini. Mungkin hanya dengan memembuktikan kekuatannya kepada mereka, dengan mengalahkan mereka, mungkin mereka bisa melihat seberapa pantas dirinya untuk menjadi seorang pemimpin. Dengan begitu mungkin mereka akan tunduk dan memberi kepercayaan pada dirinya.
'Aku benci perselisihan sebenarnya, tapi mau bagaimana lagi?'
"Baik. Tapi sebelum itu… kau harus bersumpah untuk berhenti menentangku kalau aku berhasil mengalahkanmu, Kris." Night bersuara lagi sambil menatap salah satu kembarannya. "Kau dan Justin harus bisa menerima kenyataan."
"Tentu saja. Asalkan kau berjanji menggunakan kekuatan bertarungmu tanpa bantuan mutiara raja itu. Karena aku benar-benar ingin tahu seberapa kuat dirimu untuk melawanku."
"Tentu. Akan kutunjukkan padamu, walau tanpa mutiara itu pun aku mampu untuk menahlukkanmu."
Maka pecahlah perang saudara itu. Dimulai dari Kris yang tanpa ragu menyerangnya, bersama dengan Night yang tampak berusaha mengimbangi setiap gempuran Kris terhadap dirinya. Ia benar-benar tak mengandalkan kekuatan dari mutiara hebat yang kini menyatu dengan tubuhnya itu. Karena Night yakin bisa membuktikan kekuatannya sendiri.
Tentu saja sejujurnya ini tidak mudah. Karena di antara empat bersaudara itu, Kris terkenal sebagai petarung terhebat dan terkuat. Ia juga memiliki kemampuan bersenjata yang baik.
Serangan demi serangan dilancarkan oleh Kris, sementara Night sejak tadi hanya berusaha menghindarinya tanpa melakukan satupun gerakan menyerang. Sulit untuk dijelaskan, namun ia merasakan sedikit perubahan pada tubuhnya. Rasanya menjadi sangat sangat ringan, membantunya bergerak dengan gesit. Aneh, padahal ia tidak bermaksud menggunakan kekuatan mutiara itu, namun sepertinya kekuatan hebat itu secara alami mulai hidup di dalam dirinya.
"Hanya begini kekuatanmu? Kalau begini bagaimana caranya kau bisa menjadi seorang raja, Kris." Night meledek. "Sejak tadi tak ada seranganmu yang tepat sasaran. Kau hanya membuang tenagaku dan tenagamu sendiri."
"Sial! Berhenti menggunakan kekuatan mutiara itu."
"Aku tidak menggunakannya. Tapi sepertinya mutiara itu melakukan tugasnya sendiri melindungiku dari serangan. Dan omong-omong, aku bahkan belum menyerangmu sama sekali."
"Sialan."
Pertarungan terus terjadi. Kris terlihat semakin gencar untuk menyerang Night, sementara sang kakak kembar secara aktif menepis setiap terjangan itu. Berusaha mengajarkan pada Kris kalau kemarahan tidak akan menyelesaikan segalanya. Emosi tidak sebaiknya selalu dituruti.
Hingga….
'T-Tuanku… t-t-tolong….'
Suara yang tak asing itu tiba-tiba saja terngiang di telinga Night. Refleks menghancurkan konsentrasinya. Membuatnya mendapat pukulan pertama dari Kris.
Sejenak Night terdiam, mencoba memeriksa keadaan. Namun di saat itu Kris malah menjadi-jadi. Sehingga secara naluriah membuat Night menghimpun tenaganya lebih. Ia memukul dada Kris dengan cukup keras, sehingga membuat saudaranya itu langsung tersurut.
'T-Tuanku….'
Suara itu terngiang kembali. Kali ini terdengar lebih jelas. Matanya sang vampir langsung melebar begitu menyadari pemilik suara yang tak asing itu.
'Putri Eliana?'
Night mengangkat wajahnya menatap Kris. Sesuatu yang mengganjal mulai terpikir olehnya. "Dimana Justin?" tanyanya.
Ya, Justin. Biasanya keduanya selalu bersama. Terutama dalam menyerang Night begini, tak biasanya mereka berpisah. Cara kerja mereka adalah bekerja sama untuk menyudutkannya. Jadi sangat aneh tidak melihatnya di sini. Kenapa dia tak memikirkannya sejak tadi?
Namun di saat itu Kris malah menyeringai. Sambil terbatuk menahan sakit setelah terkena pukulan tadi, saudaranya itu berkata, "Sebaiknya kau cepat. Kuharap Justin belum menghisap seluruh darah di tubuhnya."
"A-Apa?"
Seluruh sistem di tubuh Night tiba-tiba memanas. Seluruh amarah di dalam dirinya seakan berkumpul dan siap untuk meledak. Bahkan cahaya putih dari mutiara raja yang terkenal itu mendadak bersinar dari dalam dirinya. Bersama dengan kedua mata yang memerah.
"Kalian ini benar-benar…."
Sebuah angin yang sangat kencang tiba-tiba datang bersama erangan marah sang raja. Membuat tubuh Kris terdorong cukup kuat hingga terhempas ke tanah.
Kris terbatuk, berusaha menahan sakit dari imbas kedahsyatan barusan. Namun ketika angin penuh debu itu mereda, Night sudah tidak lagi berada di sana. Sang raja seperti hilang tanpa jejak.
***
"A-Argh…."
Eliana membuka mulutnya selebar-lebarnya. Berusaha mengeluarkan sisa suaranya untuk meminta bantuan. Namun, semakin kesini suaranya malah kian tercekat di tenggorokan, sama halnya dengan energinya yang mulai terkuras habis.
Kesadarannya juga terasa kian menipis. Seakan hilang bersama dengan oksigen yang kian habis ataupun seluruh darah di tubuhnya yang semakin dihisap oleh sejenis mahluk menyeramkan yang kini mengunci setiap pergerakannya. Mengonyak kulit lehernya.
Eliana tidak terlalu ingat bagaimana ini terjadi padanya. Semuanya berjalan dengan begitu cepat. Seingatnya beberapa menit yang lalu begitu ia menunggu kedatangan Night di kamarnya, tiba-tiba saja malah sosok lain yang menghampirinya. Lantas dengan kekuatan yang sama ajaibnya, mahluk itu membawanya ke sebuah hutan belantara yang begitu gelap dan menyeramkan.
Mahluk itu lalu menyeret tubuhnya ke arah sebuah batang pohon yang besar di sekitar sana, lalu tanpa perasaan menggigit salah satu bagian di lehernya. Gigi yang tajam itu lantas mengonyak kulitnya agar dapat mulai menghisap suluruh darah di tubuhnya.
'T-Tuanku… t-t-tolong….'
Nama Night adalah satu-satunya yang terlintas di benaknya saat ini. Sehingga dengan sisa tenaganya Eliana berusaha memanggil nama itu. Ia berharap semoga mahluk itu akan segera datang menyelamatkannya. Menunjukkan kembali sebuah keajaiban yang indah kepadanya.
Namun kenapa tak ada reaksi?
Tapi akankah Night datang? Sudah beberapa saat setelah sang putri digigit dan memanggil namanya, namun mahluk itu belum juga menampakkan dirinya. Bahkan ketika Eliana mulai tak kuat menahan penderitaan seperti ini, saat dia mulai merasa kesadarannya semakin menghilang begini, saat dia merasa ajalnya sudah dekat begini – Night tak kunjung datang. Keadaan ini mulai membuatnya kehilangan harapan.
'T-Tuanku….'
Sekali lagi dia coba memanggil Night dengan berputus asa.
***