Selang 15 menit kemudian , ambulance pun datang bersiap membawa mereka ke rumah sakit. Azka tak memiliki pilihan lain , selain menyetujui segala macam tindakan demi menyelamatkan sang gadis. Namun dibalik itu semua, siapa gadis ini? dan bagaimana keluarganya tak ada satu informasi pun yang ia ketahui. Yang ia tahu saat ini hanyalah ia yang bertanggung jawab atas hidup dan mati dari gadis ini.
"Maaf Tuan, bisa bantu kami isi data pasien? Ada beberapa prosedur formalitas yang harus dipenuhi sebelum dimulainya operasi."
"Hah...i yy...aa baik suster." jawabnya gagap.
Dengan langkah ragu dan perlahan , ia menghampiri bagian administrasi yang letak nya tak jauh dari ruangan operasi. Tak ada jalan lain, ia harus melakukan sesuatu atau gadis itu akan kehilangan nyawanya. Tangannya bergetar hebat ketika meraih pena dari sang perawat. Entah apa yang akan ia tulis, atau akankah posisinya jatuh ke titik terendah dan berubah menjadi tersangka.
"Maaf Tuan, tindakan harus segera dilakukan. "
" Maaf Suster, bolehkan saya menyelesaikan pembayarannya terlebih dahulu. Ia kekasihku, aku meninggalkan tas nya di dalam mobil dekat klinik sebelumnya. Saya berjanji akan melengkapi prosedur formalitas ini secepatnya. " selanya seolah mendapatkan sebuah ide.
Ia pun meraih dompetnya dan mengeluarkan beberapa kartu untuk proses pembayaran. Setelah pembayaran selesai, ia pun pamit diri untuk kembali ke klinik tempat ia berada sebelumnya. Waktu sudah menunjukkan pukul 3.00 pagi, jalanan sudah cukup sepi. Tak butuh waktu lama untuknya mencapai klinik.
"Dimana itu? Seharusnya aku masih menyimpannya. " ujarnya sambil memeriksa seisi mobil.
"Ini dia." Raut wajah Azka berubah cerah seketika ketika ia menemukan beberapa berkas yang tersembunyi dalam sebuah kotak di bawah kursi belakang mobilnya. Di dalam kotak itu terdapat beberapa foto bayi, akta kelahiran , kk dan beberapa dokumen penting lainnya. Tanpa berfikir panjang , ia pun segera memutar mobilnya dan melaju dengan kecepatan penuh kembali ke rumah sakit.
Sesampainya ia di rumah sakit, lampu ruangan operasi masih menyala pertanda operasi masih berlangsung . Entah kapan operasi itu akan selesai, dan bagaimana hasilnya nanti ia masih gugup akan hal itu. Dua jam telah berlalu di dalam ruangan operasi , namun belum ada pertanda kapan situasi menegangkan itu akan berakhir.
Pukul 06.00 , tanpa ia sadari empat puluh menit sudah ia berdiri dengan tatapan kosong di depan ruangan operasi . Hingga akhirnya seorang perawat datang dan mengejutkannya menyadarkan ia dari lamunan.
"Permisi Tuan"
"Iya, suster. Bagaimana keadaan dia?" Tanpa tahu siapa nama dari gadis itu, ia hanya sanggup mengatakan dia. Seakan itu hanyalah pertanyaan kosong.
"Apakah Anda sudah membawa berkas pasien."
"Hah, aa iya." ujarnya ragu sambil menyerahkan beberapa dokumen di tangannya .
"Bisa ikuti saya, operasinya masih akan berlangsung dalam beberapa jam."
"Apakah selama itu suster, bagaimana perkembangannya sekarang ?"
"Nanti kita akan mengetahui ketika operasinya selesai. Mari ikuti saya terlebih dahulu . "
Ia pun melangkah dengan perlahan , seakan kakinya tak mau raganya pergi meninggalkan sang gadis merengang nyawa sendirian di ruang operasi. Ia berkali-kali menengok kebelakang berharap akan adanya keajaiban di balik ruangan operasi itu.
"Silakan isi form ini, atau Anda ingin saya yang membantu mengisinya?" ujar sang perawat ketika memerhatikan tangan Azka yang masih gemetar dan pandangannya pun tak fokus.
"Iya, tolong bantu saya suster." balasnya.
"Nama pasien? "
"Kinara Avrilla Dizta. Tujuh belas tahun. StarVilla Regency No 07. Putri tunggal dari Bpk. Andri Putra dan Ibk. Asri Kumala. " ujarnya yakin setelah memantapkan diri beberapa saat.
"Anda siapanya Pasien jika saya boleh tahu? Ini akan membantu hak perwalian selama pasien dirawat ."
"Dia kekasih saya, kami bertunangan. Orang tuanya sedang berada di luar negeri saat ini untuk perjalanan bisnis. "
"Nama Anda tuan?"
"Arazka Pradipta . Delapan belas tahun, ini KTP saya. Saya akan menjadi wali untuk pasien selama disini. "
"Apa pihak keluarga sudah diberi tahu? Bagaimana pasien bisa dalam keadaan seperti ini? "
"Dia terjatuh dari ketinggian, karena terpeleset. Sebelumnya kami sedang pergi berlibur, tiba-tiba saja lampu di tempat itu padam dan tanpa ia sadari ia menuju area berbahaya. Ini kelalaian saya ketika bersamanya."
"Baiklah jika memang begitu, maka kami tidak akan menghubungi polisi. Tapi untuk itu kami masih membutuhkan persetujuan wali. Dikarenakan ini adalah kasus kecelakaan, masih ada beberapa prosedur wajib yang harus diselesaikan."
"Baik, suster. Saya akan segera menghubungi pihak keluarga pasien. Tapi sebelum itu tolong selamatkan dia terlebih dahulu, saya mohon."
Tanpa ia sadari, ada beberapa bulir air mata yang menetes di pelupuk matanya. Ia seakan merasakan bahwa gadis itu adalah belahan jiwanya sungguhan yang tak boleh direnggut oleh siapapun. Apapun akan ia lakukan asalkan gadis itu bisa diselamatkan.
"Saya mengerti perasaan Anda, tim dokter kami akan mengusahakan yang terbaik untuk kekasih Anda."
"Terimakasih suster."