webnovel

Menantang

Naya melirik setelah puas mengerjai suaminya.

"Ya ... Ketahuan, curi-curi pandang," ledek Azam menunjuk ke Naya, Naya tetap diam, Azam tidak menyerah kedua jarinya dengan cepat ke bibir Naya untuk di kembangkan, Naya segera menyingkirkan dengan kasar.

"Ini sangat pedih di dalam hati, tapi kamu tidak peduli. Percuma aku bicara.

Ya Allah ... Aku memang gila karena nonaku," gumamnya, dia terdiam sejenak lalu menguap dan memejamkan mata. Aura ketampanannya terpancar dia sangat tampan dan keren namun Naya tidak melihatnya secara detail.

Mobil berhenti, Naya masuk hotel dan memesan kamar.

"Dua kamar," pinta Naya.

"Tidak ada Nyonya, karna ini musim bulan madu full semua."

"Apa ada Resort, cadangannya hotel ini? Dengan pemandangan alam di daerah sini?" tanya Naya.

"Ada, tapi penuh juga hanya tersisa satu kamar, Nona naik mobil lagi nanti ada pekerja kami yang akan mengantar dengan naik motor, ya," ujarnya.

"Baiklah," Naya setuju lalu tanda tangan dan mengambil kunci. Naya berjalan cepat ke mobilnya mengambil beberapa barang.

"Kang bangun," titah Naya, Naya pun melajukan mobil dengan kecepatan tinggi lagi dan membuat Azam sangat terkejut, Naya tertawa puas, Azam malam memperhatikan istrinya dan tidak jadi kesal.

Setelah syok dalam perjalanan karena ulah istri, mereka pun sampai di salah satu resort.

Tempat itu sangat asri ruangan terbuka di depan resort itu ada aliran sungai dan bambu kuning. Tirai-tirai sebagai penutup. Azam berbaring dan Naya meregangkan ototnya, dia menikmati pemandangan luar biasa itu.

"Makan siang datang," ujar salah satu pelayan.

"Ria?" tanya Azam.

"Hai Zam ...."

"Oo ... Jadi Nona Naya istrimu?" tanya gadis itu, seketika Azam mengumbar kemesraan saat Naya hendak melepas gandengan tangan Azam, Azam mencubit.

"Iya ini suami dinginku,"

"Selamat ya," ujar Ria lalu pergi. Setelah melihat Ria pergi Azam bernapas lega.

"Itu mantan pacar aku, sakit ya maaf," ujar Azam. Naya terlihat sangat malas dia memulai makan.

'Azam tidak akan kehabisan ide,' batinya ikut duduk dan memulai makan.

"Pantas saja dia tidak mau denganmu, kamu terlalu suka makan, setiap gadis itu tidak suka dengan pria gendut," ucapan ringan itu sangat menusuk, Azam berdiri lalu berjalan mengambil hp lalu ke kolam.

'Sangat menyebalkan, aku berusaha menyembunyikan perasaan sedih malah begini, Azam la tahzan, Azam ...' batinnya lalu duduk dan merendam kaki.

Naya memulai makan, "Tidak enak ... Aku butuh makanan rumah aku lapar. Kenapa tadi aku bilang dia suka makan, padahal aku sendiri mudah lapar," dia mengeluh, dia memperhatikan Azam yang duduk menatap langit sambil mengayunkan kaki.

"Gengsi dong aku habis ngatain dia tapi sekarang aku laper banget, mana mungkin aku minta dia untuk masakin, aduh perutku ... padahal dia tidak gendut, aku saja yang berlebihan," gumam Naya kesakitan saat penyakit magnya kambuh.

"Opa ...." teriak Naya, Azam berdiri lalu membawa istrinya ke ranjang.

"Kenapa? Lapar?" tanya Azam, "Tunggu," imbuhnya segera pergi ke dapur, Naya bersujud kesakitan. Setelah setengah jam Azam kembali dengan ikan goreng sambal trasi.

"Nih makan, aku tidak mau di bilang gendut." Azam seketika berbalik badan.

"Makan yuk," suara Naya menghentikan langkah Azam.

"Kayaknya ada yang berbicara deh, makhluk apa ya?" ujarnya meledek Naya.

"Ayo makan my husband," ajak Naya, Azam berbalik arah.

"Kamu ... Bicara sama aku?" tanya Azam.

"Iya, please deh jangan nyebelin," ujar Naya turun dan makan, Azam memutar musik lalu duduk. Naya tidak berkata dia menikmati masakan suaminya.

"Aku akan bayar makanan buatanmu ini, aku tidak mau berhutang," ujarnya, Azam asik memakan makanan dari resort.

"Satu kata tertulis cinta telah merasukiku, tak berwujud tak tersentuh hanya ku rasa, Astagfirullah ... Allahumma bariklana," Azam menyelesaikan doanya lalu makan.

"Bagaimana masakanku enak?" tanya Azam ke istrinya yang fokus ke ponselnya.

Azam menyahut ponsel Naya, melihat foto pernikahan, Azam menatap Naya lalu mengembalikan ponsel itu ke Naya, Naya menyahutnya.

"Harusnya ... Ku yang di sana, he he he, aduh kita itu sama, sudah deh ... Jangan galau ... Lagian suamimu ini tidak jelekkan?" tanya Azam, Naya tetap diam acuh.

"Heh, kamu bisa jatuh cinta dan memberikan segalanya untuk orang yang kamu cintai. Tapi ingat hidup kita itu di atur, buat apa menyesalinya toh hidup akan maju tidak akan mundur lagi. Jadi terima saja suami gendut."

"Maaf." Naya berkata cepat.

"Apa? Oke aku maafkan ... kamu hakku dan aku hakmu seutuhnya titik. Hah ... Kamu diam saja, capek sih ngomong terus tidak di jawab. Paling di hatimu aku ini majnun dan sangat menyebalkan. Iya kan Nona ... Hai ...." panggil Azam memaikan jari dua kali sampai berbunyi, Naya menatap malas dengan wajah yang datar.

"Aku hanya mau mengingatkan, aku hanya wanita biasa kesabaranku juga bisa berhenti, Jadi ... Seumpama aku pergi ... Jangan pernah menyesal jika pada akhirnya aku meninggalkanmu dengan sikapmu yang seperti ini, aku berharap aku bisa sabar hidup denganmu, menua bersama atau terpisah dengan maut, aku tidak ingin ada perceraian. Aku tidak tau seberapa panjang umurku yang tersisa, yang aku tau saat ini aku benar-benar ridho dengan apa yang diberikan Allah kepadaku, istri yang dingin pun aku bersyukur, aku yakin walau pernikahan ini terpaksa aku yakin kamu tidak akan menduakanku, karna sikap dinginmu.Diam dan terus membisu itu keputusanmu aku tidak akan memaksamu," perkataan panjang lebar dari Azam, lalu dia meniup telapak tangannya.

Naya hanya melihatnya, lalu menarik tangan Azam meniupnya. "Jangan bicara kepedean. Kok bisa sampai melepuh seperti ini," tegur Naya, Azam menahan tawa sambil menaikan alis tatapan mereka sempat bertemu.

'Ahai ... Tuh ... Dia itu baik, tapi memang jutek dan sangat dingin, aku terlalu cerewet sih ha ha ha, my nona, kamu itu sweet banget, ya Allah semoga Engkau akan segera memberikan rasa cinta dihatinya untukku Aamiin,' batin Azam dia terlihat sangat bahagia.

"Tidak sakit sama sekali kenapa ditiup ..." ujar Azam, Naya melepaskan lalu berdiri dan pergi, Azam tertawa bahagia.

'Baru kali ini ada cowok yang super aneh, sangat nyebelin, hih ... Heh ... Aku berdosa jika mendoakan pernikahan si mantan akan berakhir, apa dayaku aku masih sangat mencintainya, walau aku sudah disakiti, datanglah kepadaku saat kamu butuh. Semoga pada akhirnya kita akan bersama kembali mantan, harapanku! Kenapa aku bodoh sih ... harusnya hempas tuh mantan ke laut,' batin Naya, lalu menoleh ke belakang dia tidak melihat Azam.

"Alhamdulillah ... Akhirnya aku tidak mendengar suara berisiknya, semua kata seperti ngung dasar aneh," ujarnya lalu bermain air untuk sesaaat dia tidak melihat Azam.

Cuaca sangat terik Azam membuka tirai sambil membawa loyang besar. "Hai, coba nih," ucapnya lalu meletakkan di meja.

Naya merasa gerah lalu menguncir rambutnya, dia mengikat rambut lurusnya lalu duduk sambil menikmati suasana.

"Ayolah coba," bujuk Azam. Naya lalu mencuil roti kukus pandan buatan suaminya. Naya memandang langit cerah sambil menyagunkan kaki ke air.

"Kita harus banyak bersyukur, kita hidup nyaman sedang masih banyak orang yang tidak punya rumah dan menglandang, ada pengemis yang tabungannya sampai milyar dan masih banyak pula pengemis yang tidak punya apa-apa, Alhamdulillah ... Biarlah aku selalu bicara sendiri, anggap saja radio rusak," ujar Azam.

Lalu melihat Naya, tanpa sengaja kancing baju Naya di bagian dada terlepas, terlihatlah belahan yang menggoda, Naya melihat Azam, melihat mata Azam yang mengarah ke dadanya, Naya menurunkan pandangan.

"Ah ... Hih ... Mesum, jangan lihat-lihat!" kata Naya segera menutup dan merasa malu, Azam membuang wajah.

'Tak sengaja melihat. Apa aku telah terpancing, Azam ... Stop, kenapa sangat ... Aduh ... Aduh ....' batinya mulai terpikat sebagai naluri pria normal jelas saja ikhwannya berdiri.

"Lagian aku suamimu. Lain kali hati-hati, untung aku yang lihat, coba kalau orang lain mendatangkan dosa besar," tegur Azam.