webnovel

Si Berondong Monyet (10)

Zona nyaman Simon tak jauh dari kata berikut ini, anonim. Artinya tanpa nama atau cuma memakai nickname dan alias-aliasan memberi kenikmatan bagi Simon, yang termasuk kurang pede dengan namanya sendiri. Simon Gafari lengkapnya, Mon kependekannya, mengingatkan pada monyet betulan dan statusnya yang kaya, kaya monyet tapinya.

Kabarnya, menurut ilmu psikologi, orang yang malu memasang nama sendiri di medsos dipastikan malu juga menempel foto diri, karena faktor anonim keburu membuat nyaman dan percaya diri. Kebetulan, Simon mengidap penyakit sosial macam itu dan alergi berat sama penampilannya sendiri.

Pasalnya dia merasa tidak fotogenik dan fotonya kurang menjual. Pasti cocoknya buat mengusir tikus, gak bakalan menarik cewek deh, model muka cekak macam gue, Simon berkilah dalam hati dan bahkan tak berani selfie layaknya warga-warga narsis lainnya. Kalau selfie malah lebih parah muka gue, jadi bengkak cembung gitu, Bo. Simon curhat pada Tobo si influencer spesialis endorse-an ini.

"Coba, Mon elo pake filter atau aplikasi yang bikin muka cakepan, jadi elo pede pasangin foto. Itu bukan ngibul kok, Mon. Cewek-cewek kalo dandan kan nutupin muka asli juga, bukan berarti gak jujur, kan? Itu namanya memoles diri. Lain cerita kalo elo pake muka orang lain, baru artinya ngibul, Bray."

Ngomong sih gampang, Bo. Simon ngedumel diam-diam. Bukannya ia tak pernah pake gituan, tapi kok mukanya sama aja, malah jadi dibuat-buat kayak avatar, gitu. Gak ada lain cara apa, ya, supaya gue bisa pede sama muka gue sendiri? Kan ini maksudnya mau keluar dari zona nyaman?

Ah, akhirnya Simon terpikirkan ide cemerlang ala berondong. Foto selfie-nya disamarkan dengan stiker popcorn, jadi wajahnya tampak separuh-separuh saja. Begitu menekan tombol upload, Simon cekikikan sendiri, menyadari betapa genius aksinya, mengisyaratkan sosoknya pengusaha jagung berondong yang seleranya berondong alias suka cewek yang lebih tua. Jemima nyatanya sudah 25 tahun, dua tahun lebih tua darinya.

Ya, beda dikitlah, sesuai sama kebutuhan gue. Simon manggut-manggut, membatin dengan hati yang penuh bunga.

"Mon, muka elo gak ketuker sama monyet? Kok ditutupi popcorn jadi kembaran si Hanoman?" Si Tobo menjaili Simon yang tentu tak terima disama-samakan dengan nenek sepupu manusia itu.

"Monyet itu nenek sepupu elo, Bo." Simon melancarkan pembalasannya.

"Nenek sepupu apa? Apa maksud elo sih, Mon?"

"Artinya monyet itu nenek moyang sekaligus sepupu elo, Bo. Kan kita berkerabat sama monyet-monyet cakep."

"Hahaha, elo bener banget, Mon. Tapi sayangnya elo gak lucu. Sorry for that." Tobo merangkul pundak Simon sok simpatik, kebetulan kedua sobat ini berbincang di kamar Simon, memelototi laptop dan tampilan Dewi Amor yang seronok.

Ups, jangan berpikir ngeres, ya. Dewi Amor ini nama aplikasi dating online, dan seronok maksudnya karena warna web lebih colorful, keren, dan enak dipandang sejak update termutakhir tempo hari. Ini hex namanya, Mon, jelas Tobo. Butuh pemahaman teori warna yang apik supaya kombinasi warna website bikin betah di mata. Ini gak gampang lho, Mon, tutur Tobo dengan gaya sok expert.

"Jujur, Bo, foto profil gue tuh jelek banget, sumpeh? Beneran gitu kayak Hanoman?"

"Gak lah, Mon. Maksud gue gak salah lagee. Sorry, sorry, gue sebetulnya mau motivasi elo supaya berani menampilkan diri apa adanya. Buat apa elo nutup-nutupi muka? Malah jadi jelek, lagi. Siapa bilang sih musti orang cakep baru boleh unjuk muka di medsos?"

"Iya juga sih, ya. Tapi kata elo gue harus jual mahal ke Jemima. Dia aja gak unjuk muka ke gue, masak enakan dia ngeliat muka gue duluan?" Simon berkelit dengan tengil.

"Itu foto profilnya dah berubah, Mon, baru aja beberapa detik lalu. Coba elo liatin, dah." Tobias alias Tobo menggamit lengan Simon, menunjuk ke layar laptop, dan Simon tersirap darahnya seketika. Bujubuneng!

Foto Jemima apa macam monyet betina, ya? Kok bujubuneng?

danirasiva80creators' thoughts