webnovel

Jemima aka Iyem (9)

Meruntuhkan tembok tidak gampang. Simon menghibur diri agar tak terburu nafsu, dan terburu-buru mau men-TKO perempuan muka tembok macam Simona Lampir itu. Sabar, Simon. Sabar, ya. Maka, selagi revolusi perang belum dipraktikkannya pada Simona, lebih dulu Simon bergerilya mencuri perhatian Jemima aka Iyem yan membuatnya makin penasaran dari hari ke hari.

"Salam kenal, Jemima. Aku nih Simon." Simon chatting dengan Jemima tanpa maksud iseng-iseng.

Satu dua hari belum ada jawaban. Padahal profil tuh cewek sudah di-like Simon sebagai sinyalemen PDKT. Tapi balasannya apa? Jelas-jelas cewek jual mehong itu online, eh message gue dicuekin kayak kacang. Dikacangin gitu istilah kata. Simon mendengus mangkel. Sok kecakepan, ya. Ia mulai berburuk sangka.

Akhirnya, di hari ketiga, pesan Simon dijawab. Cuma hai saja. Iya, tiga huruf H, A, dan I. Hai katanya. Somse banget, kata Tobo alias Tobias kala Simon curhat soal Jemima suatu sore.

"Terus, elo balasnya gimana, Mon?" Tobo bertanya.

"Hai juga, kata gue." Simon cengar-cengir tak jelas.

"Hah? Kok elo nyahutin dia? Terus elo balas saat itu juga? Bego lah, loe!" Tobo terdengar menggebrak meja di ujung telepon.

"Maksud elu, Bo, gue mestinya jual mahal juga kayak Jemima ngerjain gue waktu itu?"

"Ya, elo pinternya ketelatan, Bray. Kenapa baru sekarang elo nyadar, sih?"

Duh, si Tobo benar banget, tuh. Kok baru kepikiran tadi, ya. Gue langsung nyahutin kan berarti kebanting harga diri gue. Ketahuan gue tuh ngarep banget sama si Jemima itu. Simon menyesal dalam hatinya, kenapa otaknya begitu telmi alias telat mikir, persis kritik Tobo terhadap dirinya.

Oke, artinya gue bakal main petak umpet aja sama Jemima. Mending gue diamin dia beberapa hari, biar dia penasaran dan hubungin gue duluan. Entar pas dia chatting aku gak buka dulu pesannya, biar impas satu sama! Hahaha! Simon merancang ulang siasat berikutnya.

Cuma, Simon sadar satu hal, kayaknya dia memang suka sama Jemima, dan bukan sekadar penasaran saja. Terbukti dia panas dingin seharian, menahan diri untuk tidak mengontak Jemima dalam bentuk apa pun.

Jangan elo sekali-kali sikut dia atau kasih love ke profilnya. Wejangan Tobo terngiang di benak Simon. Bukan disikut, tapi ditoel, maksudnya dicolek buat kasih tahu kita perhatian sama dia. Simon mengoreksi. Ya, whatever lah, kira-kira gitu maksud gue, Tobo tak mau kalah mendebat Simon.

Bila dipikir-pikir, zaman kekinian gini langka ada jones merana macam diri Simon. Aplikasi dating online macam-macam mereknya. Bak jamur musim penghujan bertebaran di jagat maya dan bisa diakses dengan ujung telunjuk saja. Nyatanya, Simon salah satu makhluk langka itu, dan skandal ini memalukan bagi keluarganya.

Terbukti bokap Simon intervensi, mendorongnya kenalan sama putri sultan, anak orkay istilahnya. Pasti nih bokap gak punya muka gara-gara anak tunggalnya single memble dan usahanya gonjang-ganjing pula. Ya, salah nasib sama zaman, makanya usaha keluarga jadi ON/OFF begini. Mati kagak, hidup juga segan-segan.

Makanya, mana mungkin Simon punya muka menggaet cewek kaya seperti titah sang bokap? Simon punya gengsi selangit, paling pantang dicap parasit, semiskin apa pun, harga diri tetap numero uno, lah. Karena itu, karena Jemima berani memasang alias Iyem, Simon ngebet ingin kenalan, di matanya, cewek semacam Jemima itu sudah langka, makanya ia ingin melestarikan doi di hatinya.

"Emang elo kira dia hewan langka, Mon." Nurani Simon menertawai pemikirannya yang polos.

"Bukan hewan doang yang bisa langka, kesederhanaan juga gak terbeli zaman kayak gini." Simon berbicara sendiri, sembari mematut wajahnya di cermin toilet.

Lalu Simon tersadar, di aplikasi dating Dewi Amor, foto profilnya kurang menantang, karena ia belum memasang foto apa pun di situ. Okay, let's go, man! Simon memecut keberaniannya untuk melongok dari zona nyamannya sejauh ini.

Jemima itu kayak aset langka, jadi Simon pengin melestarikan doi dalam hatinya.

danirasiva80creators' thoughts