Makan malam itu membahagiakan bagi Shasha tapi bagi Regina ia seperti berada di neraka,. Bagaimana tidak, dadanya serasa terbakar dan bergemuruh melihat keakraban Shasha dengan kakek Isaac. Di meja makan itu duduk Regina duduk di sebelah Maya, lalu nenek Maimunah, di seberang meja kakek duduk Isaac berhadapan dengan nenek lalu Shasha di tengah, Edo duduk disebelahnya. Sesuai pesan Maya, Regina di larang bicara tanpa di tanya. Regina hanya dengan mata menunjukkan keterkejutannya, nenek Maimunah penjual nasi kuning itu adalah nyonya besar di rumah itu, istri kakek Isaac. Bagaimana bisa? Lalu apa hubungannya dengan maminya? Mengapa Shasha juga duduk di situ di sebelah kakek? Ada apa ini? Shasha sangat istimewa di depan kakek. Regina tidak habis pikir. Yang membuat Regina sakit setengah mati adalah percakapan mereka. Dunia serasa terbalik.
"Kapan kalian menikah?" tanya kakek Isaac tiba-tiba mengejutkan mereka semua. Matanya memandang Shasha dan
Edo dengan senyum bahagia. Mata Regina terbelalak kaget. Shasha dan Edo saling pandang. "Saya belum melamar Shasha, kek!" jawab Edo malu-malu. Wajah Shasha bersemu dadu. Tapi dia terlihat bahagia. Kakek tertawa. "Segeralah melamar, kakek ingin kalian segera menikah, aku ingin segera menimang cucu buyutku!" kakek Isaac tertawa bahagia, nenek Maimunah juga. Regina menatap wajah maminya, tetapi Maya tersenyum pasrah tanpa daya menatap Shasha dan Edo.
Regina kecewa, air matanya serasa ingin tumpah saat itu juga, Edo yang dia kagumi terang-terangan menunjukkan hubungannya dengan Shasha. Parahnya kakek memberi doa restunya kepada mereka.
Regina ingin pergi dari meja makan itu. Berlari meninggalkan rumah besar itu. Dia tak berarti apa-apa disitu. Ia ingin bertemu papinya menangis sepuasnya. Tapi ia tak ingin bertemu papinya. Papi tidak bisa menolongnya.
"Minggu depan ajaklah orang tuamu kesini, kakek ingin bertemu mereka. Kakek tak ingin menunggu terlalu lama lagi, Shasha panggil ayahmu malam ini segera!" Perintah kakek. Shasha dan Edo gugup, mereka berdua saling berpandangan. Tak tahu harus melakukan apa. Ini terlalu cepat. Mereka tidak siap. Kakek tidak suka ekspresi mereka. Ia meraih ponselnya di meja, menekan nomor seseorang. Terhubung. "Halo, Selamat malam , pak", suara dari seberang telpon. "Rahmat ajak ayahmu kesini sekarang!" Suara kakek tegas seperti seorang diktator. Rahmat di seberang sana langsung mengiyakan. Shasha dan Edo kebingungan. Wajah Maya jadi tegang. Ia akan bertemu lagi dengan mantan suaminya, Rahmat dan ayah mertuanya yang sangat di bencinya, gara-gara orang tua itu hidupnya kacau. Dia dan Rahmat terpaksa kawin lari, lalu mereka ikut campur kehidupan rumah tangganya, tanpa diketahui Rahmat, orang tua itu memaksanya untuk tidak mengikuti Rahmat ke luar negeri, padahal saat itu ia mulai hamil Shasha. Bayangan kelam masa lalunya seakan muncul kembali di depan matanya. Sementara bayangan kelam depan Regina berada di depan matanya. Edo tersayang akan jadi milik orang lain. Regina merasa kiamat telah tiba. Ingin rasanya ia menggali lubang mengubur dirinya segera. Tak ads yang peduli dengannya. Maminya juga. Tidak mengerti dengan perasaannya yang terluka.
Semua orang di meja makan itu terlalu sibuk dengan pikirannya masing-masing. Edo dan Shasha jadi gugup. "Kakek, Shasha masih ingin kuliah lagi!" Shasha menyanggah kakeknya. "Kuliah apa lagi? Kamu bisa kuliah walaupun sudah menikah!" Kakek tak peduli. "Saya belum bekerja,kek", Edo memberi jawaban yang tak sukai kakek. Kakek menepiskan tangannya ke muka, "Penghasilanmu sebagai penulis cukup membiayai cucuku!" Jawaban kakek membuat Regina terkejut. Shasha cucu kakek? Ibunya siapa? Regina menatap wajah maminya yang tegang. Wajah mami mirip Shasha! Mami dan Shasha, ibu dan anak? Oh God! Regina mulai menyadari sesuatu. Kenapa bisa begini! Tubuh Regina serasa lumpuh lunglai tanpa tulang. Kiamat itu nyata. 30 menit di meja makan itu terasa sangat lama.
Beberapa pasang kaki memasuki ruang meja makan. Rahmat sang walikota datang bersama ayahnya tiba. Regina terpersngah, Rahmat, walikota itu, ayahnya Shasha!? Mengapa Shasha tiba-tiba menjadi luar biasa sekali. Semua di luar dugaan Regina. Shasha ternyata lebih hebat darinya.
Kakek dan nenek menyambut meteka dengan gembira. Kakek mengajak mereka ke ruang tamu. Nenek, Shasha dan Edo mengiringi mereka. Tinggallah Maya dan Regina di meja makan itu. Melongo dengan pikiran kacau. Maya sungguh-sungguh telah dilupakan. Pendapatnya tidak diperlukan.
"Mi!"Regina memeluk maminya. Hati Maya Agustin serasa kosong. Dia pun disini tak di anggap. Shasha putrinya, tetapi dia tak dianggap ibunya.