webnovel

What You Want

Nam Taemin yang telah mengobrol belasan menit dengan sambungan teleponnya itu sesekali menggulirkan pandangan pada Anna yang masih menelisik setiap sudut atap yang sungguh sangat kotor dengan abu dan bekas bungkus rokok.

Namun pikirannya tidak pernah langsung tertoreh pada Veri sebab pria itu selalu mencarinya, apalagi Anna tidak pernah mencium bau rokok dari seragam pria tersebut.

"Apa Veri tahu ada yang merokok di sini?" tanya Anna. Nam Taemin yang mendudukan dirinya pada sebuah bangku di dekat dinding tembok pembatas itu menyeringai hingga menggeleng tidak percaya sebab Anna benar-benar manusia yang lugunya itu— sungguh tidak tahu apapun mengenai sebuah kebusukan sekolah dan semua orang.

"Molla..."

*Molla (Tidak tahu)*

Anna memegang pembatas gedung sekolah, merunduk melihat betapa megahnya tempat ia menempuh pendidikan tersebut, apalagi saat ia melihat gedung-gedung lain. Sekolahnya terlalu luas sampai banyak ruangan yang terbengkalai.

"Tentu... Pak Jepri mungkin hanya menjelajah tempat yang sering dilalui siswa saja. Jadinya ia tidak tahu bahwa anak-anak banyak yang naik ke atap kemudian merokok," jelas Anna. Ia tertegun hingga mengusap dagunya tatkala ia berpikir keras.

"Iya kayaknya gitu, Ayah Veri juga sepertinya kewalahan mengurus semuanya."

"Terserah Anna— ssi. Serah..." ucap Nam Taemin. Ia mengusap dada untuk kepolosan Anna yang bahkan tidak bisa berpikir negatif sedikit saja. Ia dengan semua uring-uringan tertahannya lekas meluruskan badan pada bangku panjang yang terbuat dari kayu jati tersebut.

"Kita sampai kapan di sini?"

"Bam," sahut Nam Taemin.

*Bam (Malam)*

"Wae?" tanya Anna.

*Wae (Kenapa?)*

"Molla," sahut Nam Taemin.

"Terus kita ngapain?"

"Molla."

"Teman-teman nyariin gak nanti?"

"Molla."

"Terus kit—"

"Molla, Molla, Moll— aw! Awww," Nam Taemin mendapat satu jeweran yang membuatnya beranjak bangkit hingga duduk tegap saat Annastasia memutar daun telinganya.

"Jawab yang benar Nam Taemin!"

"N–ne Soensaengnim," rintihnya. Anna kemudian melepaskan telinga Nam Taemin walau sebenarnya ia ingin sekali mencubit bibirnya. Di mana Nam Taemin lekas merogoh ponsel hingga menelisik daun telinganya.

Dari layar hitam ini juga terlihat jelas, bagaimana telinganya berubah merah padam. Apalagi spontan Nam Taemin akan berbicara sewot namun semuanya tercekat di tenggorokan tatkala ia melihat Anna yang tengah berkacak pinggang di hadapannya.

"Apa!" tekan Anna. Nam Taemin menggeleng cepat. Telinga satunya lagi bisa jadi korban bila melawan Hugom.

"Kita sampai malam di sini, agar aku bisa menjelaskan sedikit keadaan sekolah yang selalu membuatmu merasa bangga ini," jelas Nam Taemin.

"Gitu kek dari tadi!" ucap Anna. Nam Taemin mengangguk pelan. Di mana ia tercekat hingga spontan menutup kupingnya saat Anna duduk di kursi.

Ia mengeluarkan ponsel kemudian lekas memencet ikon kuning dengan beranda depan yang merupakan semua list drama Korea dan Jepang terbaru. Anna menggulirkan pandangan pada pria yang tengah mengintip ponselnya.

"Mwo?" tanya Nam Taemin ganar. Apalagi Annastasia malah menarik kedua sembirnya mencuat naik ke atas.

"Boleh pinjam ponselmu?" tanyanya. Anna mengedipkan manik cantik pada Nam Taemin yang langsung melipit kening.

*Mwo (Apa)*

Hingga beberapa detik kemudian tersadarkan dengan apa yang Anna maksud. Nam Taemin menggosok hidungnya kasar. Menyerahkan ponsel yang akan menjadi penenang Hugom sampai malam nanti.

Anna gembira sekali tatkala ia mengirim aplikasi pada ponsel Nam Taemin. Lumayan, hemat kuota.

"Pesan makanan online bisa gak yah?" gumam Anna.

"Sekalian aja umumin kamu ada di sini," sahut Nam Taemin. Anna memutar bola mata jengah. Ia kemudian turun dari kursi dan duduk di atap berdebu tersebut. Ia menyandarkan ponsel Nam Taemin pada tembok pembatas hingga bisa sejajar dengan dadanya.

"Kotor Anna— ssi."

"Demi drama... Gwaenchanha Nam Taemin," sahutnya. Nam Taemin menggaruk pelipis kasar. Bisa jadi Hugom kedua kalau lama-lama terus bersama dengan Anna.

*Gwaenchanha (Tidak apa-apa)*

***

"Bagaimana menurutmu Dinda? Apa aku bisa mengandalkannya?" tanya Steven. Ia merasa sedikit ragu sebab berharap pada pendatang baru. Walau Dinda terlihat sangat yakin mengenai yang satu ini.

"Dia punya koneksi bagus Pak, juga sudah mengalami ketidak adilan yang sama," sahut guru Dinda. Ia menyerahkan riwayat hidup Nam Taemin kepada Pak Steven.

Membaca sesingkat mungkin hal-hal mengenai penyebab dari dipindahkannya Nam Taemin ke sekolah swasta Indonesia.

"Namun kenapa bisa sampai di sekolah ini?" tanya pak Steven. Jika memang hanya soal pemindahan, Nam Taemin bisa saja mendapat sekolah terbaik di Jakarta.

"Aku kenal Ibu tirinya. Kurekomendasikan dia di transfer ke sini untuk menimbulkan kekacauan Pak," sahutnya.

"Dia anak nekat, jika bukan karena kita iming-imingi Kim Minji yang merupakan pacarnya di Korea. Mungkin kita tidak bisa mendapat sesuatu yang diharapkan dari Nam Taemin," ungkap guru Dinda.

Ia pun menyerahkan foto Kim Minji pada pak Steven. Wanita cantik berseragam SMA ini pantas saja bisa membuat banyak pria seumuran Nam Taemin terpikat.

"Namun kenapa Nam Taemin?" tanya Pak Steven. Kenapa tidak Nana ataupun Crystal yang sama memiliki masa rumit dengan sekolah tempat ia mengajar.

"Mereka... Kurang bertekad, hanya bara panas yang memerlukan api. Jadi... Kuberi mereka api, yaitu Nam Taemin," ucap Guru Dinda. Semuanya sudah komplit dan ia hanya perlu mengarahkan mereka dengan tetap terus terselubung.

Walau pak Steven sepertinya masih menimbang banyak hal. Ia terlalu waspada seperti Anna, berpikir kritis hingga mencoba untuk menerka kemungkinan apa yang akan terjadi bila ia ikut rencana dari Dinda.

"Anakku—"

"Biarkan dia..." potong guru Dinda. Steven harus bisa membiarkan Anna leluasa untuk melakukan sesuatu. Jangan sampai Steven melarangnya untuk melakukan apapun.

"Harimau tidak akan bisa memangsa jika pawangnya masih mengekang leher," ucap Dinda.

"Beri ia semangat... Hugom membutuhkan dukunganmu," lanjutnya. Dinda menyodorkan teh pada Pak Steven yang memang masih menimbang untuk keterlibatan Anna.

Ia harus aman serta tidak boleh mengalami banyak hal padahal selama ia diam dan memperhatikan pun, Ayahnya tahu Anna tengah menderita.

"Hugom?"

"Beruang hitam... Panggilan untuk Anna dari Nam Taemin," ucap Dinda. Ia pun menceritakan mengenai Anna yang mampu menampar Veri dan memberikan pukulan telak sampai sudut bibir Nam Taemin berdarah saat ia sedang marah.

"Kurasa dia punya bakat terpendam," ungkap Dinda. Keduanya terkekeh untuk mengingat masa SMA Steven yang dulu memang jago silat. Sebagai adik kelas, Dinda merupakan fans berat Steven yang sekarang menjadi guru ekonominya sampai ia pintar dalam memperhitungkan banyak hal.

Hingga keduanya sekarang menjadi guru di sekolah yang sama. Bahkan Dinda melampaui Steven sebab sekarang dirinya merupakan komite sekolah. Setelah angkatan dari Annastasia lulus, ia tidak akan memegang kelas atau ruang bimbingan konseling.

Walau memang, hal tersebut tidak akan pernah terjadi. Ia dan Steven akan keburu dipecat bila salah langkah, apalagi anak-anak yang tengah mereka harapkan itu pada akhirnya menyerah. Namun di balik itu semua ada sesuatu yang Damar tidak ketahui mengenai Dinda.

Sebab ia masuk ke sekolah ini tatkala Veri juga menempuh pendidikan menengah atas. Mungkin juga, belum waktunya bagi Dinda untuk bercerita kepada Steven.

Mengenai dirinya.

***

"Aduhhh," rengek Anna. Ia mengusap perutnya sebab belum makan sedari tadi. Bahkan istirahat kedua pun terkuras dengan bersorak untuk Veri. Walau memang ia sedari tadi fokus pada drama tanpa sadar bahwa Nam Taemin mematikan ponsel Annastasia.

"Kamu tidak merasa aneh dengan ponselmu Anna— ssi?"

"Yah! Yah! Ahhhh..." Anna menekuk bibir sebab ponsel Nam Taemin sudah kehilangan dayanya. Padahal adegan yang tengah membuatnya merasa tegang itu hanya berakhir dengan layar yang langsung menghitam semua.

"Itu diluar kendali, kenapa menatapku nyalang?" protes Nam Taemin.

"Abisnya! Kenapa gak di changer full tadi? Pas aku pinjam baterainya dua puluh persen!" lontar Anna. Nam Taemin memejam sabar sebab kini Hugom telah kehilangan mainannya sampai berakhir marah-marah lagi.

"Ponselku kenapa?"

"Kayaknya Veri pasang aplikasi alat pelacak deh, jadinya kumatiin," jelas Nam Taemin. Ia mencoba berbicara sehalus mungkin agar Anna tidak menghardiknya sebab ia main nuduh sembarangan.

"Emang," sahut Anna. Nam Taemin menaikan satu alis— tidak menyangka responnya begitu.

"Kamu tahu Veri memasang aplikasi pelacak?"

"Iya, dilarang uninstall dan ganti ponsel. Jadinya walau ia tidak sekolah satu tahun pun, ia tetap tahu kemana saja aku pergi," jelasnya. Nam Taemin terperangah. Ia ingin sekali memaki Hugom yang lugunya minta dicekik ini.

Apalagi Anna tidak ambil pusing dan menghiraukan Nam Taemin dengan raut wajah kalutnya.

Anna menilik arloji yang sudah menunjukan pukul tujuh malam. Hawar angin Purple Winter pun sudah mulai menembus seragamnya. Tadi gak kerasa... Soalnya lagi nonton drama.

"Anna— ssi..."

"Apa?"

"Neol pabo saramya," ucap Nam Taehyung.

*Neol pabo saramya (Kamu orang bodoh...)*

Anna mematri atensi pada Nam Taemin yang terlihat emosi dengan keadaanya sekarang. Jangankan orang baru, dirinya saja sebenarnya sudah sangat tidak tahan.

Namun apalah daya dan upaya bila pada akhirnya ia memberontak namun Veri malah menganggu orang-orang di sekelilingnya.

"Ara..." sahut Anna.

*Ara (Tahu)*

Nam Taemin menghela napas kasar. Mengedarkan pandangan hingga ia merasa tidak tahan ingin meratakan tubuh Veri dengan tanah. Tentu saja keadaan Anna saat ini mengingatkannya pada seseorang sampai membuat Nam Taemin merasa geram.

"Baiklah Anna— ssi, ayo... Akan kulepas rantai di lehermu."

To Be Continued...