Der mendadak terdiam dan memandang sera dengan raut wajah aneh. Dia kemudian berdeham canggung.
"Jadi kau tidak memiliki tandamu?" Tanyanya.
Kebenaran kebenaran yang kau ketahui pada apa yang kau takuti sebenarnya tidak berarti. Kau hanya tidak ingin mengetahui hal hal yang tidak ingin kau dengar meski sadar itu benar.
Beberapa petunjuk sudah ada dihadapanmu sejak lama sebenarnya. Namun kau mengerlingkan mata kearah lain dan menganggap itu tidak penting.
Nyatanya? Kau hanya membuat dirimu terbuai akan kebohongan sementara. Sampai kau lupa, bahwa bangkai busuk akan ditemukan jua, meski kau menyimpannya dalam keadan terlupa.
Kau menyusahkan dirimu sendiri dengan melebelkan itu sebagai pertahanan diri. Kau, melupa meraja dalam tipu daya yang kau buat rapi. Hingga kau sendiri sadar bahwa itu adalah titik mati.
Sera masih menunggu der yang diam tampak berfikir. Dirinya tidak mengerti karena der mendadak diam dengan ekspresi yang sulit ia tebak. Namun, pria tua itu kembali tersenyum memperlihatkan giginya yang keropos.
"Ah, itu masalah gampang," ujar nya seraya menjetikkan jari kurusnya.
"Benarkah?" Jawab sera antusias.
"Hmm.. urusan tanda itu gampang sekali" ujarnya lagi.
"Kau mau membantuku untuk mendapatkan tanda ku?" Tanya sera berharap.
"Tentu saja nak! Kau fikir untuk apa aku menolong mu tadi?" Jawab der seraya terkekeh.
Mata sera berbinar, dia teramat senang dan berterimakasih pada der yang kini mengusap kepala setengah botaknya lagi. Sera tersenyum memandangi pria tua yang telah menyelamatkannya. Dan sekarang, bersedia membantunya untuk menemukan tanda.
"Jadi, apa yang akan kita lakukan sekarang?" Tanya sera.
Der tak langsung menjawab. Dia menyapukan pandangannya ke dataran gersang yang kini terlihat kosong. Dia seperti memikirkan tentang apa yang harus mereka lakukan terlebih dahulu.
Saat sera masih hidup didunia. Dia termasuk anak yang sangat tidak sabar dan selalu mendesak seseorang
Untuk segera menyelesaikan semua urusan dengan cepat. Dia akan mendesak orang tersebut bila satu urusan menyangkut dirinya.
Namun, karena ini adalah der. Seorang pria tua yang telah menolong dirinya beberapa saat lalu. Sera tidak merasa harus mendesak orang tua itu dulu. Dia tidak ingin dicap sebagai orang yang tidak tahu diuntung.
"Kita kembali, ke gerbang agung" ujarnya tiba tiba seraya menoleh kearah sera.
"Kau serius? Itu jauh sekali" sahutnya.
Der mengangguk antusias dengan senyum geli. Dia menaik turunkan alisnya menggoda sera.
"Apa tidak ada cara lain? Aku terlalu malas untuk berjalan kesana lagi" jawab sera lagi.
"Yasudah, kalau begitu kita istirahat saja dulu disini. Saat kau tidak malas lagi, barulah kita pergi kesana." ujar der.
Sera kira, laki laki tua yang tampak sangat santai ini bercanda perihal dia akan beristirahat ditempat itu. Detik itu juga, ditanah gersang yang mampu mematangkan masakan bila kau meletakkan sebuah pan diatas tanahnya.
Namun, melihat dia yang kini sudah terduduk hendak berbaring membuat sera berujar tidak percaya.
Pria ini memperlakukan situasi serius dengan bercanda. Dan menempatkan situasi bercanda dengan serius.
Sera benar benar ingin mengatahi penyebab kematian pria tua itu. Mana tahu, saat dia mati. Pria tua tersebut sudah lebih dulu terjangkit penyakit kejiwaan yang parah. Atau, saat dia menjelang ajal, kepalanya membantur sesuatu.
Tapi. Sera juga begitu. Dia bahkan mati karena kehabisan darah pada kepalanya yang terbentur jalanan beraspal saat kecelakaan. Dan, dia tidak gila seperti dia.
"Kau benar benar istirahat disini? Ditempat panas seperti ini?!" Tanya sera.
"Panas?" Der bertanya seraya memicingkan matanya.
"Kau bercanda ya,?" Tanya nya dengan wajah menahan tawa. "Tidak akan ada seseorang yang sudah berada dialam ini merasakan panas atau hal hal semacam itu, hahaha," gelaknya. "Kita tidak bisa merasakan apapun ditanah ini. Kecuali jika kau telah sampai pada dataran kesepuluh" jelasnya.
Sera lagi lagi mengernyit tidak mengerti. Dia memang merasa baik baik saja bahkan ketika dia berjalan jauh untuk mencapai gerbang. Tidak ada rasa lelah. Tidak ada rasa penat. Namun, dia bisa merasakan sinar matahari yang panas ini. Dia merasakanya. Meski dia tidak berkeringat saat berada dibawah sinarnya.
"Aku merasakannya, der" jawab sera serius.
"Huss, jangan bercanda lagi. Kau tidak benar benar merasakanya. Itu hanya pikiran mu yang belum lepas dari dunia. Lama lama juga kau akan terbiasa" jawab der.
Apa iya? Jangan jangan aku..
tebak sera dalam hati.
"Sudahlah, ayo kita berangkat ke gerbang agung. Aku tidak bisa beristirahat seba kau mengangguku dengan kalimat konyolmu" der berkata sambil berdiri.
Sera memperhatikanya diam diam. Sera merasa bahwa der menyembunyikan sesuatu dari dirinya.
Mereka mulai berjalan pelan. Der bersiul siul riang memecah keheningan. Sedang sera kerepotan meneduhi matanya yang perih karena silau.
"Apa matahari matahari itu selalu seperti ini? Maksudku jika dihitung hitung waktu dunia ini selalu seperti pukul dua belas siang tepat" ujar sera meringis.
"Dulu aku juga hampir sama dengan mu. Aku terkaget kaget saat pertama kali masuk kealam yang aku tidak tahu," der menjeda sebentar. Dia mengusap matanya. "Tapi karena sudah terlalu lama disini. Aku jadi tidak peduli lagi. Malah, semacam menikmati" jelas der.
"Jika ibuku ada disini dan aku berada ditengah terik seperti sekarang. Dia pasti sudah mengomel panjang lebar" sahut sera geli.
"Sepenting itukah warna kulit untuk wanita? Kalau begitu menjadi laki laki memang yang terbaik. Bisa pergi kemana saja tanpa takut ada yang menganggu. Bisa melakukan hal apapun tanpa takut kulitmu akan hitam dan laki laki yang kau taksir tidak akan mau menaksirmu balik" ujar der
"Aku sebenarnya sih baik baik saja perihal warna kulit. Aku terserah saja. Karna mau warna kulit mu hitam ataupu putih, tidak akan mengubah seseorang tersebut menjadi lebih baik" sahut sera yang takjub dengan ucapan dirinya sendiri.
Der memandang sera dengan kagum. Dia kemudian tersenyum tulus.
"Jika kau tidak mati hari ini nak. Kau ingin menjadi apa?" Tanya der serius.
Sera terdiam. Pertanyaan der membuatnya berfikir tentang apa sebenarnya yang benar benar dia inginkan. Apa yang benar benar ia ingin capai. Namun, dia nyaris tergelak sendiri karena tidak menemukan jawabanya. Sera menoleh kearah der. Dia menggeleng seraya menyeringai.
"Tidak punya?" Tanya der.
"Terlalu banyak hal yang tidak aku suka. Jadi, aku tidak tahu ingin menjadi apa ketika besar nanti" sahut sera.
"Kau benar benar unik nak." Puji der tulus.
"Kalau kau der? Kau ingin jadi apa ketika besar? Eh, salah. apa kau sudah mencapai cita citamu saat sebelum kau mendapatkan ajalmu?" Tanya sera kembali.
"Aku sudah terlalu lama disini nak. Hal yang aku ingat dari dunia hanyalah ibuku. Istriku dan anak anakku. Hanya mereka" jawab der sedih.
Mereka berjalan agak lama setelah pembicaraan terakhir yang mereka perbincangkan. Sera dan der akhirnya menangkap seluet gerbang agung yang masih berkilau. Mereka mempercepat langkah agar keduanya bisa mencapai gerbang agung tersebut.
Kilauan emas dari gerbang agung selalu membuat sera berdecak. Sera lagi lagi memandang penuh antusias dengan muka rakus yang kentara. Tangan kecilnya mengelus bagaian gerbang.
"Kau tunggu disini, aku akan kedalam menemui seseorang" ujar der.
"Tapi disana tidak ada orang! Kau percuma saja masuk" teriak sera saat der benar benar meninggalkan dirinya diluar sana.
Sera mengangkat bahunya tak peduli. Der yang gila dengan segala pikiranya memang tidak bisa ditebak. Yang penting Dirinya sudah memberi tahu pada der bahwa disana tidak ada orang.
Namun, dirinya salah besar. Dari tempatnya berdiri sera bisa melihat der sedang berbicara pada seorang wanita yang tidak bisa ia lihat wajahnya sebab mereka membelakangi sera.
Penuh hati hati, sera mendekati keduanya untuk mencari tahu. Dia sedikit banyak memajukan langkahnya kearah der dan wanita cantik tersebut. Dirinya benar benar ingin tahu.
"Kau tidak bisa der, dia sama seperti mu" ujar wanita tersebut.
"Tapi kita harus menolong dia. Dia masih muda, dan masih bisa kembali. Tidak seperti aku yang-" ucapan der mendadak berhenti.
Si wanita berparas cantik mendadak berbalik dan langsung mendapati sera yang tengah menguping pembicaraan mereka berdua.
Sera tersenyum menyeringai tidak enak. Dia berdeham canggung sebelum pamit pada der.
"Eheeh, kaki ku tidak tahu diri. Dia berjalan sendiri der. Kalau begitu, aku kesana dulu." Tunjuk sera kearah gerbang.
Dalam hati sera mengumpati wanita cantik tersebut karena dirinya dia tidak bisa menguping lebih banyak lagi. Sera kini menunggu mereka yang tampaknya benar benar berdebat lagi. Beberapa kali sera melihat wanita tersebut menggelengkan kepalanya kepada der, dan der yang tampak memohon mohon.
Dalam kasus ini, sera merasa seperti anak yang benar benar kesialan. Dan seseorang sedang memperjuangkan nasib untuk membantu dirinya. Dia melihat der yang kini membungkuk bungkuk penuh harap kepada wanita yang sedang bertolak pinggang membuat sera merasa kesal.
Ingin sekali ia berlari kearah wanita tersebut dan mengomelinya perihal sopa santun. Matanya pasti tidak lah rusak karena tadi, sera melihat wanita cantik itu begitu memukau. Namun perangainya yang teramat sangat sombong pada der yang tua membuat emosinya bergejolak.
Sera berdecih sinis melihat wanita itu. Jika saja der mendatanginya dengan raut wajah sedih. Dia tidak akan segan segan untuk mencekik wanita tersebut agar dirinya kembali mati dua kali. Sera tidak peduli.
Namun akhirnya dugaan sera salah. Justru kini der tengah berjalan kearahnya dengan wajah puas penuh senyum dan wanita cantik dengan wajah terpaksa. Mereka berdua berjalan kearah sera yang tengah sibuk berpura pura mengelusi sisi gerbang agung tersebut.
"Nah nak, kau sudah bisa mendapat tandamu sekarang" ujar der.
"Jangan lupakan syarat ku tadi der. Kita tidak akan pernah tahu bagaimana hasilnya" balas sang wanita.
Dalam hati sera lagi lagi mengumpati wanita yang kini tengah memejamkan mata seraya mengadahkan tangan . Lalu tiba tiba saja sebuah buku bersampul emas yang sangat tebal muncul diatas tanganya .
Dia membuka mata, mengambil buku emas dengan tangan kirinya. Lalu mengulangi hal yang ia lakukan tadi. Dan kali ini, sebuah botol tinta dengan pena daun muncul ditelapak tangannya. Dia membuka buku tersebut kemudian menuliskan sesuatu disana. Dia menatap sera ragu ragu dan menoleh kearah der dengan tatapan ragu. Kemudian menghela nafas.
"Kau tidak akan bisa mendapat tanda jika tidak memiliki jaminan" ujar sang wanita.
Der mendengarkan dengan senyum bangga dan melipat kedua tanganya didepan dada.
"Dan, der memintaku untuk menjadikan dia jaminanmu. Yang berarti akan menjadi guru mu untuk membimbing kau agar dapat naik hingga dataran tingkat sepuluh meski dia ju-"
"Sudah catat saja namaku dan namanya, kau terlalu lama. Aku jadi merasa bosan mendengar ocehan mu" ujar der memotong.
Wanita cantik tersebut mendelik pada der. Namun tetap menuruti permintaannya Dia kemudian menuliskan nama der dan nama sera disana. Tepat disaat dia menuliskan huruf terakhir pada nama sera. Sebuah tanda hijau muncul dibawah kaki sera. Dan der yang langsung menghilang.
"Aku sudah ada tanda!," ujar sera berbinar senang. Dia menoleh dan terkejut saat der mendadak hilang. "Der hilang!" Ujarnya keras.
"Dia tidak hilang, dia sedang menunggumu didataran level pertama. Kau akan menemuinya disana, dan akan mengikuti pembelajaran, latihan, dan ujian yang akan membuat mu naik ke tingkat dataran yang lebih tinggi dari dirinya. Ikuti terus tanda hijau tersebut sampai kau menemukan der didataran yang berbeda. Kini dia sudah menjadi gurumu, meski aku khawatir tentang itu. Kau mengerti?" Tanya sang wanita.
Sera mengangguk faham.
"Baguslah kalau begitu. tugas ku sudah selesai disini" ujar wanita cantik tersebut seraya menghilang.
****
jangan lupa vote dan comment untuk tinggalkan jejak.
selamat membaca!
salam, Alfa ;)