webnovel

Perasaan yang rumit

Pagi itu Jesica dan teman-teman lainnya sudah bersiap-siap di aula kampus untuk melakukan pendakian dibukit. Pendakian dilakukan secara berkelompok, mereka harus menyusuri jurang, tebing dan pohon-pohon besar yang sudah dipasang bendera untuk mereka kumpulkan dan dibawa ke atas bukit.

Jesica satu kelompok dengan Natasya, Reza dan beberapa teman lainnya yang didampingi oleh Adrian sang dosen.

Dalam kelompoknya Jesica lah yang paling antusias melakukan pendakian, karena Jesica sangat menyukai tantangan.

Untuk yang pertama kalinya Jesica melihat ada satu bendera yang berada di dekat jurang, Jesica pun segera meraih dengan tangan kanannya, namun Jesica kehilangan keseimbangan dan akhirnya terpeleset jatuh kebelakang. Adrian yang berada tidak jauh dari Jesica segera menangkapnya, kali itu ikat rambut Jesica terlepas membuat rambut panjangnya bebas tergerai berterbangan. Momen itu membuat Adrian enggan memalingkan pandangannya pada gadis cantik yang berada di depannya.

"Maaf Pak bisa lepasin saya?" tanya Jesica membuyarkan lamunan Adrian.

"Eh iyaa maaf, aku hanya ingin menolong kamu." jawab Adrian sembari melepaskan tubuh Jesica.

"Terima kasih karena sudah membantu saya." ucap Jesica.

"Iya, sama-sama." jawab Adrian.

"Jess, lo gak apa kan? Lo baik-baik aja kan Jess?" tanya Reza tiba-tiba mengagetkan keduanya.

"Lo lebay banget sih Za, lo liat sendiri kan kalo gue gak apa." jawab Jesica.

"Kaki lo gak ada yang lecet kan Jess? Apa perlu gue gendong?" tanya Reza sembari memeriksa kedua kaki Jesica.

"Kayak lo kuat aja Za." celetuk Jesica.

"Pasti kuat lah." jawab Reza.

"Kita lanjut jalan lagi yuk. Nanti kalah sama yang lain!" ucap Jesica sembari meraih bendera yang tadinya ingin dia ambil dan berlari meninggalkan keduanya yang masih berdiam diri, rambut panjangnya berkibaran membuat Jesica tampak begitu cantik di mata Adrian dan Reza.

"Mau sampai kapan kalian berdiam disitu? Ayo cepat cari bendera sebanyak-banyaknya, jangan kalah sama yang lain!" seru Jesica sembari melambai-lambaikan tangannya.

"Jess gue akan terus ngejar lo, kemanapun lo pergi." gumam Reza dalam hati.

"Jesica, kamu bukan hanya cantik tetapi kamu itu wanita yang mempunyai semangat tinggi." gumam Adrian membatin

"Jesica tunggu!!" teriak keduanya, mereka pun berlari mengejar Jesica bersamaan.

"Aduhh!!" teriak Natasya yang tiba-tiba terjatuh, Reza yang melihatnya segera menghampirinya.

"Tasya kaki lo berdarah" tegur Reza.

"Pak Adrian sini! Tasya jatuh!" teriak Reza sembari melambai-lambaikan tangannya, Adrian yang melihatnya segera berlari menghpiri Reza dan Natasya.

"Pak Adrian saya minta tolong, bantuin Tasya jalan. Saya mau kejar Jesica takut terjadi apa-apa sama dia!" tegas Reza.

"Aduh sakit" rintih Natasya ketika Reza beranjak pergi, berharap Reza akan mengurungkan niatnya untuk mengejar Jesica dan mengobati lukanya.

"Natasya, kaki kamu berdarah" ucap Adrian, tanpa berkata-kata Adrian mengeluarkan kotak P3K dan segera mengobati luka pada kaki Natasya.

"Reza, kenapa sih lo ga pernah sedikit melihat diri gue? Kenapa lo hanya peduli pada Jesica?" gumam Natasya membatin sembari menatap kepergian Reza, sampai tidak terasa air mata jatuh dari pelupuk matanya.

"Natasya kamu nangis? Pasti sakit banget yah lukanya?" tanya Adrian, Natasya hanya mengangguk pertanyaan Adrian.

"Kenapa malah orang lain yang peduli sama gue, padahal lo udah tau Za kalau gue terluka" gumam Natasya.

"Natasya, kamu kenapa?" tanya Adrian.

"Tidak apa, terima kasih ya Pak sudah mengobati luka saya." ucap Natasya.

"Sama-sama. Kita lanjut jalan lagi yah, biar saya bantu berdiri." jelas Adrian sembari membantu Natasya berdiri.

Sebagai pembimbing selama perjalanan Adrian selalu mendampingi Natasya yang sedang terluka kakinya. Sementara Jesica dengan semangatnya mengambil bendera satu ke bendera yang lain, hingga pada akhirnya Jesica mengambbil bendera yang sama dengan Aditya secara bersamaan.

Kedua insan itu saling bertatap membuat keduanya lupa akan rasa bencinya satu sama lain.

"Ini bendera gue!" seru Jesica.

"Heh, ini bendera gue!" seru Aditya tidak mau kalah.

"Gak bisa! Gue dulu yang nemuin!" seru Jesica.

"Gue!" tegas Aditya.

"Gue dulu! Buktinya lo megang tangan gue!" celetuk Jesica.

"Dih siapa yang mau megang tangan lo! Ogah." tegas Aditya.

"Ogah, tapi kenyataanya lo megang tangan gue kan?" ucap Jesica sembari menunjuk tangannya yang digenggam erat oleh Aditya.

"Ulet! ulet!" teriak Jesica ketika melihat ulat bulu ada di bendera yang dia pegang, spontan memeluk Aditya sembari menangis sampai terdengar oleh Reza.

"Tolongin gue! Buang itu ulet!" rengek Jesica.

"Iya gue buang itu ulet." jawab Aditya.

"Ya udah cepetan lo buang uletnya!" seru Jesica sembari memejamkan matanya.

"Ya udah lo diem disini, biar gue buang itu ulet." ucap Aditya sembari cekikikan dan segera membuang ulat bulu yang ada di bendera.

"Uletnya udah gue buang." seru Aditya.

"Aaa...makasih yah, lo baik banget." ucap Jesica langsung memeluk Aditya hingga dadanya terasa sesak.

"Eits... tapi jangan seneng dulu! Ini bendera jadi milik gue!" seru Aditya sembari tertawa.

Kerena tidak ingin berseteru dengan orang yang sangat dia benci Jesica memutuskan untuk merelakan satu bendera untuk Aditya, alih-alih berbaikan Aditya justru berceloteh yang membuat Jesica naik darah. Jesica yang sangat kesal membalikan badannya, niat hati ingin menampar wajah Aditya namun kakinya tergelincir batu yang dia injak. Aditya pun segera menangkapanya, begitu juga dengan Jesica yang berpegangan begitu erat pada tubuh Aditya. Kedua pasang mata itu kembali saling bertatap, kali ini Aditya benar-benar tidak bisa melepaskan pandangannya pada gadis cantik yang ada didepannya.

"Gila! Cewe ini benar-benar cantik." gumam Aditya dalam hati, karena terlarut dalam perasaan Aditya mendekatkan wajahnya dan berniat mencium Jesica.

Plakk!! karena kesal sebuah tamparan hebat mendarat di wajah tampan Aditya, dan Jesica pun sdgera mendorong tubuh Aditya.

"Heh cewe songong! Maksud lo apa hah pake nampar gue segala?" oceh Aditya.

"Lo yang apa-apaan. Lo mau macem-macem sama gue! Lo pikir gue cewe apaan?" oceh Jesica.

"Emang gue ngapain lo. Niat gue kan baik, cuma nolongin lo!" tegas Aditya.

"Dasar cowo buaya!" seru Jesica segera bergegas pergi meninggalkan Aditya.

"Dasar cewe songong. Tidak tau terima kasih!" seru Aditya namun Jesica tidak menggubrisnya lagi.

Jesica segera kembali lagi ke kelompoknya, ketika melihat Natasya jalannya pincang Jesica segera menghampirinya.

"Tasya, kaki lo kenapa?" tanya Jesica.

"Tadi gue jatuh Jess." jawab Natasya.

"Reza sini!" teriak Jesica.

"Ada apa Jess?" tanya Reza acuh.

"Reza lo liat kan kaki Tasya luka? lo sekarang gendong dia, biar tasnya gue yang bawa." tegas Jesica sembari meraih tas ransel milik Natasya dan Reza.

"Iya gue gendong." jawab Reza pasrah. Dengan sangat terpaksa Reza segera membungkukan badannya untuk menggendong Natasya, semua Reza lakukan hanya demi Jesica.

"Makasih yah Za" ucap Natasya.

"Iya sama-sama" jawab Reza.

Melihat sikap Jesica yang begitu peduli pada saudaranya membuat Adrian semakin kagum pada sosok Jesica yang tidak hanya cantik tetapi Jesica adalag gadis yang baik.

"Jesica, tasnya biar aku bantu bawa yah." tawar Adrian

"Tidak perlu Pak, saya bisa bawa sendiri." tolak Jesica.

"Kamu bawa tiga ransel kan berat, biar aku bantu bawa satu yah." ucap Adrian.

"Baiklah, makasih sebelumnya Pak." ucap Jesica sembari menyerahkan tas ransel milik Reza.

Setelah berjalan sekian lama melalui pohon-pohon besar, rumput liar dan medan jalan yang susah akhirnya Adrian dan Jesica menjadi orang yang pertama sampai di atas bukit.

"Akhirnya gue menjadi yang pertama sampai di atas bukit" ucap Jesica lirih sembari menatap pemandangan yang ada di depannya dan beberapa kali menarik nafas panjang lalu menghembuskannya kembali. Wajahnya berseri menikmati pemandangan dan semilirnya angin yang membuat siapapun berada di atas bukit itu merasa tenang.

Adrian yang berdiri disampingnya tidak bisa memalingkan wajahnya dari pemandangan cantik itu.

"Jesica kamu adalah wanita pertama setelah kepergian Mellisa yang membuat aku begitu kagum." gumam Adrian dalam hati.

Beberapa lama kemudian, peserta lain mulai berdatangan ke atas bukit dan mengumpulkan bendera yang mereka dapat, alhasil kelompok Jesica yang mengumpulkan bendera paling banyak.

"Yee... akhirnya kelompok kita yang jadi pemenang" seru Jesica sembari memeluk saudara kembarnya. Teman-teman satu kelompok dengan Jesica itu bersorak ria merayakan kemenangannya.

Untuk melepaskan penat mereka semua memutuskan untuk beristirahat di atas bukit sembari menikmati semilir angin dan indahnya pemandangan. Tidak lupa juga mereka memakan bekal untuk memulihkan tenaga yang sudah terkuras kala menaiki bukit.

Jesica, Natasya, Reza dan Adrian sang Dosen duduk membentuk lingkaran sembari menikmati bekal makanan mereka.

"Jesica kamu mau ayam gorengnya tidak?" tawar Adrian.

"Boleh" jawab Jesica.

"Aku suapin yah" ucap Adrian sembari menyuapkan makanan kedalam mulut Jesica.

"Jess, lo mau lele goreng ga?" tawar Reza tidak mau kalah dengan Adrian.

"Reza, lo kan tau gue gak suka lele." jawab Jesica.

"Reza, buat gue aja. Gue suka banget sama lele." celetuk Natasya.

"Ya udah ini ambil!" seru Reza.

"Tapi maunya disuapin." rengek Natasya manja, Reza pun langsung menyuapkan makanannya pada Natasya.

Setelah sekian lama berada di atas bukit mereka semua melanjutkan perjalanannya menuruni bukit, dan mencari tempat yang nyaman untuk mereka dirikan tenda sebagai tempat mereka istirahat.

Setelah selesai mendirikan tenda, Jesica dan teman-teman lainnya berpencar mencari ranting-ranting pohon untuk mereka jadikan api unggun sewaktu malam tiba. Saat Jesica dan Natasya sedang mencari ranting-ranting pohon, Natasya melihat pohon jambu yang berbuah membuat Natasya ingin memetiknya. Natasya segera meraih buah yang ada di pohon itu, karena tidak sampai Natsya menggapai buah itu dengan meloncat-loncat kan badannya ke atas, namun kakinya tiba-tiba kesleo dan hilang keseimbangan. Disaat yang tepat Aditya melihat dan segera menangkapnya.

"Lo gak apa kan?" tanya Aditya.

"Gue gak apa kok, terima kasih ya Kak udah nolongin gue." ucap Natasya.

"Ikut gue yuk!" ucap Aditya sembari melirik ke arah Jesica yang sedari memperhatikannya.

"Kemana kak?" tanya Natasya penasaran.

"Ikut aja, pasti lo suka sama pemandangannya" jelas Aditya sembari menggandeng tangan Natasya pergi dari situ, dan membawanya kesungai yang ada air terjun.

"Aa... air terjun"seru Natasya sembari melepaskan sepatunya dan segera turun kedasar air yang kemudian diikuti dengan Aditya.

"Lo suka pemandangan ini kan?" tanya Aditya.

"Suka banget." jawab Natasya, senyumnya terus merekah menghiasi wajah cantiknya.

Mengetahui keberadaan Jesica yang sedang membuntutinya, Aditya segera mencipratkan air ke tubuh Natasya dan segera dibalas oleh Natasya begitu juga seterusnya. Canda tawa keduanya terdengar jelas ditelinga Jesica membuatnya semakin kesal kepada seniornya itu.

"Tu cowok nyebelin banget sih!" oceh Jesica sembari membalikan badannya dan bertabrakan dengan Reza yang sedari tadi membututinya sampai Jesica hilang keseimbangan tubuhnya. Dengan cepat sigap Reza segera menahan tubuh Jesica sampai keduanya berhadapan dalam jarak sang sangat dekat.

Plakk!! Sebuah tamparan keras mendarat di wajah Reza.

"Jess sakit.." rintih Reza.

"Sakit?"

"Iya Jess sakit, lo jahat banget sih!" gerutu Reza sembari terus memegangi wajahnya.

"Baguslah kalo lo udah sadar!" seru Jesica sembari mendorong tubuh Reza dan berlalu pergi.

"Jess tunggu! Lo mau kemana lagi sih?" teriak Reza sembari mengejar Jesica.

"Udah cukup lo buntutin gue!" tegas Jesica menghentikan langkah Dimas.

"Jess gue gak mau terjadi apa-apa sama lo, apalagi sampai lo beneran suka sama Aditya" tegas Reza.

"Kenapa Za? Kalo gue beneran suka sama dia, lo cemburu?" tanya Jesica membalikan badannya dan menatap Reza tajam.

"Jess dengerin gue! Kita itu sahabatan udah lama, gue sayang sama lo. Gue gak mau kalo lo jatuh cinta pada orang yang salah. Gue gak mau Jess lo ngrasain sakit hanya gara-gara cinta. Gue mau lo bahagia dengan orang yang benar-benar sayang sama lo." ucap Reza sembari meraih kedua tangan Jesica.

Mendengar perkataan Reza hati Jesica begitu tertegun lidahnya begitu kelu tidak mampu berkata-kata.

"Reza, gue cuma takut perasaan sayang lo berlebihan ke gue." ucap Jesica dalam hati.

"Jess gue tau lo paling benci gue kaya gini! Maafin gue Jess, gue gak bisa nahan perasaan gue, gue udah terlalu sayang sama lo." gumam Reza.

"Gue mau balik ke tenda dulu!" ucap Jesica sembari pergi meninggalkan Reza.

Jesica kembali ketenda membawa ranting-ranting pohon yang sudah ia kumpulkan sedari tadi, Adrian yang melihatnya berbegas menyapa Jesica dan memberinya air mineral.

"Kamu pasti haus, ini minum dulu" sapa Adrian sembari menyodorkan sebotol air mineral.

"Makasih buat minumannya pak Dosen." jawab Jesica sembari mengambil air mineral dari tangan Adrian dan segera meminumnya.

"Jesica tangan kamu berdarah." ucap Adrian sembari meraih tangan Jesica.

"Cuma lecet sidikit kok." jawab Jesica.

"Kamu tunggu disini, aku mau ambil kotak P3K dulu." ucap Adrian bergegas pergi ke tenda dan segera kembali.

Dengan gesitnya Adrian mengobati luka yang ada ditangan Jesica, matanya sebentar melirik kearah Jesica yang sama sekali tidak menunjukan rasa sakitnya.

"Memangnya luka ditangan kamu tidak sakit?" tanya Adrian heran.

"Tidak, ini hanya luka ringan kok Pak Dosen."jawab Jesica.

"Luka segitumah kecil, anak kecil aja gak bakalan nangis." seru Aditya yang baru saja datang dengan Natasya.

"Makasih yah Pak Dosen udah obatin luka saya" ucap Jesica ramah dan beranjak dari duduknya dan menghampiri Aditya.

"Rese lo!" seru Jesica sembari menginjakan kakinya diatas kaki Aditya.

"Woii. Lo punya mata gak sih?" bentak Aditya, namun Jesica tidak menggubrisnya dan berlalu pergi masuk kedalam tenda.

Malam harinya....

Setelah menyalakan api unggun untuk penghangatan tubuh sebagian anak perempuan menyiapkan makanan untuk mereka santap bersama-sama. Jesica dan Natasya sangat antusias menyiapkannya, bahkan sampai turun tangan dalam pemanggangan ayam yang seharusnya dilakukan anak laki-laki. Aditya yang melihatnya segera menghampiri kedua gadis bersaudara itu dan langsung bergabung dengan mereka.

Kehadiran Aditya disambut baik oleh Natasya, keduanya pun tampak akrab hingga membuat Jesica merasa kesal dan memutuskan untuk pergi dari hadapan mereka.

Jesica berjalan kebelakang tenda sampai bertemu dengan pohon besar dan duduk dibahawhnya sembari menikmati hembusan angin malam dan suasana ketenangan yang membawa hatinya dalam kedamaian membuat dirinya lupa dengan kekesalan hatinya.

"Kamu suka suasana disini?" tanya Adrian tiba-tiba datang dan mengambil tempat duduk disampingnya.

"Iya" jawab Jesica sembari tersenyum.

"Bagaimana sembari mendengarkan lagu ini?" tanya Adrian sembari memasang aerphone di telinga kiri Jesica.

🎵🎵🎵

Aku tak pernah meminta

Sosok pendamping sempurna

Cukup dia yang selalu

Sabar menemani dalam kekurangan ku...

Namun tuhan menghadirkan

Sosok wanita terhebat

Kuat tak pernah mengeluh

Bahagiaku selalu bersamamu...

Andai ada keajaiban

Ingin ku ukirkan

Namamu diatas bintang bintang angkasa

Agar semua tau

Kau berarti untuk ku

Selamanya kamu milik ku...

Kini talah ku buktikan

Kamu pendamping setia

Kuat tak pernah mengeluh

Bahagiaku selalu bersamamu...

Andai ada keajaiban

Ingin ku ukirkan

Namamu diatas bintang bintang angkasa

Agar semua tau

Kau berarti untuk ku

Selama lamanya kamu milik ku...

Namun kusadari didiri ku

Tak kan mampu selalu

Bahagiakan kamu

Tapi akan ku perjuangkan

Untuk mu yang terbebat

Kekasih impian...

Lirik lagu kekasih impian dari Natta Reza itu mengalir lembut ditelinga Jesica membuat senyum dibibirnya merekah, sidikit matanya melirik ke arah Adrian yang terlihat begitu menghayati lagunya.

"Pak Dosen suka lagu ini?" tanya Jesica.

"Itu lagu favorit aku" jawab Adrian.

"Lagu itu pasti buat seseorang yang Pak Dosen sayang" ucap Jesica.

"Adrian dicariin Pak Parto didepan tenda laki-laki!" seru Aditya tiba-tiba sudah berdiri dibelakang keduanya, membuat Adrian mengurungkan niatnya untuk menjawab pertanyaan Jesica.

"Baik, aku kesana." jawab Adrian sembari bangkit dari duduknya.

Setelah kepergian Adrian, Aditya mengambil tempat duduk disamping Jesica membuat Jesica kesal.

"Lo ngapain disini?" tanya Jesica galak.

"Lo ga denger tadi? Lo sendiri ngapain dekat-dekat dengan dosen lo sendiri? Lo mau gue laporin ke dekan!" tegas Aditya.

"Lo cemburu?" celetuk Jesica.

"Ogah gue cemburu sama cewe kaya lo! Pokoknya gue bakalan laporin lo ke dekan" ucap Aditya.

"Lo gak ada kerjaan apa selain ngurusin orang lain? Dasar cowo nyebelin!" oceh Jesica beranjak dari duduknya, namun tangan Aditya segera menahan kaki Jesica hingga terjatuh ke dalam pelukannya.

Kedua pasang mata itu bertemu pandang dalam jarak sangat dekat, membuat jantung keduanya berdetak sangat kencang.

"Lepasin gue!" seru Jesica sembari melepaskan tubuhnya dari dekapan Aditya.

"Ya udah pergi sana jauh-jauh dari gue!" seru Aditya tidak mau kalah.

"Lo tuh yang pergi!" seru Jesica.

Tanpa berkata-kata Aditya segera pergi dari hadapan Jesica, tentu hal itu menjadi pertanyaan besar bagi Jesica karena tidak seperti biasanya Aditya mau mengalah.

"Syukurlah makhluk aneh itu sudah pergi." ucap Jesica sembari menghela nafas.

"Siapa makhluk aneh itu?" tanya Aditya.

"Ngapain lo balik lagi?" tanya Jesica galak ketika melihat Aditya sudah berdiri dibelakangnya.

"Nih buat lo. Lo belum makan kan?" ucap Aditya sembari menyodorkan kotak makanan, namun Jesica hanya terdiam memandang kotak makanan tersebut.

"Udah jangan diliatin terus, mending dimakan sekarang nanti keburu dingin." ucap Aditya sekali lagi

"Gue gak laper. Lo makan sendiri aja!" seru Jesica.

"Gue tau lo laper, mending lo makan sekarang!" pinta Aditya sembari duduk sisamping Jesica dan membukakan kotak makanan yang berisi nasi dan ayam bakar.

"Udah gue bilang, gue gak laper!" tegas Jesica.

"Dari pada lo bawel terus mending lo makan. Apa mau gue suapin?" tanya Aditya.

"Gak perlu. Gue bisa makan sendiri." jawab Jesica ketus. Baru saja Jesica menyuapkan makanan kedalam mulutnya dia mendengar suara perut Aditya yang berbunyi, sejenak membuat tertegun.

"Lo juga harus makan dong!" seru Jesica seraya menyodorkan makanannya.

"Gue udah makan tadi." jawab Aditya.

"Bohong! Gue denger kok bunyi perut lo." celetuk Jesica sembari menyenggol bahu Aditya.

"Kita makan sama-sama yah." ucap Jesica.

Keduanya pun akhirnya makan bersama sembari bergurau dan melupakan semua rasa benci yang ada pada hati mereka.

Malam sudah semakin larut, kedua anak manusia itu masih terjaga diluar tenda, angin yang berhembus pun begitu kencang membuat tubuh Jesica menggigil, Aditya yang melihatnya segera melepaskan jaket dan mendekati Jesica.

"Sebaiknya lo masuk, badan lo udah mengigil begitu!" tegur Aditya sembari memakaikan jaket ke tubuh Jesica.

"Gak usah, lo pake lagi aja jaket lo."

"Gue tau lo butuh ini. Jadi pakai aja jaket gue." ucap Aditya penuh kelembutan sembari memakaikan kembali jaketnya ketubuh Jesica.

"Lo serius mau pinjemin gue jaket? Apa cuma mau ngerjain gue doang?" tanya Jesica galak.

"Sebaiknya lo cepat masuk ke tenda. Udah malem juga." ucap Aditya.

"Oke. Gue masuk."jawab Jesica sembari berlalu pergi dengan penuh rasa heran.

Sesampainya didepan tenda Jesica mendapati Reza yang sedang duduk termenung didekat api unggun dan segera berlari menghampirinya.

"Woii, bengong aja lo!" tegur Jesica sembari menepuk bahu Reza dan duduk tepat disampingnya.

Aroma parfume laki-laki yang pekat dijaket yang Jesica kenakan tercium jelas di indra penciuman Reza dan membuatnya terdiam.

"Za, lo kenapa?" tanya Jesica sekali lagi.

"Gue balik ke tenda dulu ya. Lo juga tidur udah malam." ucap Reza sembari beranjak pergi meninggalkan Jesica yang masih terdiam mematung.

Setelah kepergian sahabatnya, Jesica segera kembali ketendanya dan menghempaskan tubuhnya disamping Natasya yang sudah tertidur pulas.

Fikirannya melambung kala mengingat perubahan sikap Aditya yang tiba-tiba menjadi perhatian padanya.

"Ishh gue kenapa inget itu cowok sih?" gerutu Jesica tanpa sengaja memukul lengan Nataya hingga terbangun.

"Jesica, ada apa?" tanya Natasya sembari menahan rasa kantuk.

"Tidak." jawab Jesica singkat.

"Lo pake jaket siapa?" tanya Natasya sembari mendekatkan kepalanya ke bahu Jesica.

"Bau parfume cowok, lo pake jaket siapa Jess?" celetuk Natasya.

"Sudahlah tidur aja, gue ngantuk." jawab Jesica sembari mengganti posisi tidurnya membelakangi Natasya.

Jesica meletakan tangannya didekat kepala, aroma parfume yang pekat dari jaket yang dikenakannya hinggap diindra penciumannya, sejenak Jesica tersenyum dan mulai memejamkan matanya hingga akhirnya tertidur.

Pagi harinya....

Ketika bangun Jesica segera keluar dari tendanya untuk menghirup udara segar dipagi hari, ia membentangakan tangannya dan menarik nafas dalam-dalam lalu mengembuskannya keluar. Disaat yang bersamaan Aditya juga melakukan hal yang sama, kedua pasang mata itu saling bertemu pandang dan saling melempar senyum. Niat hati untuk menghampiri Jesica, namun Aditya segera mengurungkan niatnya kala melihat Adrian sang dosen sudah lebih dulu menghampiri Jesica.

"Pagi Jesica." sapa Adrian.

"Pagi juga Pak."

"Ini aku biatin susu jahe, kamu minum yah biar badan kamu hangat!" pinta Adrian sembari menyerahkan gelas yang berisi susu jahe.

"Terima kasih, Pak" jawab Jesica sembari tersenyum.

"Ya sudah aku tinggal dulu, nanti selesai minum kumpul ke belakang tenda untuk senam."

"Baik Pak." jawab Jesica.

Setelah menghabiskan minuman penghangat tubuh, Jesica pergi ke area tenda laki-laki dan berniat untuk mengembalikan Jaket yang dipinjamkan Aditya semalam.

Dari kejauhan terlihat Aditya yang sedang asyik dengan teman-temannya, gelak tawa mereka terdengar ditelinga Jesica yang membuatnya penasaraan.

Langkah demi langkah Jesica terus mendekat sampai terdengar jelas apa yang Aditya dan teman-temannya tertawakan.

PLAKK!!!

Sebuah tamparan keras mendarat diwajah Aditya yang berkali-kali membuat Jesica naik darah.

"Lo apa-apan sih cewek songong?" bentak Aditya.

"Kalo lo kerjaannya cuma ngomongin orang, mending lo ganti aja pake rok!" oceh Jesica.

"Heh jaga omongan lo ya! Lagian lo ngapain disini hah?" bentak Aditya.

"Gue cuma balikin jaket lo! Puas!" tegas Jesica sembari melempar jaket kepada Aditya dan segera pergi meninggalkan tempat itu dengan penuh amarah.

Sementara Aditya hanya terdiam menyesali kata-kata yang sudah dia lontarkan pada teman-temannya tentang keburukan Jesica.

Setelah melakukan senam pagi seluruh peserta ospek dan para pembimbingnya mengadakan acara penanaman seribu pohon ditanah kosong yang sudah dipersiapkan oleh para petani yang bekerja sama dengan pihak kampus.

Jesica yang begitu antusias menanam bibit pohon tidak lepas dari perhatian Adrian yang berada tidak jauh dengannya, Adrian selalu memperhatikan setiap gerak geriknya.

"Aku lihat kamu begitu semangat menanam bibit pohonnya. Apa kamu tidak takut kotor?" tanya Adrian.

"Berani kotor itu baik kan Pak. Menanam bibit pohon itu memang hobi saya, bagi saya menanam pohon itu sama halnya dengan menanam mimpi yang semakin hari akan bertambah tinggi." jawab Jesica.

"Tentunya harus rutin diberi pupuk dan air kan? Sama halnya dengan setiap mimpi, yang memerlukan usaha dan tekad tinggi untuk meriahnya." ucap Adrian sembari mengambil duduk di tanah tanpa alas.

"Pak Dosen benar" jawab Jesica, dia menjatuhkan pantatnya dan duduk di samping Adrian.

"Lalu apa mimpi kamu?" tanya Adrian.

"Mimpi saya, saya mau tim basket saya menjadi tim yang tidak terkalahkan" jawabnya, matanya menatap langit biru berhiaskan awan-awan jernih yang membuat hari itu sangat cerah.

"Bagaimana respon orang tua kamu?" celetuk Adrian, Jesica tak menjawab sepatah katapun dia hanya menoreh sedikit dan kembali lagi menatap birunya langit.

"Kalo kamu mau cerita, cerita aja. Aku siap dengerin kok" ucap Adrian.

Jesica pun menceritakan bagaimna perjuangannya bersama teman-temannya, untuk selalu menjadi tim yang kompak dan berkualitas di sekolahnya. Meskipun selalu di tentang oleh kedua orang tuanya dia tetap gigih berlatih demi meraih mimpinya hingga saat ini.

"Aku salut dengan kegigihan kamu, walau ditentang kamu tetap gigih untuk menggapai mimpi-mimpi kamu. Tapi disamping itu kamu harus rajin belajar, bagaimanapun juga pendidikan itu lebih penting." tegas Adrian.

"Saya tidak mungkin mengabaikan pendidikan Pak. Terima kasih telah mengingatkan saya" ucap Jesica sembari bangkit dari duduknya dan menjauh pergi dari Adrian, sementara Adrian masih tetap terdiam menatap pungung Jesica yang mulai menjauhinya.

Hari pun sudah mulai sore...

Semua peserta ospek dan para pembimbingnya mulai menuruni bukit dan kembali ke kampusnya.

Sesampainya di kampus mereka semua pulang karena sudah tidak ada kegiatan lagi.

Jesica dan Natasya memutuskan untuk menunggu bus karena Kakak ataupun Ayahnya tidak menjemputnya. Mereka berdua berjalan menuju halte bus yang tak jauh dari kampusnya.

Reza yang mengetahui itu segara menyalakan motornya dan bergegas mengejar Jesica.

"Jess, lo ikut gue aja" ucap Reza sembari menghentikan motornya.

"Tasya, lo ikut Reza yah" ucap Jesica.

"Terus lo sama siapa?" tanya Natasya.

"Gue mah gampang, nanti busnya juga lewat kok" ucap Jesica tersenyum.

"Reza, lo bareng Tasya aja yah" ucap Jesica sembari menepuk bahu sahabatnya.

"Iya udah gak apa" jawab Reza terpaksa.

"Jaga Ade gue yah. Jangan sampe lecet!"

"Baik Bos!" jawab Reza, dengan dengan berat hati dia menuruti permintaan sahabatnya itu.

Reza dan Natasya pun berlalu pergi dengan motornya, namun Jesica masih terus berjalan menyusuri jalan yang sepi. Sampai Jesica mendapati mobil yang dipaksa berhenti oleh dua orang preman.

Jesica segera berlari menghampiri mobil itu, perlahan dia mendekati kedua preman dan memukul pundaknya dengan sebuah kayu yang tergeletak di jalan hingga kedua preman itu pingsan. Jesica langsung menghampiri wanita paruh baya yang cantik dan masih seumuran dengan Ibunya.

"Tante tidak ada yang luka kan?" tanya Jesica meraih kedua tangan wanita itu yang gemetar.

"Tante tidak apa?" ucapnya pelan.

"Tante, boleh saya yang bawa mobilnya?" tanya Jesica sopan.

"Boleh, memangnya tidak merepotkan kamu?" tanya wanita suaranya sedikit parau.

Wanita paruh baya itu keluar dari mobilnya untuk pindah tempat duduk , sementara Jesica duduk di depan stir.

"Terima kasih banyak yah, kalau tidak ada kamu pasti nyawa saya sudah melayang" ucap wanita itu menoreh ke arah Jesica.

"Ini cuma kebetulan Tante" ucap Jesica tersenyum manis.

"Nama Tante Soraya, nama kamu siapa?"

"Nama saya Jesica, Tante" ucap Jesica sopan.

Jesica dengan Tante Soraya terus barcakap sampai Tante Soraya menyuruhnya untuk berhenti di depan rumah yang begitu mewah.

"Ini rumah Tante, kita masuk dulu yah" ucap Tante Soraya meraih tangan Jesica.

"Sebelumnya makasih Tante, ini kan sudah malam jadi Jesica harus segera pulang" jawab Jesica.

"Padahal Tante mau kenalin kamu sama anak Tante" ucap Tante Soraya tersenyum

"Lain waktu yah Tante. Jesica udah pesen taxi kok. Itu taxinya juga sudah datang" ucap Jesica, sembari menunjuk ke arah taxi yang baru saja berhenti.

"Jesica pamit dulu yah, Tante" ucap Jesica sembari menjabat tangan wanita paruh baya itu.

"Hati-hati yah sayang" ucap Tante Soraya sembari melambai-lambaikan tangannya.

Kedua bola mata wanita paruh baya itu masih terus memandangi gadis cantik yang sudah masuk ke dalam mobil yang perlahan mulai menjauh.

"Bunda, dari mana saja? Tumben baru pulang?" tanya seorang laki-laki yang tak lain adalah Adrian.

"Tadi Bunda habis ketemu teman sayang, makanya Bunda pulang sore. Oh ya, gimana murid-murid baru kamu?" tanya sang Bunda.

"Mereka semua baik Bunda." jawab Adrian tersenyum, sang Bunda langsung menangkap sinyal dari anaknya.

"Ada murid baru yang kamu suka yah?" tanyanya sekali lagi.

"Hmmm, Bunda itu yah..." jawah Adrian.

"Bunda lagi ngobrolin apa sih?" tanya Aditya sembari menuruni tangga.

"Gak ngobrol apa-apa sayang" jawab sang Bunda melirik ke arah Adrian.

"Tadi Bunda pulang di antar siapa? Adit liat dari atas" tanya Aditya

"Memangnya Bunda tidak pulang sendiri?" tanya Adrian.

"Bunda tadi ada masalah di jalan, terus ada anak perempuan yang nolongin Bunda" jawab Bundanya sesekali tersenyum pada Adrian.

"Bunda gak kenapa-kenapa kan?" tanya anaknya bebarengan.

"Bunda, gak apa" jawab sang Bunda.

"Siapa yang nolongin Bunda?" tanya Adrian

"Cantik gak bun?" celetuk Aditya penasaran.

"Kamu itu kalo ngomongin anak perempuan pasti semangat" celetuk sang Bunda.

"Bunda senang kalau kamu mau membuka hati pada seseorang. Semangat yak kak" ucap sang Bunda berbisik ditelinga Adrian sembari menepuk bahunya, senyum Adrian mengembang kala sang Bunda berbisik padanya, membuat Aditya merasa kesal.

"Ya sudah Bunda ke kamar dulu yah." ucap sang Bunda sembari berlalu pergi meninggalkan kedua anaknya.

"Lo suka sama cewe songong itu?" tanya Aditya.

"Cewe songong siapa? Kamu tidak boleh mengganti nama seseorang seenaknya sendiri! Ya sudah aku tinggal ke kamar dulu yah" ucap Adrian sembari berlalu meninggalkan Aditya seorang diri, sementara Aditya masih tetap berdiri dan bergulat dengan perasaannya.