webnovel

Seal The Witch's Magic

Cerita ini hanyalah fiksi/fiktif(tidak nyata) Blurb: Riro dan Nalia. Mereka berdua adalah Yinhir dan Yanghir, penyihir dengan kekuatan istimewa yang berbahaya. Kesamaan di antara mereka membuat Riro dan Nalia menjadi dekat. Setelah melalui serangkaian peristiwa, keduanya harus menghadapi organisasi yang mengincar mereka, yaitu Red Goat.

Raya111 · Fantasie
Zu wenig Bewertungen
23 Chs

Ch. 5 - Yanghir dan Pria Bertopeng Putih

"Yanghir?"

Bagas melebarkan matanya. Akhirnya dia mengetahui alasan kenapa serangannya tidak melukai tubuh Riro. Bukan karena serangannya lemah, tapi tubuh Riro yang terlalu kuat.

Bagas melompat mundur beberapa meter ke belakang. Dia menenangkan dirinya dan memikirkan strategi untuk mengalahkan Riro.

"Jadi begitu ya. Pantas saja seranganku tidak mempan. Jika Yinhir sihir, maka Yanghir kekuatan fisik. Tapi setahuku Yinhir dan Yanghir sama-sama kesulitan mengendalikan kekuatan mereka. Yanghir bisa berubah menjadi monster buas yang selalu haus bertarung jika kekuatannya tidak terkendali. Tapi sepertinya kau berhasil mengendalikan kekuatanmu ya? Apa aku benar?"

"Tidak perlu menanyakan itu Paman. Kau akan tahu sendiri jika bertarung melawanku."

Kali ini Riro yang maju. Dia melayangkan beberapa pukulan, namun Bagas berhasil menghindarinya dengan baik. Pertukaran serangan antar keduanya pun terjadi. Riro lebih banyak menerima serangan daripada Bagas. Tapi tentu saja itu bukan masalah karena fisiknya yang luar biasa kuat.

Selama pertarungan berlangsung Bagas mengamati Riro untuk melihat tanda-tanda hilang kontrol dari lelaki itu, tapi Bagas tidak menemukannya sama sekali.

Jika Riro mengamuk, maka Bagas akan sangat senang karena bisa melihat kekacaun yang dibuat oleh seorang Yanghir. Pria itu memang sangat menyukai kekacauan. Entah itu kekacaun di internet maupun dunia nyata.

"Ugh!"

Pertukaran serangan itupun berakhir dengan Bagas yang terpental ke belakang oleh pukulan Riro. Lengan logam miliknya terlihat banyak retakan. Dia juga terluka cukup parah karena tulang-tulangnya retak, namun beberapa saat kemudian ia kembali pulih berkat sihir regenerasi.

'Apa aku mundur saja? Jika aku terlalu lama bertarung, anggota Keluarga Mawar Merah yang lain dan para penyihir dari asosiasi akan menangkapku. Sebelum mereka menyadari pertarungan di tempat ini, sebaiknya aku mundur.'

Bagas telah membuat keputusan.

"Sayang sekali. Aku tidak bisa bertarung denganmu lebih lama lagi. Kali ini aku akan mundur. Berdoalah agar kita tidak bertemu untuk yang kedua kalinya!" Bagas tersenyum jahat lalu pergi meninggalkan tempat itu.

Beberapa detik kemudian Riro jatuh dan berposisi merangkak. Dia memegangi kepalanya yang saat ini terasa pusing. Pandangannya mulai kabur. Dia hampir kehilangan kesadaran.

Riro kembali berdiri dengan susah payah. Kemudian dia menyatukan kedua telapak tangannya dengan jari-jari yang merapat.

"Seal Magic: Foura Igniosa."

Punggung Riro memancarkan cahaya biru yang redup selama beberapa detik. Setelah menggunakan sihir ini, Riro tidak lagi pusing dan kesadarannya pulih sepenuhnya.

"Kau tidak apa-apa?" tanya Nalia. Saat ini dia berada di belakang Riro.

"Ya, aku baik-baik saja. Sebaiknya kau menolong pelayanmu yang di sana. Kasihan dia, kesakitan terus daritadi." Riro menunjuk Raka yang masih tiduran di jalan.

"Benar juga." Nalia mengatakan itu dengan ekspresi datar.

'Ni cewek nggak peduli ama pelayannya?' batin Riro.

Nalia mengecek keadaan Raka, lalu dia memberikan ramuan yang ia bawa dengan cincin dimensi. Raka meminumnya, kondisinya mulai membaik. Ramuan itu adalah penawar untuk puluhan jenis racun. Pembuatnya adalah salah satu kakaknya Nalia.

Navia, Bagas, dan Nalia berterima-kasih kepada Riro. Mereka bertiga tidak ingin sekedar berterima-kasih, tetapi juga memberikan imbalan. Riro diajak makan malam bersama di wastu Keluarga Mawar Merah.

Tentu saja Riro tidak menolaknya. Rezeki kok ditolak. Riro bukanlah anak yang tsundere jika diberi sesuatu oleh orang lain.

Mereka berempat pun berjalan ke wastu Keluarga Mawar Merah. Sambil berjalan, mereka mengobrol. Hanya Nalia saja yang diam tanpa ikut masuk ke dalam obrolan.

....

Di bawah langit malam, Bagas berlari dan melompat dari atap rumah ke atap rumah yang lain. Perasaannya tidak enak. Dia merasa diikuti oleh seseorang.

Setelah berlari dan melompat selama beberapa menit, dia mendarat di halaman sekolah yang sangat luas. Bagas melihat ke sana ke mari. Mencoba mencari sosok yang mengikutinya.

"Keluarlah! Siapa kau!?"

Setelah mengatakan itu, Bagas tiba-tiba ditusuk dari belakang. Pedang yang terbuat dari api menembus perutnya. Bagas memuntahkan darah dan berbalik setelah pedang itu dicabut oleh si penyerang.

Bagas akhirnya melihat sosok pria yang menyerangnya. Pria itu memakai jaket berwarna hitam dan celana panjang warna hitam. Dia memakai topeng putih polos dengan lubang di bagian mata.

'Mustahil. Bagaimana bisa aku tidak menyadari kehadirannya,' batin Bagas dalam hatinya.

"Ada yang ingin kutanyakan padamu." Pria bertopeng mulai berbicara. "Hari ini kau sudah menyerang Yinhir dan Yanghir. Jika besok kau bertemu mereka lagi, apakah kau masih mau menggunakan mereka untuk menciptakan kekacauan?"

"Tentu saja!" Bagas menjawab tanpa ragu dengan senyuman lebar. "Aku ingin melihat kekacauan sebesar apa yang bisa diciptakan oleh Yinhir dan Yanghir! Bagaimanapun juga, mereka adalah monster! Pasti seru sekali melihat mereka berdua lepas kendali!" Bagas terkekeh.

"Baiklah. Jawabanmu itu sudah cukup."

Pria bertopeng tiba-tiba berubah menjadi kabut hitam dan menghilang dari pandangan Bagas.

'Dia menghilang!?'

Kedua kaki Bagas tiba-tiba terpotong oleh pedang api. Bagas pun jatuh ke depan. Dia terkejut dengan serangan tiba-tiba tanpa merasakan hawa kehadiran musuhnya sedikitpun.

Bagas melihat ke belakang. Ternyata orang yang menyerangnya adalah pria bertopeng putih.

"Maaf ya." Pria bertopeng menyentuh punggung Bagas dengan tangan kirinya. "Seal Magic: Foura Igniosa."

Punggung Bagas seketika memancarkan cahaya biru yang redup. Setelah cahaya itu menghilang, Bagas tiba-tiba kehilangan sihir regenerasinya.

"Regeneration." Bagas mengucapkan mantra, namun tubuhnya tidak beregenerasi sedikitpun.

'Mustahil! Ini tidak mungkin! Aku tidak bisa menggunakan sihir regenerasi! Bagaimana bisa!? Siapa dia sebenarnya!?' Bagas menjerit dalam hatinya. Wajahnya menjadi pucat karena panik.

"Jangan dendam padaku. Aku melakukan ini untuk menjaga dua anak itu. Saat ini mereka masih belum bisa mengendalikan kekuatan mereka. Jadi aku tidak bisa membiarkan orang sepertimu berbuat onar."

Pria bertopeng putih pergi meninggalkan tempat itu. Dia membiarkan Bagas tengkurap dengan kaki yang sudah terpotong.

....

Saat ini Riro sedang makan malam bersama anggota Keluarga Mawar Merah. Dia benar-benar kagum dengan wastu ini baik dari luar maupun dalam. Jiwa miskinnya menjerit-jerit.

"Riro, aku berterima-kasih karena kau sudah melindungi putriku dari bahaya. Kuharap jamuan yang kuberikan ini cukup untuk membalas kebaikanmu."

"S-Sama-sama ...."

Agus Mawar Merah, ayahnya Nalia. Ucapan dari pria ini membuat Riro sedikit merinding. Agus terlihat dingin dan menyeramkan. Tatapan matanya membuat bulu kuduk merinding.

"Kau terlihat gugup sekali anak muda! HAHAHAHAHA. Santai sajalah. Tidak ada yang akan menggigitmu kok!" Kakeknya Nalia, Darwo Mawar Merah. Dia adalah orang yang ramah dan terlihat gaul. Kehadirannya di sini membuat rasa canggung Riro berkurang.

Saat ini di ruang makan hanya ada tujuh orang. Yaitu Riro, Agus, Darwo, Nalia, Navia, Zerfan dan Aira. Tidak semua anggota Keluarga Mawar Merah ada di sini.

Zerfan adalah anaknya Agus yang paling bungsu. Dia terlihat cuek dan tidak peduli dengan Riro. Lelaki itu hanya fokus pada gadgetnya meskipun saat ini dia sedang makan.

Sedangkan Aira adalah adiknya Nalia dan kakaknya Zerfan. Di antara tujuh bersaudara, dia anak keenam. Aira terlihat tertarik dengan Riro namun tidak ikut mengobrol bersama yang lain. Aira adalah anak yang pemalu. Meskipun ingin berkenalan dengan orang asing, dia lebih memilih menutup mulutnya.

"Oh iya. Boleh aku tanya sesuatu?"

"Boleh! Silahkan!"

"Kau boleh bertanya apapun Riro."

Darwo dan Navia memberikan respon yang positif. Riro pun tidak ragu menanyakan pertanyaan yang ada di kepalanya.

"Nalia ini seorang Yinhir bukan? Apa dia masih belum bisa mengendalikan kekuatannya?"

"Itu benar Riro. Nalia masih belum bisa mengendalikan kekuatannya. Karena itulah, dalam pertarungan tadi dia hanya diam saja. Nalia terlalu takut hilang kendali dan melukai orang-orang disekitarnya," jawab Agus.

"Jadi begitu."

Beberapa menit kemudian, mereka semua pun menghabiskan makanan mereka.

"Terima kasih atas bantuanmu. Maaf baru bilang sekarang." Nalia akhirnya berbicara dengan Riro. Ekspresinya datar, namun rasa terima kasihnya terlihat.

Riro tersenyum lebar menanggapinya. "Ya, sama-sama. Oh iya, sebelum aku pergi, maukah kau berbicara empat mata denganku?"