webnovel

Sayap Hitam

Di hari ulang tahunnya, Ravi Lazy Arsenio meminta permohonan secara asal sambil meniup lilin pada kue ulang tahun untuk menurunkan seorang bidadari dalam hidupnya. Ketika Ravi menuju kamarnya di hari yang sama dia dikejutkan dengan seorang pria asing berada di dalam kamarnya hanya mengenakan celana panjang kulit. Pria itu bernama Raymond mengatakan bahwa kehidupan serta dirinya adalah milik Ravi yang tujuan kedatangannya adalah untuk menjaga Ravi dan mendampinginya dalam banyak hal, dibuktikan dengan tato alami besar bertuliskan nama Ravi di dadanya. Ditambah kelakuan Raymond seperti anak-anak di bawah lima tahun yang mudah menangis dan tidak akan melakukan apapun tanpa perintah Ravi. Kemudian ada rahasia besar yang harus mereka tutupi tentang Raymond yang muncul entah dari mana adalah dia mempunyai sayap besar, berwarna hitam dan lembut, keluar dari punggungnya. Tidak hanya itu, Raymond selalu menembakkan aroma-aroma yang hampir membuat Ravi kehilangan kendali atas dirinya sendiri. Dengan kedatangan Raymond juga membuat kehidupan Ravi berubah menjadi lebih rumit dari sebelumnya yang justru mengantarkan dirinya ke dalam masalah besar yang tak pernah Ravi bayangkan. Yaitu bertemu dengan Adrian bersayap putih yang menginginkan kematian Ravi di tangannya. Siapakah sebenarnya Raymond? Apa tujuan sebenarnya? Masa lalu kelam apa yang coba Raymond dan keluarganya sembunyikan dari Ravi selama ini?

White_Black033 · LGBT+
Zu wenig Bewertungen
47 Chs

11. Pria Itu Datang Lagi

Ketika Ravi berjalan mengambil udara segar, dia merasakan angin bertiup di tengkuknya. Membuat perasaan tidak nyaman membungkus erat, dia berhenti sebentar hanya untuk berbalik dan tidak menemukan siapa pun di sana. Ravi menunggu kalau-kalau orang itu akan menampakkan batang hidungnya. Namun, tidak ada apapun yang terjadi.

Angin berhembus pelan membelai halus permukaan wajahnya, Ravi menarik napas dalam-dalam mengisi rongga paru-parunya dan merasakan aroma yang sangat dia kenal dengan baik. Bibir Ravi membentuk garis tipis, dia kecewa pada Raymond yang tidak mengikuti perkataannya.

"Keluar saja, Raymond!" perintah Ravi dengan suaranya yang penuh dengan kekecewaan.

Ravi mendengus, tangannya dia masukkan ke saku celana olahraganya tatkala dia melihat Raymond keluar dari persembunyiannya di balik pohon dengan malu-malu. Raymond bahkan mengikutinya tanpa mengenakan alas kaki.

"Aku sudah mengatakan untuk kamu tetap berada di rumah," kata Ravi. Dia masih merasakan rasa bersalah yang masih bersarang pada Raymond karena kelakuan kasar yang sebenarnya dia tidak bermaksud seperti itu. Ravi hanya tak tahu apa yang salah pada dirinya saat itu, dia melakukannya begitu saja tampak bukan bagian perintah dari otaknya. Namun, semua sudah terjadi.

Raymond berdiri tegak, dia menatap Ravi dengan ketakutan yang menempel erat di wajahnya serta tangannya terjalin satu sama lain. "Aku ingin bersama Ravi."

Ravi mendekat ke arah Raymond dan menatap matanya yang berair, dia tidak seharusnya bersikap kasar padanya tetapi dengan kekecewaan yang dilakukan semua orang Ravi bahkan tidak tahu lagi harus bersikap apa. Daniel masih mengurung diri di kamar walaupun Ravi memukul dinding dengan keras di malam itu. Ravi khawatir luar biasa pada apa yang terjadi pada Daniel.

"Raymond aku hanya sebentar, berjalan-jalan di sekitar sini," terang Ravi dengan suaranya yang melembut tidak ingin membuatnya semakin takut dia mengesampingkan perasaanya sendiri sekarang. Ravi melihat sekeliling area perumahan yang sepi. Dia menarik halus pergelangan tangan Raymond ke sebuah kursi taman di dekat mereka berdiri.

"Ravi ingin meninggalkanku?" Raymond memperhatikan jemari Ravi masih terikat di pergelangan Raymond yang besar. Ravi segera melepaskannya dan menggenggam pergelangan tangannya sendiri.

"Aku hanya berjalan-jalan sebentar. Dengar Raymond aku minta maaf tentang semalam. Aku sama sekali tidak ingin bersikap kasar seperti itu. Semua terjadi begitu saja, aku sama sekali tidak ingin melakukannya, tapi semua itu terasa di luar kendaliku." Ravi berkata, tetapi sebenarnya dia tidak ingin membela dirinya sendiri dengan dalih seperti itu.

Raymond menggelang setelah dia mendengar Ravi dengan benar, pupil matanya yang berkilau menatap Ravi dengan kesungguhan murni. "Tidak Ravi. Aku yang salah. Aku tidak bisa memberitahu Ravi, Aku telah berjanji yang tidak bisa diingkari. Maaf Ravi karena membuat Ravi kecewa."

Hati Ravi seketika terasa tercubit, bagaimana bisa dia menyalahkan Raymond dan lagipula Raymond sedang membuat janji pada orang lain yang Ravi tidak tahu siapa. Ravi hanya merasa kacau. Dia mengangguk lemah. "Bisa kita lupakan saja tentang ini?"

Raymond ikut mengangguk, rambut hitamnya yang berkilau tertimpa sinar matahari bergoyang mengikuti gerakan kepalanya. Raymond berkata tiba-tiba. "Daniel akan baik-baik saja, Aku janji."

Ravi menghela napas, dia meluruskan badannya membuat duduknya lebih nyaman. Jujur, Ravi merasa ikatan kuat yang melilit dadanya perlahan lepas, dengan hanya percaya pada janji Raymond selain itu apalagi yang bisa Ravi lakukan?

"Jadi, sekarang kamu harus pulang," pinta Ravi menoleh pada Raymond yang menggelengkan kepalanya. "Mengapa tidak mau? Aku ingin sendiri, aku akan mengantarmu pulang."

"Aku ingin selalu bersama Ravi," katanya ringan seolah dia telah mengucapkan puluhan kali dalam hidupnya. Raymond juga meluruskan kaki mengikuti bagaimana Ravi duduk di sampingnya. "Ravi ingin meninggalkan aku sendirian?"

"Tidak, aku hanya keluar sebentar."

"Aku tidak ingin Ravi pergi sendirian." Mata Raymond tidak pernah lepas dari Ravi hingga membuat Ravi menggeliat tidak nyaman.

Ravi memalingkan kepalanya dari Raymond, dia menghela napas dan bangkit berdiri. "Baik, kita pulang sekarang."

Seketika itu juga Ravi dihantam aroma itu lagi tepat di wajahnya lebih kuat dari sebelumnya. Lutut Ravi menjadi lemas hingga dia akhirnya kembali duduk di kursi dengan napas terengah-engah. Dia sama sekali tidak tahu apa yang salah pada dirinya saat mencium wangi yang menguar dari tubuh Raymond tetapi mengapa reaksinya seperti ini?

Dia menghirup udara sesedikit mungkin. Pipi Ravi memerah, bukan karena terpaan sinar matahari yang bersinar lembut menerpa kulitnya. Namun, hal ini terjadi karena hal yang sama sekali berbeda, membuat sekujur tubuhnya memanas dengan sebuah keinginan tidak masuk akal yang tiba-tiba muncul.

"Ravi, apa yang terjadi?" tanya Raymond menatap Ravi khawatir, tangan Raymond terangkat di udara untuk menyentuhnya, tetapi dengan cepat dia menurunkan tangannya. Namun, dengan cepat Ravi menggelengkan kepala, untuk menjawab Raymond sekaligus menjernihkan pikirannya.

"Tidak ada. Hanya, apa yang salah dengan kamu?" Ravi balik balik bertanya sedikit tersendat, sambil menyapukan beberapa helai rambut yang menggelitik wajahnya.

Raymond menatap Ravi dengan matanya yang melebar terkejut dan tergesa-gesa menjawab. "Aku salah apa, Ravi?"

Ravi menghirup udara pelan ketika aroma manis yang menguar dari tubuh Raymond menjadi lebih halus dari sebelumnya, dia menggeleng dan dengan perlahan dia bangkit berdiri. "Tidak ada, itu hanya pikiranku saja. Sebaiknya kita cepat pulang."

Raymond ikut berdiri di sisinya, Ravi melirik untuk mendapati tingkah gelisah dari Raymond. "Ravi terganggu oleh—,"

"Tidak, ayo pergi," potong Ravi cepat tidak ingin Raymond melanjutkan perkataannya, Ravi tersipu karena malu dengan dirinya sendiri. Lalu dia menyadari bahwa Raymond tidak mengenakan alas kaki hingga sampai di sini, mengikuti Ravi seperti seorang penguntit yang tidak berpengalaman. "Aku lupa untuk membelikanmu alas kaki untuk berpegian."

Raymond berjalan di samping Ravi, langkahnya pendek padahal kaki Raymond panjang dan tampak kuat. Dia terkadang sesekali menyenggol lengan Ravi hampir tak sengaja dan Ravi merasakan tatapan itu dari waktu ke waktu selama perjalanan mereka pulang, tetapi ketika Ravi menoleh padanya, Raymond malah mengalihkan pandangannya dengan terang-terangan. "Ada apa Raymond?"

Raymond berhenti dia menatap Ravi dengan pupil mata berbeda warnanya yang melebar, tampak seperti kepergok sedang melakukan sesuatu yang salah. Namun, dia menjawab dengan gelengan kecil.

Ravi mengangkat bahu acuh, ketika mereka beberapa meter lagi sampai di pekarangan rumah. Raymond tiba-tiba bergerak maju di depannya.

"Mengapa kamu kemari?" Ravi sedikit bergidik mendengar betapa berbeda nada yang digunakan Raymond, tajam dan dingin. Ravi mengintip dari balik punggung Raymond dan merasakan tenggorokannya tercekat ketika dia melihat pria berambut silver itu lagi, tetapi sayap yang dia miliki tidak keluar dari balik punggungnya. Pria itu menjejak tanah dengan mantap, dagunya terangkat dan matanya yang menyipit tajam penuh dengan kebencian yang seolah meresap sampai ke pembuluh darahnya.

"Aku ingin melihat." Mata pria itu bersitatap dengan Ravi, dia menyeringai dan membentuk senyum miring. Raymond menggeram dan akan siap menyerang pria itu kapan saja, ketika Raymond hendak maju, Ravi merapatkan tubuhnya ke sisi Raymond dan menggenggam pergelangan tangannya kuat mencegah apapun yang dapat terjadi.

"Pergi!" perintah Raymond lebih pelan dan penuh penekan lewat suaranya yang dalam.

Pria itu tampak tak terpengaruh oleh Raymond dia malah melangkah maju hingga berada tepat di hadapan Raymond. Rahangnya mengeras dengan tatapan tajam menusuk dan membentuk seringai miring. "Perhatikan posisimu sebelum mengusirku. Kamu tidak lebih rendah dari manusia ini, di sana dan di sini kamu hanya sebatas budak pesuruh atau bahkan hewan peliharaan?"

Raymond tampak menegang digenggaman tangan Ravi, hal itu dengan cepat menyulut kemarahannya bagaimana bisa pria ini memiliki perkataan yang begitu buruk. Ravi merasakan dadanya sesak mendengar kalimat itu dan matanya menjadi panas.

"Siapa kamu yang hanya datang untuk menghinanya? Kamulah yang rendah dengan kata-katamu itu. Bukannya Daniel telah memperingatkan tidak ada tempat bagimu di sini bahkan untuk kamu berbicara," Ravi terengah-engah setelah dia menyelesaikan kalimatnya, wajah Ravi memerah dengan amarah berkobar walaupun dia tidak tahu pasti permasalahan pria ini terhadap Raymond dan Daniel.

Pria itu mengalihkan pandangannya pada Ravi dan dengan kemarahan Ravi dia memiliki keberanian untuk menghadapinya. Ravi balas menatap pria itu dengan menantang.

"Beraninya kamu manusia berbicara padaku." Pria itu menggeram, tangan di sisi tubuhnya mengepal. "Kamu sendiri memulai mencelupkan dirimu ke dalam masalah, kita lihat apa yang akan terjadi."

Raymond masih memiliki kesadaran penuh untuk menarik Ravi ke belakang punggungnya kembali dan Ravi sungguh tidak menyukai cara bagaimana Raymond menganggap dirinya lemah dengan melakukan ini.

Pria itu terkekeh kemudian dalam sekejap wajahnya menjadi topeng datar ketika dia meletakkan fokusnya kembali pada Raymond dan mengedikkan kepala ke arah Ravi "Apakah dia yang akan kamu bunuh selanjutnya?"