Bibi sudah kembali ke kamar Nona Muda-nya. Tatapan yang terlihat sangat redup terlihat di mata gadis itu.
"Non tadi sebenarnya ngapain bisa sakit tidak jelas seperti ini? Tanya Bibi bingung melihat kondisi yang sepertinya tiada luka itu.
"Bibi tadikan sudah aku katakan?" Jawab Bella yang masih menahan kesulitannya.
"Mungkin benar kali ya Bi kalau luka tak berdarah itu lebih sakit?" Tanya Bella kemudian.
Bibi yang mendengar kata-kata majikannya itu hanya Mengendikkan bahunya. Bibi dengan telaten mengompres pergelangan kakinya itu dengan kasih sayang.
"Hukuman buat aku kali ini karena kabur segala dari rumah." Batin Bella.
"Kenapa melamun?" Tanya Bibi yang sedang duduk di sebelah Bella sambil mengompres kaki gadis itu.
"Gak apa?" Balasnya.
"Udah jangan menangis nanti juga sakitnya hilang setelah dikompres." Doa Bibi Ratih.
"Amin." Kata Bella membalas ucapan Bibi Ratih agar terwujud.
Bella berbeda dengan Yasna dalam kehidupan mereka. Bella selalu mendapatkan semuanya termasuk kasih sayang kedua orang tuanya.
Kasih sayang walaupun dari Papa kandung dan Mama angkat. Misteri itu siapa yang tahu kecuali pihak keluarga Papa dan Bunda Azka sendiri.
Dokter dan perawat yang membantu persalinan Bunda Azka pun dipilih orang-orang terperdaya dari pihak yang Papa. Akan tetapi sangat disayangkan ada seseorang yang diluar dugaan membantu hak Bunda Azka untuk mendapatkan salah satu anaknya.
Anak gadis kembar dengan penampilan wajah yang sedikit berbeda tetapi watak yang sama atau tidak jauh beda. Bedabeda tipis dalam segala hal kecuali dalam takdir hidup mereka.
____________
Di Rumah Yasna sedang kesakitan yang amat sangat hingga semakin lama wajahnya semakin pucat. Bunda memutuskan untuk memanggil seorang Dokter.
Dokter yang pernah membantunya mendapatkan anaknya itu. Baik Dokter kandungan yang sering mendengarkan keluh kesahnya hingga mengurangi beban di hatinya dan Dokter Umum keluarga dari Ayah Yasna.
Cepat-cepat Sang Bunda mengambil benda pipih yang ada di atas meja yang terletak di depannya. Bunda segera mencari nomor Dokter dan mendealnya.
Dokter yang usianya paruh baya itu. Usia yang tidak jauh berbeda dengan sang Bunda.
Tuuut Tuuuut Tuuuut
Bunyi ponsel Sang Bunda hingga nada panggil ke 3. Dokter yang di seberang mulai mengangkat panggilan itu dengan segera.
"Assalamualaikum." Salam Bunda pada sang Dokter dengan suara yang khawatir dan sedikit ragu.
Keraguan menghubungi Dokter itu disebabkan karena sudah belasan tahun mereka tidak saling berhubungan. Alasan bayi yang harus disembunyikan akan ketahuan.
"Wa'alaikumsalam." Jawab Dokter yang ada disebrang.
Hening
Hening
Hening
"Tumben ada apa sayang." Kata Sang Dokter kemudian memecah sebuah keraguan.
"Semua baik-baik sajakan?" Tanya Dokter itu kembali.
"Sepertinya kamu sedang cemas?" Lanjutnya lagi.
"Aku.... Aku... Aku... " Balas Bunda Azka ragu.
"Bunda sakit." Keluh Yasna lirih.
"Aku akan segera ke sana." Kata Sang Dokter setelah mendengar suara Yasna yang masih bisa di dengarnya. Ia langsung menutup panggilan itu dan segera meluncur ke rumah Bunda Azka.
Dokter itu sangat perhatian pada keluarga Yasna. Biarpun jarak yang ditempuh dari rumah sakit tempatnya bekerja dengan rumah Bunda sangat jauh masih saja Dokter ini meluangkan waktunya.
Tidak membutuhkan waktu berjam-jam untuk sampai di rumah yang terletak di sebuah Villa. Mobil yang dikendarai Sang Dokter memecah keramaian jalanan kota melesat sangat cepat.
Chiiiiiiiit
Suara rem ban mobil yang bergesekan di depan rumah. Bagaikan pembalap papan atas sedang beraksi.
"Tak pernah berubah selalu saja seperti itu." Kata Sang Bunda mengintip dari balik jendela kaca depan rumah.
"Bunda.... Bunda...!" Panggil Sang Anak.
"Berarti Bunda tahu dong bagaimana kebaikan Dokter itu?" Tanya Yasna.
Ting tong Ting tong Ting tong
Bunyi bel pintu terdengar hingga membuat suara menjadi hening sejenak. Sang Bunda segera membukakan pintu perlahan.
"Apa yang terjadi dengan anak gadis mu yang bandel itu?" Tanya Sang Dokter langsung menyerobot masuk tanpa dipersilahkan oleh empunya rumah.
"Apa bandel!" Teriak Yasna.
"Gak salah tuh? Kamu tu yang preman naik mobil ugalugalan." Cerocos Yasna.
"Anak kecil tahu apa?" Tanya Sang Dokter mendekati Yasna.
"Mana yang sakit?" Tanya Dokter itu lagi.
"Ini." Jelas Yasna menunjuk kakinya yang sakit dengan jari telunjuk tangannya.
"Makanya jadilah gadis yang lembut?" Ledek Dokter dengan senyum renyah.
"Tertawa'in apa?" Tanya Yasna galak dengan menahan rasa sakitnya.
"Nertawa'in anak singa yang marah-marah gak jelas?" Jawab Dokter itu.
Kreeek
Anggap lah suara kaki Yasna baru ditarik untuk membetulkan kaki yang kesleo. Tanpa disadari kakinya sudah dipijat oleh Dokter tanpa rasa sakit akibat perang mulut yang terjadi.
"Ah... Sakit." Keluh Yasna saat kakinya ditarik.
"Selasai." Kata Dokter itu.
"Coba gerakkan pergelangannya perlahan." Pinta sang Dokter.
Gadis itu menggerakkan pergelangan kakinya ragu. Rasanya agak lebih baik.
"Waw, amazing!" Teriaknya setelah merasakan enak di pergelangan kakinya.
"Kenapa tidak alih profesi saja sih Om?" Canda Yasna.
"Ok, Om akan alih profesi." Kata Dokter itu sambil menaik turunkan kedua alisnya hingga terlihat genit.
"Menjadi Dokter Pribadi Bunda Mu." Lanjut Dokter itu lagi yang punya maksut. (Tentunya Kakak-kakak semua tahu dong yang di maksut Sang Dokter).
Yasna dan Dokter itu pun berbincang sambil bercanda.
Mereka berdua tidak bisa pernah akur dalam segala hal.
Bunda meninggalkan keduanya ketika tahu kalau kaki Sang Anak sudah membaik. Ia mulai berkutat di dapur membuat makan siang dan makanan ringan.