webnovel

Sang Pembunuh Bayaran

Mercury adalah seorang pembunuh bayaran yang seperti hantu. bekerja sendiri. bahkan tak ada yang tahu identitasnya. membunuh tanpa ada yang menyadari, korbannya kebanyakan adalah para pelaku kejahatan yang memang ditarget untuk membalas dendamnya. tetapi ada seorang agen intelejen mencium identitasnya. terobsesi menangkapnya. agen intelijen itu adalah Ambrosia. dalam situasi yang tak terduga Ambrosia malah jatuh cinta pada Marvin. sosok sebenarnya dari Mercury. Ambrosia yang belum mengetahui identitas asli Mercury tak menyadari bila Marvin kekasihnya adalah Mercury sang pembunuh bayaran yang selama ini dikejarnya. akankah Mercury akhirnya tertangkap? bagaimanakah kisah cinta keduanya?

erica22 · Urban
Zu wenig Bewertungen
11 Chs

Naksir

Jari Ambrosia menari lincah di atas keyboard letop. Sudah 20 menit dia menulis dalam letopnya. Sosok pria tinggi dan berpakaian lusuh melangkah ragu mendekatinya.

"siapa Anda?" kata Ambrosia melemparkan pandangan pada pria itu.

"eh.. sa.. sa.. saya pemilik toko letop. Dia Indra pegawai di toko saya." Jawab pemilik toko yang gagap.

"ooo.. Anda tuan Marvin?" tebak Ambrosia. Pria itu mengangguk ragu.

"silahkan duduk" Ambrosia mempersilahkan Marvin duduk di sebelahnya. Diletakkan letop di meja. Lalu dia mulai dengan menunjukkan lencananya. "aku Ambrosia, detektif." Jelasnya.

"a..a..apa yang terjadi pada Indra, detektif?" Tanya Marvin

"dia dipukuli preman. Kebetulan aku ke toko mau nyervis letopku yang rusak. Para preman lari begitu melihat aku dan rekanku. Bahkan Indra masih sempat mempersilahkan kami masuk dan ngecek letop ku" kata Ambrosia.

"oooo.. ba.. ba.. bagaimana keadaannya?" Tanya Marvin

"sudah ditangani dokter, dia akan baik-baik saja" kata Ambrosia melemparkan pandangan pada Indra yang masih tidak sadarkan diri.

"syu.. syu.. syukurlah" kata Marvin tampak air mukanya sedikit lega.

"Tuan Marvin, taukah latar belakang Indra?" Tanya Ambrosia.

"a..a..a.. anak ini aku bertemu di jalan, a.. a… a… aku membantunya, dan dia tertarik pada letop jadi, a..a..a.. aku pekerjakan saja di toko ku " jawab Marvin.

"tepatnya kapan dan dimana pertemuan anda dan Indra?" Ambrosia menatap tajam pada Marvin.

Marvin menjelaskan dengan terbata-bata. Setahun lalu, Dia melihat Indra di stasiun dan baru saja dirampok. Tas dan perbekalannya raib dibawa para perampok, bahkan dia babak belur dipukuli perampok. Karena iba dia membawa Indra ke tokonya untuk diobati. Indra mengatakan kalau dia bisa menyervis komputer dan langsung melamar menjadi pegawai di toko.

Kebetulan Marvin memang butuh pegawai toko yang bisa menyervis komputer jadi Indra diperkerjakan. Marvin tak tahu mengapa langsung percaya pada Indra. Tetap Indra memang anak yang jujur dan tekun. Meskipun sedikit pendiam dan misterius.

"ini KTP Indra, dari alamat KTP sepertinya dia dari Desa A" kata Ambrosia menunjukkan KTP.

"i.. iya.. KTPnya aku punya fotocopnya" jawab Marvin

"kalau begitu aku serahkan padamu anak ini. Aku lanjutkan bekerja. Oya di nakas obat yang harus diminumnya kalau dia sadar" kata Ambrosia.

"ba..ba.. ba.. baiklah terima kasih detektif" jawab Marvin gagap. Baru tiga langkah Amrosia balik lagi.

"oya.. ada yang lupa. Hubungi aku kalau dia sudah baikan, aku butuh kesaksiannya" jawab Ambrosia menyodorkan kartu namanya. Marvin menerimanya dengan mengangguk cepat.

Indra membuka matanya dan tampak wajah Marvin pemilik toko gembira melihatnya.

"apa yang terjadi?" Tanya Indra mencoba mengingat peristiwa yang baru dia alami.

"Ka..ka.. kamu tak sadar polisi-polisi itu yang membawamu ke sini" jawab Marvin

"detektif cantik itu? dia baik sekali" kata Indra

"eh.. kamu.. su..su…suka ya.." kata Marvin mengejek Indra.

"ah.. apa sih. Dia memang cantik" kata Indra kesal karena diejek.

"iya.. iya.. ba.. ba bagaimana keadaanmu?" kata Marvin sambil mengambilkan obat yang hrs dikonsumsi Indra.

"ini mi..mi..mi.. minum obat dulu" kata Marvin menyerahkan obat dan segelas air. Sikap Marvin pada Indra memang sudah seperti adiknya sendiri.

"terima kasih Vin" kata Indra setelah meminum obatnya.

"ka.. ka.. kau diminta jadi saksi, penjarakan preman-preman itu. Po..po.. polisi sudah menangkap mereka" kata Marvin menyerahkan kartu nama Ambrosia

"ii..ii.. ini nomor detektif cantik itu.. kau diminta menghubunginya" kata Marvin lagi.

"aku punya nomor teleponnya" kata Indra "pasti aku hubungi, dia kan menyerviskan letop. Ada di buku di toko" kata Indra tersenyum.

"wow.. ka..ka..kalau begitu kartu ini biar aku simpan" kata Marvin

"eh.. mana-mana.. biar aku yang simpan" kata Indra merebut kartu nama itu dari tangan Marvin.

Keduanya tertawa tampak pipi Indra bersemu merah. Yang pasti jantungnya berdebar sejak itu bila ada yang menyebut nama Ambrosia.

"ka.. kamu terlalu muda untuk detektif itu Indra" kata Marvin dengan wajah yang mengekspresikan keraguan.

"siapa bilang aku suka.." kata Indra makin memerah pipinya dan tertunduk kesal.

"o..o..oke.. sorry im just kidding" kata Marvin menepuk pundak Indra.

"aku harus segera pulang. Letop itu harus segera di perbaiki" kata Indra menyikap selimut hendak turun.

"no..no.. tunggu aku tanyakan dokter dulu oke" kata Marvin menahan Indra agar tak terburu-buru.

Indra dan Marvin segera kembali ke toko setelah dokter mengijinkannya pulang. Marvin heran melihat sikap Indra bukannya istrahat tetapi segera menservis letop Ambrosia. Indra sangat antusias dengan cekatan dan teliti dia sudah menyelesaikan pekerjaannya letop itu sudah bisa digunakan kembali.

"wow.. ce.. ce.. cepat sekali.. sudah selesai?" kata Marvin melihat hasil kerja indra yang cepat.

"pukulan botol dari para preman itu membuat kepalaku makin cepat berpikir" kata Indra berlagak.

"ha..ha..ha.. se..se..se.. sekarang kau jadi tukang servis yang cepat" kata Marvin

"aku akan mengantarkannya" kata Indra mengemasi letop itu.

"ke..ke.. kenapa tak kau telepon saja dia akan da..da..datang ke sinikan" Marvin mengingatkan Indra bahwa kondisinya masih sakit, luka jahitan dikepalanya harus dirawat tak seharusnya dia keluar rumah apa lagi ke kantor polisi.

"aku sembuh dengan cepat tenang saja" kata Indra bersikeras "tenang Vin.. aku bisa jaga diri, bye!" kata Indra lalu pergi menuju kantor polisi.

"a.. a.. anak muda yang sedang dimabuk asmara" kata Marvin lantang agar Indra mendengarnya.

Indra memang mendengarnya tetapi dia tak peduli dia sudah menyalakan sepeda motornya lalu melajukannya sampai ke kantor polisi tempat kerja Ambrosia.

Setelah beberapa menit Indra sudah sampai ke kantor polisi kota S.

"well.. kau bisa meneleponku saja aku akan datang mengambil letopnya" kata Ambrosia yang terkejut melihat Indra datang ke kantornya.

"ada yang perlu aku sampaikan padamu nona" kata Indra percaya diri.

"oke.. apa itu?" Tanya Ambrosia

"terima kasih. Anda sudah menyelamatkan aku" kata Indra pipinya memerah.

Ambrosia menangkap kecanggungan pemuda itu. lalu mengeluarkan sejumlah uang perbaikan letop dan tips karena sudah mengantarkan letopnya langsung ke kantor.

"ini uang servis letopnya plus tips karena kau antarkan langsung ke kantorku" kata Ambrosia dengan senyuman manisnya.

"terima kasih kalau begitu saya pamit dulu nona" kata Indra berlalu sebelum keluar dari kantor dia menabrak detektif Henry yang mengenalinya lalu hendak menyapa. Tetapi dia tetap berlalu karena saat itu hatinya masih berdebar-debar. Entah apa yang salah denganya tampaknya benar kata Marvin. Indra jatuh cinta pada detektif cantik itu.

Bibir tipis tersenyum melihat Indra keluar dari kantor polisi. Matanya fokus melihat melalui teropong. Teropong itu digeser kali ini fokus melihat jendela tepat pada kantor Ambrosia. Dia bisa melihat detektif canti itu dengan jelas mulai membuka letopnya.

Dia putar-putar tuas radio, melalui headset yang digunakannya hingga terdengar suara hembusan nafas Ambrosia. Kali ini suaranya semakin jernih dia berhenti memutarnya karena frekuensi yang dia butuhkan sudah terdengar.

"wow.. hembusan nafasnya bahkan terdengar. Aku suka alt sadap ini. Jernih sekali.. hehehe" kata Mercury dengan pandangan masih tetap fokus pada tropongnya.

"akhirnya letopku bisa digunakan lagi" kata Ambrosia kegirangan menyalakan letopnya. Tanpa dia sadari Mercury berhasil menanamkan alat penyadap dalam letop Ambrosia. Bagaimana dia bisa melakukannya? Tentu saja. Karena Mercury memiliki akses pada toko letop tempat Ambrosia menyeviskan letopnya. Dia sengaja membuat letop Ambrosia rusak setelah mengakses deepweb. Dengan bantuan para preman dia menyuruh mereka menghajar pemuda bernama Indra itu. yang merupakan pegawainya sendiri. Indra hanyalah umpan. Agar dia bisa memasang penyadap pada letop Ambrosia. Meskipun dia pun terpaksa dia membuat Indra pegawainya babak belur.

"maaf Indra.. kau jadi umpanku untuk menghentikan si makanan Dewa itu" kata Mercury menyesal. "sebenarnya aku kasihan padamu Indra. Waktu itu aku menolongmu karena namamu sama dengan nama kecilku." Pikir Mercury alias Marvin alias Indra. Kenangannya menerawang mengingat peristiwa ketika dia masih berusia 7 tahun. Di atas kapal Shahr dia melihat dengan mata kepalanya ayah dan awak kapal Shahr dibantai.

Bahkan masih terasa nyata seakan baru saja terjadi seorang pria bernama Murad menyembelih dengan senang leher ayahnya. Murad mengirisnya dengan pisau yang tak terlalu tajam. Sehingga butuh sedikit tenaga lebih kuat mengiris leher itu.

Indra tak mampu berteriak ia terlalu shock dengan apa yang dilihatnya. Ayahnya yang awalnya berteriak kesakitan dengan suara mengerikan. Ketika pisau itu sudah mencapai pembulu di leher suara ayahnya hilang darah mengalir deras. Sementara Murad Baldrisky menyembelihnya dengan santai. Darah terciprat pada wajahnya. Lidahnya menjulur menjilat darah yang terciprat di bibirnya. Murad Baldrisky menikmati aktivitasnya. Kepala korbannya diangkatnya dan dimasukkan pada sebuah karung yang sudah dia siapkan.

Murad Baldrisky melihat Indra dan memberikan kode pada rekannya seketika rekannya menembak Indra tepat di dada kirinya. Mereka mengira sudah membuat anak itu mati mengenaskan. Tetapi mereka salah. Justru anak bernama Indra itu kini tumbuh menjadi mesin pembunuh yang sudah membantai mereka semua satu persatu tanpa merek sadari.

"Murad Baldrisky" kata Mercury mencoret foto kakek mafia itu dengan spidol merah. Satu persatu dilepaskannya foto dan susunan rencana yang dia buat khusus untuk membunuh kakek psikopat itu. dengan diiringi musik The Chainsmokers ft. Kygo yang berjudul Nobody.

Mercury menari kegirangan karena rencananya akhirnya tuntas. Proyek panjangnya akhirnya berhasil terselesaikan bahkan tanpa ada yang menyadarinya. Hatinya riang tak dapat menahan tawa yang terukir di bibir tipisnya. Kejahatannya sempurna. Tanpa cela.

Foto Murad yang sudah di coretnya dengan spidol merah tiba-tiba melirik padanya seketika dilemparkannya foto itu.

"sial!!" Mercury tersentak.

Dia mengangkat kedua telapak tangannya memerah darah lantai ruangannya kini dipenuhi darah yang menggenang. Mercury panik dia berlari ke kamar mandi karena aliran air dan darah itu berasal dari kamar mandi di lihatnya bathtub itu tertutup tirai plastik. Tampak bayangan orang sedang berada dalam bathtub itu. air dan darahnya terus mengalir memenuhi lantai.

Disikapnya tirai itu ternyata semua hanya imajinasinya. Tak ada air dan darah yang mengalir menggenangi lantai. Mercury terduduk di lantai kamar mandi yang kering. Dia mulai menangis dan seakan frustasi. Dia menangis, meraung-raung seakan dia seorang bayi yang mencari ibunya. Seketika dia tertawa lantang dia teringat keberhasilannya bahkan tak ada satupun orang yang menyadari kejahatannya.

"tidak ada yang mengetahui kejahatanmu Mercury" kata bisik Mercury pada dirinya sendiri

"kecuali Ambrosia" kata Murad yang kini muncul dalam wujud yang menyeramkan sedang duduk di Bathtub dengan wajah pucat dan mata yang tanpa bola mata. Gelap hampa. Wajah tua Murad terkekeh-kekeh melihat Mercury.

"Aaaaah!!!" Mercury menghambur pada sosok Murad mencoba meninjunya. Tetapi dia malah meninju bathtub itu hingga tangannya berdarah. Sakit yang luar biasa dirasakannya di punggung tangannya yang berdarah.

"ya.. harus aku singkirkan wanita itu. hanya dia yang tahu. Nobody" kata Mercury resah.

"Nobody… Nobody… nobody…" bisik Mercury berulang-ulang pada dirinya sendiri.