webnovel

1. Perbincangan

Dia adalah seorang laki-laki berusia 37 tahun. Dia biasa di panggil dengan nama Daf. Seperti biasa, jika pagi menjelang daf selalu nongkrong di warung seberang jalan. Daf adalah seorang pengunjung tetap warung kopi dengan modal cerita dan keberanian untuk berhutang kepada Siti si pemilik warung kopi, dengan modal cerita dan bualan-bualannya lah kemudian ia mendapatkan kopi dan rokok gratis. Seperti lazimnya orang yang minum kopi maka akan bertambah nikmat dengan kepulan asap rokok di mulut. Di warung itu Daf bisa berlama-lama duduk di sana untuk ngobrol dengan siapa saja dan tentang apa saja yang terlintas di kepala.

Daf sudah menjadi pengangguran selama hampir 4 tahun. Meski demikian dia tak pernah ambil pusing tentang ini. Beberapa tetagga telah banyak yang menjadi korban bualan-bualanya, semisal ketika mereka bertanya mengenai apakah daf sudah dapat pekerjaan. Lalu di jawab dengan tenang, bahwa dirinya hingga saat ini dia masih belum mendapat pekerjaan, masih menunggu panggilan interview katanya. Bahwa sekarang mencari pekerjaan baginya tidak mudah. Karena persyaratan yang tak dapat dirinya penuhi atau karena lokasinya yang jauh. Dan selama ini dia telah menghabiskan 8 jam per hari hanya untuk mencari kerja. Melakukan segala usaha termasuk berdiri di depan perusahaan yang bisa memperkerjakannya sambil membawa papan "meminta kerja" yang tak juga berbuah hasil. Namun itu sebenarnya hanyalah cerita bohong saja.

Daf sudah menjadi pengangguran selama hampir 4 tahun lamanya. Meski demikian dia tak pernah ambil pusing tentang ini. Pun karena hidupnya dalam keadan miskin, Daf mempunyai hobi berkhayal, membayangkan kehidupan yang enak-enak.

Seperti biasanya, pagi itu daf sudah ada saja di sana nongkrong di warung mpok siti dan mulai berbincang dengan seorang pelanggan. Mereka sedang membicarakan tentang seorang pengusaha sukses, dan kaya di kampungnya yang kemudian jatuh miskin karena terlilit hutang dan setelah istrinya terjangkit penyakit. Sebagai penutup omongan Pada akhirnya Daf pun mengatakan

"Kamu tahu, apakah kebahagiaan itu? ini. Lihat cangkir kopi ini. Ya, inilah kebahagiaan. Seperti kopi, cepat atau lambat, ia akan habis. Semakin enak, ia akan lebih cepat habis. Ya, ya meskipun kadang kita ingin berlama-lama menikmatinya"

Mendengar kata katanya, si lawan bicara pun manggut-manggut sembari kembali menyantap sajian.

***

Di warung yang sama, hari ini Daf mendapat teman ngobrol yang tidak biasa, ia adalah seorang terpelajar yang mempunyai ambisi besar mendapatkan pekerjaan di kota. Mencoba untuk berbagi pengalaman Lalu Daf pun bercerita tentang masa lalunya di suatu tempat. Tatkala itu Daf melihat tempat yang ia tinggali sebagai kota kumuh penuh penyakit dan kemiskinan, yang membuat ia bermimpi untuk pergi dari sana. Daf yang tak mampu membeli makan untuk mencukupi kebutuhannya setiap hari, sering memungut kertas koran yang terbuang di pinggir jalan dan membacanya. Pada banyak edisi koran yang ia lihat, Daf terkesima oleh sketsa dari sebuah kota besar yang penuh pohon rimbun dan bangunan-bangunan yang tertata sangat rapih.

Daf telah menemukan taman Edennya, ia pun tanpa membuang waktu segera menuju ke kota tersebut. Tempat di mana ia dapat tinggal dengan tenang, tanpa penyakit, kemiskinan, maupun penderitaan. Daf meyakini bahwa kota itu adalah tempat yang indah, atau yang sering ia katakan pada kawan-kawannya sebelum tidur di pinggir sungai sebagai kota impian.

Dalam bulan-bulan selanjutnya, tiba-tiba kota yang telah ia tinggali dalam beberapa tahun terakhir tersebut kembali diguncang kekacauan yang disebabkan oleh ketidakadilan yang di praktekkan oleh rezim yang berkuasa. Daf yang semakin lelah dengan kerusuhan yang terus terjadi tidak dapat membelenggu hasratnya untuk pergi dari kota ini. Daf lalu menumpang kereta kuda pertama yang ia lihat untuk membawanya pergi dari kota tersebut. Kereta kuda tersebut kebetulan membawa jagung yang akan dijual. Daf yang tidak tahu harus kemana, mengikuti kereta kuda tersebut ke atas kapal dan menyeberangi selat sebuah selat sempit. Sesampainya di pelabuhan, Daf mengikuti arus massa para pekerja yang kebanyakan menuju pusat kota. Setelah berminggu-minggu berkelana, Daf akhirnya memutuskan untuk menetap di pinggir kota tersebut. Walau kini ia telah mempunyai pekerjaan tetap sebagai buruh pabrik, kehidupanya tetap menderita. Ia tidak punya tempat tinggal, dan tidur di jalan atau gorong-gorong. Setiap hari hanya memakan roti dan jagung pemberian yayasan filantropi seorang pengusaha. Kesulitan berbahasa juga kian merepotkannya, tidak satu pun orang di sekitar ia tinggal dapat berbahasa sebagaimana bahasa yang dia pergunakan sehari-hari, begitu pun dengan Daf yang tidak mengerti bahasa setempat. Daf sering dibohongi teman-teman buruhnya dalam pembagian upah, dilecehkan dan dihina di tengah jalan oleh para tentara, ditipu oleh para pedagang di pasar, dan ditindas atasannya di pabrik. Tapi yang paling mengenaskan adalah bahwa ia tidak dapat berbincang-bincang dengan siapa pun. Dari segala kenaasan hidup seorang buruh awal tahun 2020 Daf sendirian. Daf begitu membenci setiap detik yang ia lewati di kota tersebut.

Namun Daf masih menyimpan impiannya, setiap hari ia berharap dapat pergi ke kota impian tersebut. Bahkan kebiasaanya di kota itu belum berubah, ditengah lelapnya istirahat sepulang mengangkut puluhan, bahkan ratusan kilogram batu bara, Daf selalu mengucap dengan lembut

Miftahudin_1245creators' thoughts