Tak menyangka jika aku bisa kembali di sini. Kembali menyusuri jalan, yang menyimpan senyum bahagia, sedih karena kecewa dan marah ketika tak bisa berbuat apa-apa. Di jalan ini pula aku belajar, belajar akan makna kesabaran. Angin berhembus, seperti tiga tahun lalu. Suara ranting pohon terdengar indah, seperti tiga tahun lalu. Hanya saja ada hal yang tak seperti tiga tahun lalu, waktu. Waktu tak akan kembali ke masa tiga tahun lalu, umur juga tak bisa berkurang kembali di saat umurku tujuh belas tahun. Entah mengapa hati terasa sesak, menyesali hal yang belum ku tahu sebabnya.
"Jadi pulang kampungnya?" tanya Nia, sahabat kampusku.
"He-em. Besok pagi,"
"Surabaya… haaah… jauh ya," Keluhnya. Aku tersenyum.
"Heeeyy… kenapa kamu yang ngeluh gitu,"
"Nggak gitu. Memang kerabatmu yang mana sih. Bukannya kampung halamanmu Bandung?"
"Ibu," jawabku pelan.
"Loh? Bukannya Ibumu orang Bogor?"
"Ibu yang melahirkanku," Nia menatapku dengan rasa bersalah, "Maaf,"
Unterstützen Sie Ihre Lieblingsautoren und -übersetzer bei webnovel.com