webnovel

Relung Renung

ahmadafandi · Fantasie
Zu wenig Bewertungen
16 Chs

Senandung Rumah baca

waktu demi waktu silih berganti di sini terasa seperti rumah keduaku, selepas kerja aku langsung kesini untuk berkumpul dengan teman teman, Martin sudah sangat mengenalku, begitupun denganku, kita sudah menjadi sahabat semenjak mengetahui visi yang sama, begitu juga dengan teman teman volunteer lainya. hari ini seperti biasa kita menyortir buku buku hasil donasi dari berbagai daerah yang kian menumpuk di ruang tengah sekretariat komunitas literasi yang sudah ku geluti sekitar delapan bulan ini.

di luar pergelutan kami yang hanya tentang buku, mengajar, dan mencari inovasi inovasi baru untuk sistem pembelajaran, disini kita juga berbicang berbicara selayaknya seorang sahabat bahkan keluarga penuh candaan, dan curahan hati, bahkan ada salah satu dari teman volunteer yang sedang patah hati begitu dalam yang sedang ber-curhat malam itu, kita mengelilinginya seakan tertarik akan cerita cinta yang ia ceritakan, dengan sedikit tawa kecil dari teman teman lain namun kita semua memberikan semangat dan motivasi kepadanya untuk maju, mengingat patah hati bukanlah hal yang ringan dan bisa dengan mudah sembuh dari itu.

"tuh kak Afdhan tak pernah terlihat pusing dalam hal percintaan , atau sudah punya calon isteri ?" kata salah satu teman volunteer dengan nada bercanda.

tak tahu saja mereka seorang Afdhan yang sekarang baru saja sembuh dari pergelutan dengan patah hati yang luar biasa, sampai sampai menyimpan sedikit rasa trauma akan memulai satu hubungan percintaan lagi.

"semua orang akan merasakan patah hati" kataku di depan mereka terlihat tangguh.

mereka belum tau saja kisah cinta Afdhan yang panjang nan berliku, hanya Martin yang sudah pernah ku ceritakan tentang hal itu, bukan hanya hal percintaan, tentang alur hidupku pun sudah ku ceritakan padanya, maklum saja Martin sudah ku anggap seperti kakak sendiri.

"iya, tolong carikan lah afdhan tambatan hati, biar hidupnya sedikit ter-urus" ujar Martin lalu tertawa terbahak bahak, membuat sasana pecah.

"sudah sudah besok kita akan diliput oleh TV swasta loh" kataku menyudahi candaan mereka dengan wajah yang memerah.

setelah miggu kemarin kita mendapat penghargaan dari Menteri Pendidikan atas komunitas literasi terbaik tahunan dan masuk dalam kategori "anak muda memotivasi", besok hari kita akan diliput oleh salah satu media TV swasta ternama tentang kegiatan kita mengajar adik adik di rumah baca, dan tentang latar belakang terbentuknya komunitas Literasi ini, yang akan dimuat di media televisi, surat kabar, dan majalah. dari pihak TV menyuruh kita untuk mempersiapkan segala sesuatu yang mendukung peliputan. kita berinisiatif untuk membersihkan taman membaca hari ini, menyapu halamannya dan merapihkan sedikit ruangan belajar adik adik yang minggu lalu mereka belum sempat bersihkan, dan hari ini juga dari teman teman media ada tim yang di tugaskan untuk melakukan survei ke tempat kita.

"selamat sore kak, kami dari media yang akan meliput besok" kata seorang wanita berkaca mata dari beberapa orang media yang datang.

"selamat sore, selamat datang di komunitas RUMAH BACA, saya Afdhan" jawabku menyambut sembari bersalaman dengan semua teman media yang datang.

ada sekitar tujuh orang dari media yang melakuakn survei sekaligus memberikan gambaran tentang pertanyaan pertanyaan yang akan diberikan besok. namun wanita berkaca mata itu sedari tadi melihatku seperti mencoba mengingat ingat sesuatu.

"adhan ya?" kata wanita itu memandangku kali ini lebih dekat ke wajahku sambil menurunkan kaca matanya

wanita itu kok bisa memanggil namaku dengan sebutan itu, aku mengangguk dengan wajah bingung

"Afdhan, bukan Adhan" kataku, mempertegas

"iya Adhan kan nama kecilmu" ujarnya lagi

"iya, tau dari mana ya?" tanyaku bingung

"Aku Indi, temanmu semasa SMA dulu" katanya lalu tertawa

"masih ingat kan?" tambahnya bertanya

"iya ingat ingat, Indi, pangling aku melihatmu" kataku baru menyadari bahwa itu Indi teman SMAku

aku cukup pangling dengan penampilan Indi yang sekarang, jika dibandingkan dulu sewaktu masa sekolah, rambutnya yang panjang, tubuhnya sekarang lebih tinggi dan berisi, kulitnya putih, sudah menggunakan kaca mata, penampilannya sangat dewasa, hampir saja aku tak mengenalnya lagi.

tak kita sadari pembicaraan kita sedang disaksikan oleh teman teman dari media, dan juga teman teman volunteer rumah baca, sejenak mereka terdiam dengan wajah kebingungan seketika aku merasa menjadi aneh dan suasana pecah oleh gelak tawa karena orang orang melihat tingkahku yang terlihat malu. kegiatan pun dilanjutkan setelah suasana menjadi sedikit akrab di antara teman teman media dan teman teman volunteer rumah baca, aku mengajak Indi berkeliling Taman baca sambil bertukar cerita dengannya, di sana terlihat Martin yang sibuk ngobrol dengan teman teman media, dan teman teman volunteer lainnya mempersiapkan untuk peliputan besok.

"kamu kok bisa ada disini ? apalagi jadi salah satu pendiri komunitas literasi yang belakangan ini jadi perbincangan publik atas prestasinya" tanya Indi

"panjang ceritanya Indi, pokoknya ini adalah aku yang sekarang, bukan lagi anak SMA yang dulu ugal ugalan" kataku bergurau

"sejak kapan kau bekerja di media terkenal ini?" ujarku membalas pertanyaan Indi

"iya sejak lulus kuliah aku sangat tertarik dengan dunia jurnalistik, reporter, dan dunia tulis menulis, lalu aku mengajukan lamaran kerja, baru sekitar dua bulan aku mendapat respon dari surat lamarannku, dan akhirnya aku diterima" jawab Indi

"lalu berapa lama kau di pulau ini?"

"atasan menugaskan kami untuk meliput dan menjadi reporter yang menetap di pulau ini, sedang didirikan juga kantor sementara kami di sini, lalu kau? kau sekarang tinggal disini?"

lalu ku ceritakan semua hal yang melatarbelakangi kepindahanku ke pulau ini, sampai hari semakin sore dan teman teman media berpamit untuk pulang.

"sampai jumpa besok Adhan" lambaian tangan Indi dari dalam jendela mobil yang terbuka.

~~~~~

keesokan hari tiba, anak anak sudah berkumpul di taman baca seperti biasanya, dan peliputan pun dimulai , mereka mengambil latar dari beberapa sudut ruangan belajar, halaman depan yang langsung berhadapan dengan laut, kegiatan belajar yang menyenangkan, dan di sana ada martin yang sedang diwawancara, aku di dalam ruangan bersama anak anak yang sedang belajar, setelah kegiatan belajar ada kegiatan kuis dan bermain serta mebagi bagikan hadiah.

teman teman media juga terpukau saat melihat Tasya membacakan puisi ciptaannya sendiri, Tasya adalah anak Rumah Baca yang sudah beberapa bulan rutin mengikuti kelas di taman baca setiap minggunya, juga termasuk anak yang perkembangannya sangat baik.

hingga peliputan selesai, teman teman media pun ikut bermain bersama anak anak di sana dan ikut merasakan kegembiraan anak anak serta sesekali berfoto bersama. sedang asik bermain bersama anak anak, aku melihat di ujung sana Indi yang sedang asik duduk dan bercerita dengan Tasya sambil menikmati teduhnya sore di tepi pantai, aku segera menghampiri mereka

"hey" sapaku untuk mereka berdua

"eh ada kak Afdhan" kata Tasya dengan sedikit malu lalu berlari pergi ikut bermain bersama anak anak lainnya

"aku tak menyangka kau begitu suka berinteraksi dengan anak anak seperti mereka, sebuah transformasi seorang Afdhan Danadyaksa yang dulu sangat menyebalkan"

"hahaa, tadi cerita apa sama Tasya?"

"oh iya dia cerita banyak tentang keluarganya"

"terus ?"

"dia juga cerita bahwa mereka sangat beruntung atas kedatangan kalian yang mengajar di kampung ini"

"dia anak yang pintar"

"dia bilang setelah kalian datang dia selalu rangking satu dikelasnya, dan bisa membanggakan ayahnya, yang hidup sendirian setelah berpulang ibundanya"

"aku tak pernah sedalam itu bercerita dengan tasya, hanya memang dia selalu menulisakan puisi dan memberikan kepadaku"

"oh iya, dia juga bilang kalau kak Afdhan selalu mengajari mereka hal hal yang baik, seperti tak boleh membantah seruan orang tua, harus rajin berdoa, dan rajin membaca"

"oh ya? memang sudah seharusnya begitu kan?"

"satu lagi, kak Afdhan pasti sangat menyayangi kami, dia selalu memberikan kami hadiah setiap kali pertemuan, dan bermain gitar mengiringi kami bernyanyi bersama, jujur saja aku terhanyut mendengar cerita Tasya, dengan kepolosannya bercerita"

~~~~~

Senandung rumah baca

terima kasih kakak kakak

sudah mau menjadi guru, sekaligus kakak bagi kami

yang selalu membimbing kami

dan mengajari banyak hal pada kami

kami sangatlah beruntung

selalu diajari bernyanyi, membaca, berhitung

serta selalu menjadi penaung

bagi hati kami yang sedang murung

berbagi bercerita

berbagi sekeping mimpi kecil

mengajari kami akan rasa syukur

atas apa yang telah tuhan berikan

seperti sekarang ini

kami sedang bersyukur

atas kehadiran kalian

pahlawan yang tuhan turunkan

Tasya, 10 tahun