Kedasih menatap mata teman-temannya bergantian. Dilambai-lambaikannya Manuskrip utuh itu dengan wajah sumringah.
"Aku baru memahami. Ternyata penyerangan yang dilakukan Puteri Merapi dan komplotannya itulah yang justru membuat Manuskrip ini direstui. Oleh karena itu penyatuan terjadi setelah penyerangan dan mereka telah pergi. Aku yakin 100% Manuskrip ini akan tetap menjadi potongan dan tidak akan menyatu jika tidak ada gangguan jahat dari mereka."
"Jadi maksudmu mereka malah telah membuat penyatuan ini direstui?" Sin Liong menyipitkan matanya.
Kedasih mengangguk pasti.
"Syukurlah." Citra dari tadi berkaca-kaca matanya. Gadis ini sangat terharu. Upaya keras mereka membuahkan hasil.
"Manuskrip itu ternyata berisikan kalimat-kalimat pendek dengan bahasa aneh yang sama sekali tak bisa kumengerti." Sin Liong menyela penasaran.
"Tentu saja Sin Liong. Manuskrip ini ditulis menggunakan Bahasa Sansekerta Klasik. Berisi mantra-mantra pendek yang bisa membuka gerbang waktu." Citra menjelaskan.
"Jadi siapa yang bisa membaca huruf -huruf aneh ini?" Sin Liong lupa dia berhadapan dengan seorang putri dari zaman abad ke-14. Tapi langsung menyadarinya begitu Citra hanya tersenyum simpul tanpa memberi penjelasan lebih lanjut.
"Jadi kapan kita akan melakukan upacara kecil malih rupa?" Raja bertanya. Manuskrip dari kulit Kambing itu terlalu besar dan mencolok kalau harus ditenteng kemana-mana.
Citra segera mengiyakan.
"Semakin cepat semakin baik. Kedasih bisakah kau mencarikanku di ruang pusaka sebuah cincin yang bernama Umpak Mataram? Cincin itu dulu disepuh di kepundan kawah Merapi oleh Empu Kerajaan Mataram."
Kedasih langsung membayangkan wajah Sri Sultan menggelengkan kepala. Dia sudah meminta terlalu banyak. Wanita ini beranjak keluar rumah tanpa berkata apa-apa. Seperempat jam kemudian Kedasih sudah masuk kembali sambil memegang sebuah cincin perak yang terlihat agak kusam dan mengangsurkannya kepada Citra.
Citra mengangguk mantap.
"Kita lakukan malam ini. Tepat pada pukul 12 tengah malam."
Kedasih langsung membayangkan sebuah teka-teki silang panjang di benaknya. Kira-kira pertanyaan apa yang akan ditanyakan oleh Eyang Halimun sebagai ujian nanti ya? Citra tersenyum geli melihat raut muka Kedasih.
Azan subuh sudah berlalu. Meskipun terdengar ramai aktifitas di lingkup keraton namun tidak siapapun menyadari atau membicarakan bahwa dinihari tadi telah terjadi ontran-ontran hebat di dalam keraton. Ilmu sirep Puteri Merapi memang luar biasa.
Raja baru saja kembali dari ruang belakang. Wajahnya terlihat segar setelah terkena air wudhu dan menunaikan Sholat Subuh. Hilang sudah gurat-gurat kelelahan yang tadi terlihat sangat jelas. Tidak terbayang sama sekali pemuda yang terlihat normal itu ternyata bisa menjadi seekor Harimau yang ganas dan perkasa. Mampu mengalahkan 3 dedengkot datuk hitam di masanya dulu. Memang tidak dengan mudah. Tapi Raja kembali menapaki sebuah fase baru yang sebelumnya dia sendiri tidak tahu.
Kedasih sudah menyiapkan sarapan. Keempat orang itu menyantapnya seolah selama berhari-hari tidak ketemu nasi. Peristiwa semalam sangat menguras energi secara fisik maupun mental. Apalagi nanti malam mereka akan menghadapi ritual lain yang membuat penasaran. Memanggil arwah Eyang Halimun untuk menjadi perantara mistis upacara malih rupa.
Sambil bercakap-cakap ringan, Citra mengemukakan rencana selanjutnya.
"Setelah malih rupa kita laksanakan. Apakah kita langsung saja pergi ke Bubat? Manuskrip sudah di tangan. Semakin lama kita bawa, akan semakin berbahaya keadaan kita. Bagaimana?"
Raja menjawab dengan sedikit menerawang kondisi Bubat. Dia dan Sin Liong pernah menerobos masuk. Meskipun buru-buru melarikan diri karena ketahuan, tapi setidaknya mereka berdua tahu betapa ketatnya penjagaan di sana. Bukit itu punya wilayah yang sangat luas. Mereka bisa masuk darimana saja. Tapi tembok tinggi melingkari dan ada pos penjagaan di sudut-sudutnya yang dilengkapi dengan lampu sorot berkekuatan tinggi. Belum lagi orang-orang yang berkeliling secara rutin disertai Anjing pelacak yang sangat terlatih.
"Kita harus melakukan pengintaian terlebih dahulu baru bisa membuat rencana detail." Raja menyampaikan pendapatnya.
Sin Liong mengangguk membenarkan.
"Raja benar. Kita tidak boleh gegabah. Tempat itu seperti Benteng Alamo. Kita mesti membuat rencana yang benar-benar sempurna."
"Omong-omong, apakah kita semua bisa ikut masuk melalui Gerbang Waktu?" Kedasih mengurai rasa penasarannya sejak lama.
Citra memeluk Kedasih.
"Siapapun bisa masuk selama orang itu berada di dekat orang yang punya hak masuk Kedasih. Yaitu orang-orang yang punya keterlibatan dengan peristiwa Bubat beserta keturunannya."
Kedasih mengerjapkan matanya. Membayangkan melintasi dimensi waktu dan kembali ke masa lalu. Semangatnya berkobar besar. Dia akan menjadi ahli Arkeologi pertama yang menjelajahi masa lalu.
Sin Liong menuntaskan rasa ingin tahunya yang sangat besar.
"Jadi, Gerbang Waktu akan tetap terbuka setelah Putri dan Raja membukanya? Atau tertutup begitu kalian sudah masuk?"
"Gerbang Waktu akan tetap terbuka Sin Liong. Gerbang itu akan menutup jika Manuskrip dibaca ulang dengan cara terbalik. Aku tidak bisa menutupnya dari sebelah sana. Jadi Gerbang Waktu baru bisa aku tutup saat aku kembali ke sebelah sini lagi." Citra menjawab gamblang.
"Tapi kenapa orang-orang seperti Puteri Merapi dan kawan-kawannya dari masa lalu itu bisa manjing ke dunia sekarang Putri?" Kedasih menemukan satu hal yang mengusik hatinya selama ini.
Citra terbatuk kecil. Lompatan antar dimensi waktu memang rumit dan tidak bisa ditemukan formula tepatnya karena kejadiannya tidak terbatas oleh satu pilihan.
"Manjing berbeda lagi Kedasih. Ini hanya bisa dilakukan oleh orang-orang yang punya kemampuan mumpuni. Dan ingat! terhadap orang-orang yang mumpuni juga. Tidak sembarangan orang. Kau lihat kan? Puteri Merapi, Panglima Gagak Hitam, Putri Calon Arang, Mpu Candikala, hulubalang dan prajurit yang dikirim manjing Mada ke masa kini adalah juga orang-orang pilihan yang punya kemampuan linuwih."
"Kenapa dari Trah Pakuan atau Putri sendiri tidak memanggil manjing orang-orang pilihan dari Galuh Pakuan? Untuk membantu kita sehingga tidak terlalu berat berhadapan dengan mereka semua?"
Pertanyaan ini juga sudah lama disimpan oleh Kedasih.
"Aku tidak punya kemampuan untuk memanggil manjing, Kedasih. Di pihak Trah Maja, hanya Mada dan Putri Calon Arang yang bisa. Dulu Babah Liong bisa melakukannya entah dengan cara apa. Tapi terakhir Babah Liong mengatakan sudah tidak bisa melakukan lagi. Aku tidak tahu alasannya. Mungkin karena Babah Liong punya keterbatasan hanya bisa memanggil manjing beberapa kali dan batas itu sudah dilampauinya."
Kedasih memejamkan matanya. Rumit. Pelik.
-***