Ronan simpulkan, Selena adalah gadis yang menarik.
"Jadi, sebenarnya rumahmu bukan di kota ini?"
Selena menggeleng. "Tidak. Aku hanya menyewa sebuah rumah bersama temanku Rose. Gadis yang tadi itu, lho."
Nyaris satu jam mereka asik berbincang empat mata. Seakan tak ingat, awalnya mereka datang ke tempat tersebut bertiga.
Roselyn sendiri telah pergi entah ke mana. Ironisnya, baik Selena maupun Ronan tak ada yang peduli. Mereka begitu menikmati kebersamaan tersebut dengan alasannya masing-masing. Ronan, demi melancarkan siasat speak-speak ala iblisnya. Sedangkan Selena, demi memutus ingatannya akan perselingkuhan Sean. Selain itu, Ronan pria tampan dan menyenangkan. Selena merasa nyaman berada sedekat ini dengan pria hangat tersebut.
Suara musik yang begitu hingar-bingar memaksa Ronan duduk lebih dekat dengan Selena. 'Agar suaramu terdengar jelas olehku' menjadi satu pembelaan yang Ronan ungkapkan pada Selena.
"Bolehkah aku jujur?" tanya Ronan tiba-tiba.
Selena terkesiap sejenak, tetapi kemudian dia mengangguk kecil. "Jujur apa? Katakan saja."
Katakan saja.
Well, mulut Selena memang mempersilakan. Namun, jantungnya bergemuruh begitu cepat. Benar-benar cemas menanti kelanjutan ucapan Ronan.
Apakah Ronan akan mengatakan bahwa Selena jelek? Bau? Terlalu cerewet? Tidak menarik?
Selena refleks memukul keningnya sendiri. Untuk apa juga dia memedulikan perkara menarik atau tidak? Bukankah dia tidak sedang berkencan dengan Ronan?
Ronan itu aktor yang sedang naik daun, mustahil saat ini dirinya tidak memiliki tambatan hati.
Ah, bicara masalah naik daun, mengapa sejak tadi tidak ada satu pun pengunjung di klub malam ini yang mengenali Ronan? Bukankah beberapa bulan belakangan wajah Ronan terus menghiasi layar kaca dan sampul majalah?
Mereka tampak begitu apatis, tidak peduli meski di sekitar mereka ada si aktor kawakan tengah duduk dengan tampan di atas kursi bar. Mana mungkin kan, di antara ratusan manusia tersebut tidak ada satu pun yang tahu Ronan -- kalau Roselyn jangan tanya. Gadis itu mana tahu aktor lokal. Dia hafalnya oppa-oppa Korea saja. Padahal, di mata Selena, wajah-wajah yang terpampang di tembok kamar Roselyn seakan hanya satu wajah. Tiada beda antara satu dengan yang lain.
"Kau terlihat sangat cantik."
Pipi Selena merona seketika. Dia memang sudah biasa disebut cantik. Akan tetapi, mengapa ketika Ronan yang mengatakannya justru terasa begitu istimewa? Sepertinya ini pengaruh alkohol yang barusan dia dan Ronan konsumsi. Selena berjanji. Setelah satu gelas beer tersebut tandas, dia tidak akan meminta tambahan pada bertender—lain dengan Ronan yang baru saja menerima gelas kedua.
"Ketika pertama melihatmu di lokasi syuting, kau memang terlihat beda dari yang lain," ucap Ronan sambil terus menatap lekat wajah cantik Selena. Seakan tiada bosannya. "Seolah kaulah yang paling bersinar di antara yang lain."
"Kau membual, Ronan," desis Selena malu-malu.
"Mengapa aku harus membual?" tanya Ronan tak suka. "Aku bukan seorang pembual!"
Selena langsung merasa tidak enak hati. "Bu-bukan begitu maksudku."
Ronan memiringkan kepala "Hm?"
"Maksudku, aku tidak percaya pria seperti dirimu memujiku seperti itu. Aku ... sangat malu."
"Pria seperti diriku?" ulang Ronan. "Memangnya, pria seperti apakah aku?"
Pertanyaan jebakan! Selena merasa dirinya tengah berada di jalan buntu kini. Masa, dia harus mengatakan pendapat pribadinya mengenai Ronan
"Katakan!" tuntut Ronan tak sabar.
"Pria yang tampan, hangat dan terkenal sepertimu," aku Selena akhirnya. Dia harap, Ronan tidak menganggapnya lancang atau malah berniat menggoda.
Ronan tersenyum simpul. Nampaknya, rencana pendekatan ini akan berlangsung lebih cepat. Selena seolah telah memberi lampu hijau kepada dirinya.
"Oh, ya. Apa kau sudah punya pacar?" tanya Ronan pura-pura tidak tahu.
"Pacar?" ulang Selena tidak percaya. Mengapa Ronan menyebut kata pacar? Apakah pria itu berniat mengutarakan cinta kepada Selena?
"Ah, sepertinya sudah punya, ya?" Sekali lagi, Ronan memainkan perannya sebagai aktor dengan luar biasa. Raut kecewa yang dia tampakkan tampak begitu meyakinkan. Ronan begitu percaya diri, Selana akan segera dia dapatkan.
"Mustahil gadis secantik dirimu masih sendiri."
Selena menggeleng. Bukan, dia bukan merasa dirinya tidak cantik. Dia hanya membantah tuduhan Ronan. "Nyatanya, aku memang masih sendiri."
Mata Ronan membelalak lebar. "Really?"
"Sungguh," angguk Selena. "Sebenarnya, aku baru saja ... putus dengan Sean, pacar terakhirku."
'Jadi namanya Sean?' batin Ronan seraya mengingat-ingat seraut wajah pria muda yang dia lihat di minimarket.
"Kau yang meminta putus?"
"Ya. Hanya saja, aku merasa begitu terpukul dan ... tidak menyangka keadaan akan berbalik secepat ini."
"Kau belum rela putus dari Sean?"
Entah mengapa, Ronan benar-benar tidak menyukai kenyataan tersebut.
"Bukan begitu!" ralat Selena cepat-cepat. "Aku hanya tidak percaya dia tega berselingkuh dariku."
"Selingkuh?"
"Ya. Aku ...." Selena meragu. "Aku melihatnya berciuman dengan gadis lain di tempat umum."
"Tempat umum?"
"Benar. Mereka melakukannya di sudut ruangan suatu minimarket."
Ternyata semua terjadi di tempat yang sama.
"Ciuman seperti apa yang mereka lakukan?"
"Eh?" Selena mendadak salah tingkah. Terutama ketika Ronan semakin mendekatkan wajahnya pada Selena.
"Apakah yang seperti ini?"
Dan tanpa sempat mengelak, bibir Ronan kini menyatu dengan bibir lembab Selena. Diisapnya bibir tersebut kuat-kuat, hingga melolosan satu desahan dari mulut Selena.
Ciuman Ronan kian memanas dan menuntut. Lidahnya mengetuk-ngetuk bibir Selena agar bersedia membuka untuknya. Dan begitu terbuka -- tanpa menyia-nyiakan kesempatan -- lidah Ronan segera masuk ke dalam mulut tersebut. Lidah mereka pun berpagutan mesra. Saling membelit dan bertukar saliva.
Ronan begitu menikmati rasa manis yang menempel di bibir serta mulut Selena. Satu hal yang membuatnya makin candu. Tak ingin melepas barang sedetik pun.
Tangan Ronan sendiri mulai sibuk menjelajah lekuk-lekuk sempurna milik Selena. Diremasnya beberapa bagian yang memang bisa diremas. Sekali lagi Selena mendesah nikmat. Desahan seksi yang amat-sangat Ronan sukai.
Ketika akhirnya Ronan melepas pagutan mereka, wajah Selena telah merah padam dengan mata yang begitu sayu, membuat sesuatu di antara kedua paha Ronan memberontak ingin memasuki sesuatu.
Ronan segera menyambar gelasnya di atas meja bar. Dia minum cairan berkadar alkohol rendah yang berada di dalamnya. Minuman kedua malam ini. Dan Ronan begitu tak sabar untuk menyesap minuman ketiganya nanti. Minuman yang berasal dari cairan tubuh alami wanita.
Haha, Ronan tidak akan memberitakannya padamu cairan apa yang dimaksud. Biar itu jadi rahasia Ronan sendiri.
Ketika fokus Ronan kembali pada gadisnya, Selana tampak masih terbuai dalam ciuman panasnya bersama Ronan barusan. Dia menggigit bibir bawahnya yang tampak membengkak dan makin merah. Tatapannya begitu sayu, seakan meminta Ronan untuk melakukan lebih.
"Ah, shit! Aku sudah tidak tahan lagi!" seru Ronan frustrasi.
Tanpa memedulikan reaksi orang lain, Ronan segera membopong tubuh seksi Selena. Gadis itu tidak menolak. Dia malah bergelayut manja pada leher Ronan. Seolah siap, apa pun yang hendak Ronan perbuat pada dirinya.
"Are you ready, Sweety?"
Selena mengangguk.
"Mari kita tuntaskan di rumahmu."