webnovel

Pesan Untuk Akkadia

Emma akhirnya memutuskan untuk mengirim pesan ke Akkadia tentang keberadaannya. Ia sudah tidak peduli apa yang akan terjadi kepada dirinya. Haoran memperhatikan baik-baik ketika Emma melepas sebuah pesawat kecil dari kapsul menuju ke luar angkasa.

Gadis itu telah merekam sebuah pesan singkat dan bicara dalam bahasa Akkadia memberi tahu siapa dirinya dan meminta dipertemukan dengan keluarganya. Pesan itulah yang dibawa menuju Akkadia.

"Menurut AWA, kalau pesan ini sampai ke tujuan tanpa hambatan, mereka akan menerimanya dalam waktu enam bulan." kata Emma sambil menoleh ke arah Haoran. Mereka mengenakan pakaian khusus dengan dengan tabung oksigen yang membuat mereka dapat berjalan di permukaan bulan di luar kapsul.

Keduanya memandang pesawat mini yang melesat cepat ke angkasa dan segera menghilang menjadi satu kerlipan cahaya, seperti milyaran bintang yang ada di atas mereka.

"Kalau begitu... jika mereka langsung menyiapkan penjemputan, kita akan bertemu mereka dalam waktu satu tahun dari sekarang..." kata Haoran.

Emma mengangguk.

Sebenarnya waktu satu tahun baginya terasa sangat lama. Namun, ia berusaha menyabarkan diri sendiri dengan mengatakan bahwa ia sudah menunggu selama 15 tahun. Tentu ia dapat menunggu satu tahun lagi.

***

"Tuan, radar kita menangkap adanya pesawat kecil dari Akkadia yang bergerak cepat ke arah kita." Perwira kelas satu bernama Saul itu memberikan laporannya kepada Therius yang sedang duduk membaca di ruangannya.

"Pesawat dari Akkadia? Kau yakin?" tanya Therius keheranan.

"Sepertinya itu adalah pesawat pengirim pesan. Kami akan segera menghentikannya dan memeriksa isinya."

"Bagus. Beri tahu aku kalau kalian sudah membawanya masuk."

Therius meletakkan bukunya setelah Saul pergi meninggalkan ruangannya. Ia bertanya-tanya siapa gerangan yang mengirim pesawat Akkadia untuk mengantar pesan. Apakah ada orang lain dari Akkadia yang berada di sekitar sini? Mereka berada sangat jauh dari rumah.

Kecuali...

Pikirannya segera bekerja cepat dan ia tiba-tiba memikirkan tentang gadis yang sedang ia cari. Apakah anak perempuan Putri Arreya yang mengirim pesawat pesan itu?

Seketika ia menjadi tidak sabar dan segera berjalan keluar dari ruangannya menuju anjungan.

"Masih jauh?" tanyanya kepada para perwira di anjungan tanpa basa-basi.

Mereka mengerti apa yang ia tanyakan dan Saul yang barusan memberikan laporan kepadanya segera menjawab, "Sudah dekat, Tuan. Kita sedang menyiapkan penyambutan."

"Bagus."

Therius memutuskan untuk menunggu perkembangan di anjungan. Ia ingin hadir di sana saat mereka bertemu pesawat pesan itu dan menghentikannya. Ia ingin tahu apa yang ada di dalamnya. Kalau memang pesawat itu dikirim dengan pesan khusus kepada Akkadia, ia ingin tahu siapa dan apa isi pesannya.

Ia merasa bersyukur atas keberuntungannya. Mereka mencegat pesawat pesan itu di sini sebelum sempat mencapai Akkadia. Ia tak dapat membayangkan bagaimana reaksi orang-orang di sana, termasuk kedua sepupunya, jika mereka menerima pesan asing dari Bumi.

"Aku mendengar keributan di lounge." Tiba-tiba Xion muncul dari pintu. "Ada yang menarik?"

Therius mengangguk. "Tunggu saja."

"Ah.. baguslah. Aku sudah bosan. Tidak ada yang bisa kukerjakan di sini. Pokoknya nanti kalau kita tiba di planet itu, kita jangan langsung pulang. Kita jalan-jalan dulu. Anggap saja kita sedang melakukan penelitian," kata pemuda tampan itu dengan antusias.

Therius hanya memutar matanya mendengar kata-kata Xion. Ia tidak berniat berlama-lama di planet terbelakang seperti Bumi. Ia memiliki banyak tugas dan tanggung jawab pada Akkadia. Ia harus segera pulang begitu ia menemukan gadis itu.

"Itu dia! Kita akan menahan lajunya dan membawanya masuk," kata Saul, membuat semua orang segera berfokus pada layar besar di depan mereka.

Sebuah pesawat mini yang sangat canggih tampak melaju dari jauh bagaikan bintang yang semakin lama semakin membesar. Setelah pesawat pesan itu masuk dalam jangkauan mereka, Saul memerintahkan anak buahnya untuk melumpuhkan pesawat itu dan menariknya mendekat.

Tidak lama kemudian pintu masuk hangar di bagian dasar pesawat mereka membuka dan pesawat pesan itu ditarik masuk dengan elektromagnet. Setelah pintu kembali ditutup, mereka semua bergerak turun ke hangar untuk melihat pesawat tangkapan mereka.

"Kalian tunggu di sini," kata Therius tegas sambil memberi tanda kepada orang-orangnya untuk minggir. Ia berjalan mendekati pesawat kecil itu dan memencet sebuah tombol di sampingnya. Tidak lama kemudian pintu pesawat terbuka dan landasan logam menjulur baginya untuk naik ke dalam. Ia segera berjalan masuk ke dalam.

Xion berjalan mengikuti Therius. Walaupun semua orang di situ harus tunduk pada perintah Therius, ia tidak termasuk salah satu dari mereka. Ia boleh masuk ke pesawat tangkapan ini sesukanya.

Di dalam pesawat kecil itu ada sebuah kontrol panel kecil dan sebuah layar besar. Therius mengamati sekelilingnya dan menyadari bahwa ini adalah pesawat model lama. Ia perlu waktu beberapa saat untuk memutuskan tombol mana yang harus dipencet untuk mendengarkan pesan sang pengirim.

Ia memencet tombol biru.

ZING

Layar besar di depannya seketika menyala dan tampaklah seorang gadis muda dan cantik berambut platinum dan sepasang mata topas yang indah. Wajahnya tampak berlinangan air mata dan suaranya terdengar serak saat ia menyebutkan kalimat demi kalimat pesannya.

"Namaku Emma Stardust. Ayahku adalah Jenderal Kaoshin Stardust and Putri Arreya Stardust. Aku sekarang berada di sebuah planet bernama Bumi, enam bulan cahaya jauhnya dari Akkadia. Orang tuaku meninggalkanku di sini demi melindungiku. Tetapi, aku sangat merindukan orang tuaku dan ingin sekali bertemu kembali dengan keluargaku. Kalian harus membawaku untuk bertemu mereka."

Untuk sesaat Therius terpaku di tempatnya. Ia belum pernah melihat gadis secantik gadis yang sekarang ada di layar di depannya. Dan entah kenapa melihat gadis itu bersedih membuat hatinya terasa sakit. Sepasang mata topaz itu mengingatkannya akan matanya sendiri.

Xion pun terdiam. Ia dapat merasakan kepedihan luar biasa dari gadis di layar itu dan tiba-tiba saja ia menyesali perkataannya yang sembarangan tentang Therius menikah dengan anak perempuan Putri Arreya demi takhta Akkadia. Gadis itu bukan hanya sekadar alat.. ia adalah seorang manusia yang punya hati dan perasaan.

Kedua pemuda itu terpaku di tempat masing-masing menatap layar saat pesan Emma kembali diulang, berkali-kali.

"Namaku Emma Stardust. Ayahku adalah Jenderal Kaoshin Stardust and Putri Arreya Stardust. Aku sekarang berada di sebuah planet bernama Bumi, enam bulan cahaya jauhnya dari Akkadia. Orang tuaku meninggalkanku di sini demi melindungiku. Tetapi, aku sangat merindukan orang tuaku dan ingin sekali bertemu kembali dengan keluargaku. Kalian harus membawaku untuk bertemu mereka."