webnovel

Pulau Ajaib

----TAMAT---- Aquila Octavi, Putri Mahkota dari Kerajaan Gisma dijodohkan dengan seorang pendatang di Kerajaannya. Akibat penolakan darinya, istana menjadi dalam keadaan genting. Inti batu itu dicuri oleh seorang penyihir. Namun, ada juga sisi baiknya dari kejadian itu. Karenanya, ia dapat menemukan sahabat yang sudah lama menghilang tanpa kabar. Ia juga bisa mengenal seorang pria yang kelak menjadi suaminya. Jangan lupa rate, vote, dan comment ya! . Baca juga novel author lainnya dengan judul "Kisah SMA"

AisyDelia · Fantasie
Zu wenig Bewertungen
38 Chs

Kabar Cornelia

Felix berhasil dibunuh oleh Cornelia. Tubuhnya menghilang begitu saja dan seketika berubah menjadi abu. Entah di mana abu abu itu berserakan karena terbawa angin kencang. Kemudian, Cornelia pergi dan menghilang begitu saja setelah melakukan hal keji itu. Dan, karena dendam sudah berhasil dibalaskan, maka sudah saatnya berfokus untuk mengetahui kebenaran tentang Augusta.

"Kak Feirla, dendammu sudah kubalaskan. Artinya, kakak bisa tenang dan tidak perlu khawatirkan aku. Aku akan mencari jalan hidupku mulai saat ini." ucap Aquila sambil duduk dan menatap foto bingkai bergambarkan wajah kakaknya.

Sekarang, di pikirannya hanya ada Augusta dan Augusta. Sudah tidak ada hal lain lagi yang menghambat dirinya untuk mencari tahu. Saat ini adalah saat yang terbaik untuk mengetahui hal sebenarnya. Namun, ia bingung harus memulai dari mana. Ia sudah menanyai Aquila, Sang Raja, dan juga telah menelusuri semua benda milik kakaknya di istana rahasianya. Belum ada jawaban yang ia temukan. Semuanya masib kabur, belum jelas.

Namun, ia tetap tidak putus asa begitu saja. Karena sejatinya, Cornelia bukanlah orang yang mudah menyerah sebelum berhasil melakukan hal yang ia inginkan. Maka dari itu, ia kembali melakukan penelusuran di istana milik kakaknya, Feirla. Entah itu di istana rahasia milik kakaknya ataupun di istana terbuka kakaknya. Ia kembali membuka semua barang barang kakaknya. Benar benar semuanya. Tidak ada hal yang terlewatkan sedikit pun. Dan hasilnya tetap nihil. Tidak ada yang dapat memberi petunjuk sama sekali. Semua foto foto yang kakaknya simpan, tidak ada menunjukkan wajah mirip Augusta. Pertanyaan baru mulai muncul di dalam kepalanya. "Apakah Kak Feirla pernah mengangkat orang lain sebagai adik sebelum dirinya?" pikirnya. Dan, semua hal itu benar benar membuatnya kelelahan. Ia benar benar menjadi bingung. Bahkan menjadi ragu tentang kebenaran dirinya sendiri. Tidak sengaja ia terlelap dalam tidurnya.

Dalam mimpinya, ia melihat lanjutan dari mimpi sebelumnya. Ia menyadari dirinya sedang bermimpi. Seakan akan ia melihat kejadian itu dengan matanya sendiri. Terlihat lah sebuah istana milik kakaknya, juga gadis bernama Augusta dan kakaknya, Feirla

"Sekarang Augusta, ini adalah istana milik kakak. Kamu bisa tinggal di sini selama kita belajar sihir. Kakak akan membuat dirimu sehebat mungkin." ucap Feirla dengan senyum manis.

"Benarkah?" tanya Augusta memastikan dengan mata berbinar karena takjub dengan kemegahan dan keindahan istana itu. Ditambah dengan gemerlap cahaya dari hiasan permata yang ada di beberapa bagian istana. "Tapi, Augus harus minta izin dulu ke Aquila." ucapnya. Mata yang awalnya berbinar tergantikan dengan perasaan khawatir. Kepalanya menunduk menghadap lantai.

"Tidak perlu khawatir, Augus. Kakak tadi sudah meminta izin padanya." terang Feirla yang jelas sedang berbohong.

"Baiklah kalau begitu, Kak." ucap polos Augusta dengan senyum. Ia benar benar tidak menyadari bahwa orang yang menjadi kakaknya sekarang itu berbohong padanya.

Cornelia yang melihat hal itu di dalam mimpinya merasa aneh dengan sikap kakaknya. Kenapa ia seakan-akan harus menculik Augusta? Kenapa ia tidak menculik Aquila yang merupakan putri Raja? Apa untungnya dengan menculik Augusta? Ada apa dengan kakak angkatnya itu? Pertanyaan baru kembali muncul dalam pikirannya.

Sementara itu, Feirla sedang mengajak Augusta untuk mengelilingi istana. Ia memperkenalkan seluruh bagian yang ada dalam istana itu. Setiap memasuki ruangan, Augusta selalu merasa takjub. Kadang mulutnya hingga terbuka lebar karena takjub akan keindahannya. Kadang juga ia mengerjapkan matanya beberapa kali juga menggosoknya untuk meyakinkan dirinya bahwa semua hal yang dilihatnya nyata, bukanlah mimpi. Terakhir, ia sampai ke suatu ruangan yang luas. Di sana terdapat tempat tidur bak tempat tidur seorang putri. Terdapat tiang penyangga di setiap sudut tempat tidur. Di atasnya terdapat tirai putih transparan yang menjuntai hingga ke bawah tempat tidur itu. Di bagian samping pada kedua sisinya terdapat meja kecil berwarna putih yang tingginya sejajar dengan tempat tidur. Di atasnya masih belum terdapat benda. Jendela dengan tirai putih yang menyentuh lantai berada di sisi kanan. Di sebelahnya terdapat rak buku berwarna coklat terang dari kayu yang sudah terisi banyak buku. Di sebelahnya lagi, terdapat sebuah meja untuk menulis dan membaca lengkap dengan kursi. Di sisi lain, pada bagian dindingnya terdapat sebuah lukisan besar dan lukisan lainnya yang hampir memenuhi sisi kiri. Sementara, di lantai sudah terbentang karpet bulu berwarna putih salju. Seluruh kamar itu didominasi oleh warna putih. Terlihat sangat elegan dan sederhana.

"Dan, ini kamarmu, Augus." ucap Feirla. Hal itu semakin membuat Augusta terpana. Dia sudah melihat banyak sekali ruangan yang cantik dan megah. Tapi saat ini, ia memiliki salah satu ruangan yang indah diantara ruangan lainnya, yaitu kamarnya. Lebih tepatnya kamar barunya. Matanya semakin berbinar. Tubuhnya tidak bisa berhenti bergerak karena terlalu senang.

"Apa lagi yang kau tunggu?" tanya Feirla dengan ramah sambil menyejajarkan tingginya dengan gadis itu. Augus menoleh sebentar, lalu berlarian ke tempat tidur itu. Ia langsung melemparkan tubuhnya ke atas tempat tidur yang tirainya sudah tersingkap ke samping. Ia mengelus-eluskan kedua tangannya yang terbentang di atas kasurnya yang empuk. Wajar saja, saat itu Augusta masih berumur sekitaran 10 tahun.

Sementara itu, Feirla berdiam diri sambil menyenderkan dirinya di ambang pintu. Ia tidak sadar tersenyum melihat tingkah Augusta yang kekanak-kanakan. " Bagaimana? Empuk?" tanyanya.

Augusta yang mendengar itu menoleh ke arah pintu. Ia merubah posisinya dari telungkup menjadi terduduk dan berkata, "Iya, empuk." Augusta menjawab dengan antusias sambil mengangguk cepat.

"Kakak pergi dulu, ya? Besok kita akan mempelajari banyak trik sihir yang baru dan hebat." kata Feirla, lalu pergi dari sana. Augusta hanya mengangguk pelan dan kembali asik sendiri di dalam kamar barunya yang megah.

Feirla menuju ke suatu ruangan yang berada cukup jauh dari kamar Augusta. Ruangan itu tidak diperlihatkan kepada Augusta entah karena apa. Dan ruangan itu lebih besar lagi dari kamar Augusta. Ruangan itu adalah kamar miliknya. Berbeda dengan kamar Augusta, kamar milik Feirla didominasi dengan warna hitam. Hanya dindingnya saja yang berwarna putih. Semua benda, seperti tempat tidur, meja, kursi, dan yang lainnya berwarna hitam. Di dalam sana, ia menuju ke suatu meja lengkap dengan kursi yang berada di sudut ruangan. Mengambil sebuah buku yang berada di sudut meja dan membukanya pada halaman kosong. Kemudian, ia juga mengambil sebuah pena dan menuliskan sesuatu hal. Lalu...

Cornelia justru terbangun dari mimpinya itu. Matanya entah kenapa langsung terbuka begitu saja menghentikan mimpi itu. Pertanyaan pertanyaan baru kembali muncul dalam pikirannya. Ia hampir gila karena tidak tahu jawaban atas semua itu. Kenapa kamar Augusta sama persis dengan kamar miliknya di istana kakaknya? Sejak kapan ada ruangan dominan hitam di istana itu? Sudah selama bertahun tahun dia tinggal di sana, tapi tidak pernah melihat keberadaan kamar itu. Jika tidak terlihat, bagaimana cara untuk menuju kamar itu? Semuanya masih misteri.

Halo Readers,

Pulau Ajaib sudah update cerita baru lagi, nih. Semoga para Readers selalu dalam keadaan sehat. Mohon dukungannya, ya, Readers😊

Salam Hangat,

Author Graisy🤗😊