webnovel

Pulau Ajaib

----TAMAT---- Aquila Octavi, Putri Mahkota dari Kerajaan Gisma dijodohkan dengan seorang pendatang di Kerajaannya. Akibat penolakan darinya, istana menjadi dalam keadaan genting. Inti batu itu dicuri oleh seorang penyihir. Namun, ada juga sisi baiknya dari kejadian itu. Karenanya, ia dapat menemukan sahabat yang sudah lama menghilang tanpa kabar. Ia juga bisa mengenal seorang pria yang kelak menjadi suaminya. Jangan lupa rate, vote, dan comment ya! . Baca juga novel author lainnya dengan judul "Kisah SMA"

AisyDelia · Fantasie
Zu wenig Bewertungen
38 Chs

Inti Pulau (2)

"Hai...." sapa seorang perempuan berpakaian serba hitam yang sedang berdiri menyender di daun pintu.

Aquila yang melihat adiknya terjatuh, spontan langsung membantu adiknya tanpa peduli dengan keadaan. Saat adiknya menoleh ke depan, Aquila ikut menoleh juga. Mereka berdua baru menyadari Cornelia sedang berdiri santai dengan senyum di wajahnya yang terlihat jelas.

"Sepertinya aku kedatangan tamu, mari masuk!" katanya ramah sambil mempersilakan tamunya masuk ke dalam kamarnya, seperti tuan rumah yang baik nan ramah. Namun, Aquila dan Lucia hanya diam di tempat sambil menandang Cornelia takut karena sudah tertangkap basah.

"Ayo, masuk! Jangan malu malu!" katanya lagi.

Lucia pun mulai bangkit berdiri diikuti dengan kakaknya sambil berusaha membantu adiknya berdiri. Setelah posisi mereka sudah berdiri sempurna, Lucia langsung berkata, "Tidak usah pura pura baik padaku, Cornelia." kata Lucia jengkel.

"Aku tidak pura pura baik, Luci," balasnya sambil tetap memamerkan senyum menyebalkan. "dan harus kuingatkan, aku lebih tua darimu. Jadi, panggil aku 'kakak'." ingat Cornelia yang masih dalam nada bersahabat.

"Jangan harap, Cornelia!" balasnya lagi dengan nada jengkel.

"Tidak baik jika kita berbicara seperti ini. Ayo, masuk ke kamarku!" katanya sambil masuk ke dalam kamarnya dan tidak menanggapi perkataan Lucia.

Aquila dan Lucia bertatap-tatapan beberapa saat dengan tatapan yang penuh arti, lalu masuk perlahan bersama sama ke dalam kamar itu sambil berpegangan tangan.

"Kalian mau minum? Sebaiknya apa, ya? Karena sudah larut malam, bagaimana kalau susu hangat? Baiklah, akan aku siapkan dengan cepat." Cornelia berkata dengan cepat. Ia seperti sedang berbicara dengan dirinya sendiri.

Aquila dan Lucia kebingungan melihat sikap Cornelia yang tidak seperti biasanya. Ia menjadi lebih hangat dan lebih ramah. Sementara itu, Cornelia sedang berkomat-kamit mengucapkan mantra dan dalam sekejap sudah tersedia 3 kursi hitam lengkap dengan meja yang sudah terisi 3 gelas susu hangat. Cornelia langsung menarik kursi itu dan duduk juga berkata, "Ayo, silakan duduk dan diminum susunya!Tenang saja, aku tidak menyampuri apa pun ke dalamnya." ujarnya santai menatap Aquila dan Lucia yang masih keheranan, tapi mereka pun akhirnya duduk di kursi yang sudah disediakan. Mereka duduk dengan tegang juga bingung.

"Jadi, kenapa kalian datang ke sini?" kata Cornelia untuk membuka pembicaraan.

Suasana lengang sejenak. Aquila dan Lucia hanya bisa saling menatap, bingung harus jawab apa. Cornelia tetap menunggu jawaban dari mereka sambil meneguk susu hangat di depannya.

"Ku-kurasa kau tidak lagi memerlukan inti itu. Jadi--" ucap Aquila ragu ragu, lalu dipotong Cornelia.

"Jadi, bisakah kau mengembalikannya? Itu yang mau kau katakan?" terka Cornelia dengan menatap Aquila lekat lekat.

"Eee....yeah." balas Aquila.

"Sudah kuduga itu tujuan kalian. Aku bisa saja mengembalikannya. Tapi, inti itu sudah lenyap. Kekuatannya sudah menyatu dalam diriku. Jadi, maaf saja." kata Cornelia santai, lalu lanjut meneguk susu miliknya.

"Bagaimana jika aku berusaha menarik kekuatan itu dalam dirimu?" ucap Aquila lebih yakin dari sebelumnya.

"Memangnya kau bisa?" ucap Cornelia dengan nada meremehkan.

"Entahlah. Kurasa bisa."

"Apa yang membuatmu hingga bisa berpikir seperti itu?"

"Ya, aku pernah menarik kutukan pengendali yang kau taruh pada adikku dan yang lainnya." kini Aquila sudah tidak merasa ragu mengatakannya.

"Begitu? Tapi, maaf. Kau tidak boleh melakukannya padaku. Aku tidak mau sampai kau juga menarik kekuatanku, walau tidak disengaja. Lebih baik kalian pergi." katanya mengusir.

"Kalau kau tidak mau," kata Lucia berusaha untuk memusatkan seluruh kekuatannya pada tangan kanannya. "kami akan melakukannya sendiri." teriak Lucia sambil menyerang Cornelia.

"Begini caranya kau memperlakukan orang yang sudah menyambutmu ramah?" kata Cornelia kesal berusaha menahan serangan Lucia.

"Diam, kau! Kak, cepat lakukan!" teriak Lucia.

Mau tidak mau, Aquila harus melakukannya. Setidaknya dengan ini, ia bisa menebus kesalahannya yang dahulu. Sambil berlari ke arah belakang Cornelia, ia berkata, "Maaf, Cornelia! Setelah ini, aku akan membantumu mengetahui tentang Augusta." teriaknya.

Lalu, Aquila pun langsung berusaha menarik kekuatan inti itu dari belakang Cornelia yang sedang menahan serangan Lucia. Namun, keadaan segera berbalik. Lucia yang awalnya dalam posisi menyerang harus bertahan dari serangan Cornelia. Cornelia yang awalnya bertahan langsung memanfaatkan kesempatan menyerang saat serangan Lucia mulai melemah. Berbeda dengan Aquila, ia baru bisa menarik sedikit dari kekuatan itu. Inti berbentuk batu itu belum utuh menjadi batu. Hanya satu serpihannya saja yang baru berhasil ditarik, tapi adiknya sudah kewalahan menahan serangan Cornelia yang membuat Aquila ikut kesusahan menarik kekuatan inti yang berada dalam tubuh Cornelia.

Saat serangan Cornelia sudah memuncak, ledakan kecil terjadi yang membuat mereka terpental hingga cukup untuk membentur dinding.

"Kalian benar benar keras kepala. Jika kalian melakukannya lagi, akan aku pastikan kalian mati saat itu juga. Pergi!" kata Cornelia dengan kesal yang membuat volume suaranya tinggi.

"Bagaimana jika Augusta nanti tenggelam bersama pulau itu dan kau tidak bisa menemuinya?" kata Aquila lemah mencoba untuk merubah pikiran wanita itu.

Cornelia hanya menoleh ke arah Aquila yang sedang menggenggam serpihan kecil inti itu tak berdaya tanpa menjawab pertanyaannya.

"Percayalah, aku akan membantumu mencari tahu tentang Augusta! Kita akan tahu keberadaan Augusta nanti. Dan, kita akan bertemu dengannya." sambung Aquila masih dalam keadaan tak berdaya. Energinya terkuras karena ledakan itu.

"Membantu? Bagaimana caramu membantuku? Bahkan, kau sendiri tidak tahu apa apa lagi tentang dia. Bisa saja ia sudah mati?" katanya dengan nada remeh.

"Tidak. Aku yakin Augusta belum mati. Dia perempuan hebat. Sihirnya benar benar hebat. Dia tidak mungkin mati semudah itu," ujarnya dengan yakin. "jadi, izinkan aku melakukannya. Setelah itu, kita akan mencari tahu bersama-sama." mohon Aquila sekali lagi.

"Kak, maafkan aku! Aku akan menyerahkan inti itu padanya. Lagipula, inti itu sudah tidak begitu berguna lagi untukku. Jadi, maafkan aku, kak!" gumam Cornelia sambil menutup matanya rapat rapat juga menundukkan kepalanya.

"Baiklah. Aku akan berusaha untuk mengeluarkan kekuatan inti itu agar lebih cepat." Cornelia pun akhirnya menyetujuinya dengan mata menatap Aquila.

Cornelia pun mendekati Aquila yang sedang berusaha untuk duduk. Dan, penarikan kekuatan itu pun berlangsung. Setengah jam berlalu dan inti itu sudah berada dalam genggaman Aquila. Namun, bayarannya adalah energi Aquila sehingga energinya sudah hampir habis. Sudah tidak mampu untuk menopang tubuhnya. Perlahan matanya pun menutup dan Aquila pun tak sadarkan diri dengan inti di dalam genggamannya yang lemah.

Cornelia mendekati Lucia yang sudah berhasil berdiri dan sedang berjalan terhuyung-huyung ke arah Aquila. Ia berusaha untuk menyembuhkan Lucia, walau tidak bisa sepenuhnya. Setidaknya itu bisa membantunya membawa Aquila kembali. Lucia pun berusaha untuk memapah kakaknya dengan dibantu Cornelia hingga ke depan istana.

"Maaf, aku tidak bisa ikut ke sana! Kau pasti tahu apa yang akan terjadi jika aku terlihat di sana."

"Tidak apa apa. Te-Terima kasih."

"Luci, berhati-hatilah!" ucap Cornelia sebagai ucapan selamat tinggal.

Entah kenapa, hatinya terasa hangat dan damai sekali setelah itu. Ia sadar bahwa ia sudah menjadi orang yang sangat berbeda dari sebelumnya. Sepenting itukah Augusta sampai bisa membuat Cornelia berubah menjadi lebih baik? Iya.