webnovel

Pulau Ajaib

----TAMAT---- Aquila Octavi, Putri Mahkota dari Kerajaan Gisma dijodohkan dengan seorang pendatang di Kerajaannya. Akibat penolakan darinya, istana menjadi dalam keadaan genting. Inti batu itu dicuri oleh seorang penyihir. Namun, ada juga sisi baiknya dari kejadian itu. Karenanya, ia dapat menemukan sahabat yang sudah lama menghilang tanpa kabar. Ia juga bisa mengenal seorang pria yang kelak menjadi suaminya. Jangan lupa rate, vote, dan comment ya! . Baca juga novel author lainnya dengan judul "Kisah SMA"

AisyDelia · Fantasie
Zu wenig Bewertungen
38 Chs

Ada Apa dengan Felix?

"Gak kenapa, Lucia." jawab Aquila singkat dengan senyum getir. Ia berusaha tersenyum untuk menunjukkan bahwa dirinya baik baik saja. Walau, itu adalah senyum palsu

"Anda sudah merasa baik, Tuan Putri?" tanya seseorang dari ambang pintu didampingi oleh Ibudanya.

Mereka berdua perlahan masuk. Tabib itu memeriksa kondisi tubuh Aquila saat ini. Benar, tubuhnya sudah lebih baik. Tidak tahu bagaimana kondisi mentalnya saat ini. Maka dari itu, tabib itu menanyakan beberapa hal untuk memastikan kondisi Aquila sepenuhnya baik baik saja.

"Tuan Putri, apa anda merasa takut yang berlebih akan sesuatu hal?" tanya tabib itu pada Aquila yang sedang duduk bersandar pada tempat tidurnya.

"Tidak ada, Bi. Tapi...." Aquila tidak melanjutkan kata katanya. Kepalanya menunduk ke bawah. Bingung apakah ia harus mengatakannya atau tidak.

"Ada apa, Tuan Putri? Apa Tuan Putri merasa kesakitan? Lebih baik tuan putri minum dulu. Saya akan mengambilnya terlebih dahulu." terang tabib itu yang kerap disapa Bi Febe dan hendak beranjak pergi. Usia Bi Febe saat ini menginjak 50 tahun. Namun, ia masih kuat untuk melakukan tugasnya sehari hari.

"Tidak perlu, Bi. Pelayan akan mengambilkan minum. Pelayan..." jelas Sang Ratu dan menyuruh pelayan untuk segera mengambilkan minuman. Perkataan beliau menghentikan langkah Bi Febe.

"Terima kasih, Yang Mulia Ratu." ucap beliau dengan membungkuk menandakan rasa hormat juga terima kasih. Ia kembali duduk di kursi yang dekat dengan Aquila. Suasananya menjadi hening hingga seorang pelayan membawakan seteko teh hangat beserta cangkir putih bersih berhiaskan corak bunga yang diatur rapi di atas nampan. Ditaruhnya nampan itu di sebuah meja kayu bundar, lalu beranjak pergi dalam hening.

Sang Ratu segera mengambilkan secangkir teh hangat untuk putrinya. Ia menuangkan teko itu yang menumpahkan cairan berwarna kuning-kecoklatan ke dalam cangkir kosong itu hingga hampir penuh. Diberikanlah secangkir teh hangat itu kepada putrinya untuk diminum. Aquila menerima cangkir itu dan langsung meminumnya sampai habis tak bersisa dalam sekali teguk. Ia benar benar kehausan karena belum meminum cairan sedikit pun saat perang dimulai secara mendadak. Setelah meminum habis, dirinya menjadi lebih tenang dan rileks.

"Apa Tuan Putri sudah merasa tenang?" tanya tabib itu kembali.

"Iya, Bi. Terima kasih." ucap Aquila dengan senyum yang lebih tulus.

"Apa Tuan Putri perlu istirahat lagi? Kalau perlu, saya akan kembali lagi nanti."

"Tidak perlu, Bi. Aquila sudah merasa lebih baik."

"Baiklah," ucap Bi Febe. Ia pun menuju tempat Sang Raja berdiri dan berkata, "mohon izin Yang Mulia, bisakah saya dan Tuan Putri Aquila berbincang berdua saja?" Bibi Febe membungkuk hormat di hadapan Yang Mulia Raja yang sedang berdiri menyenderkan dirinya pada dinding.

"Tentu, Bi Febe. Kami akan pergi terlebih dahulu. Tolong jaga, Aquila, Bi! Saya dan yang lainnya akan kembali ke kamar kami terlebih dahulu." ucap Raja Valens memegang pundak wanita itu tanda memberikan izin. Ia langsung beranjak pergi setelah Bi Febe berdiri tegak kembali dan disusul oleh istri dan 4 putrinya. Sebelum Ratu pergi, ia membelai rambut putrinya dan pipinya sambil tersenyum. Seakan akan itu mengisyaratkan "Baik baik ya, sayang. Ibu pergi dulu."

"Terima kasih, Yang Mulia." ucap Bi Febe dengan membungkuk sekali lagi ke arah pintu, tempat keluarnya Yang Mulia Raja bersama istri dan putrinya.

Setelah itu, Bi Febe kembali ke tempat duduknya yang terletak di samping tempat tidur Aquila. Ia mulai membincangkan hal hal ringan agar Aquila tidak merasa tegang.

"Tuan Putri ingin minum lagi? Saya akan ambilkan secangkir teh hangat." ucap Bi Febe dengan lembut. Ia mengambil nampan yang di atasnya sudah terdapat sebuah teko dengan beberapa cangkir dan meletakkannya di meja kecil dekat dengan tempat tidur Aquila. Ia kembali menanyakan hal yang sama, "Apa Tuan Putri ingin minum secangkir teh lagi?"

Aquila mengangguk dan memberikan cangkir yang dipegangnya sedari tadi kepada Bi Febe. Bi Febe mengambil cangkir itu dan dituangkannya teh itu. Lalu, diserahkannya cangkir putih yang sudah terisi teh itu pada Aquila yang sedang duduk bersandar di atas tempat tidurnya.

"Tuan Putri, bisa saya mulai bertanya?" kata Bi Febe meminta izin. Aquila merespon hanya dengan anggukan pelan sambil meminum teh hangat itu. Tanpa berlama lama, Bi Febe langsung melemparkan pertanyaannya. Pertanyaan yang sama.

"Apa Tuan Putri merasakan ketakutan yang berlebih terhadap suatu hal? Atau Tuan Putri mengalami hal yang belum pernah terjadi sebelumnya?" tanya Bi Febe langsung dengan tenang menatap Aquila yang tengah meminum tehnya perlahan, lalu mendadak berhenti setelah mendengar pertanyaan tersebut.

"Bi, bisakah kita membicarakan hal lain?" kata Aquila sedikit cemas.

"Tuan Putri bisa menceritakan kecemasan Putri. Saya akan membantu sebisa saya." jelas Bi Febe. Beliau tahu betul bahwa Aquila menyembunyikan suatu hal.

Aquila sudah menyerah. Ia tidak bisa menyembunyikan hal itu lagi. Cepat atau lambat, ia juga harus mengatakannya saat ada yang tersadar bahwa Felix menghilang. Aquila menarik napasnya dalam dalam dan menghembuskannya napasnya dengan cepat, lalu berkata, "Felix dibunuh oleh Cornelia. Dan, Aquila menyaksikannya sendiri. Hal itu benar benar membuat Aquila terkejut. Mungkin hal itu terlihat menyeramkan. Aquila tidak terlalu ingat bagaimana kejadian persisnya." terang Aquila sambil menatap cairan kuning-kecoklatan di cangkir yang dibawanya.

"Tuan Putri merasa sedih?"

"Tentu saja, Bi. Apalagi, Aquila melihatnya terbunuh langsung. Tubuhnya langsung menghilang begitu saja menjadi abu dan terbawa angin. Aquila benar benar takut, bahkan untuk membayangkannya saja." ucap Aquila ketakutan hingga tubuhnya gemetar.

"Tenanglah, Tuan Putri. Lupakan semua yang sudah terjadi. Sekarang, Putri Aquila beristirahatlah. Jangan pikirkan hal tadi! Saya pamit dahulu." Bi Febe langsung pergi meninggalkan Aquila setelah ia terbaring tidur dengan selimut menutupi seluruh tubuhnya, kecuali kepalanya.

Sebelum ia pulang, ia menemui Yang Mulia Raja terlebih dahulu untuk memberi tahu kondisi putrinya saat ini sekaligus pamit untuk pulang ke rumahnya yang tidak jauh dari istana. Bi Febe menanyakan keberadaan Yang Mulia Raja kepada pelayan yang sedang berjaga di sekitar kamar Aquila bila terjadi hal buruk. Setelah itu, ia segera menuju ke tempat tersebut, kamar Yang Mulia Raja dan Ratu.

"Permisi Yang Mulia, boleh saya masuk?" ucap Bi Febe dari luar kamar sambil mengetuk pintu beberapa kali.

Sang Raja membukakan pintu kamarnya dan langsung menanyakan kondisi Aquila, setelah mengetahui Bi Febe datang ke sana, "Bagaimana kondisi Aquila, Bi?" tanya Raja khawatir.

"Kondisi Putri Aquila baik baik saja, Yang Mulia. Tuan Putri sedang beristirahat di kamarnya." terang Bi Febe.

"Baiklah kalau begitu." Sang Raja merasa lega setelah mengetahui putri sulungnya baik baik saja.

"Kalau begitu, saya pamit pulang, Yang Mulia." ucap Bi Febe sambil sedikit membungkuk, lalu pergi meninggalkan istana.

Halo, Readers Pulau Ajaib😊 Saya sebagai author ingin meminta maaf karena Pulau Ajaib baru bisa mengupdate ceritanya hari ini🙏 Saya harap para readers menyukai bab terbaru ini, juga keseluruhan cerita.

Mohon maaf sekali lagi jika masih ada ketidak sesuaian dalam cerita ini karena author masih amatir🙏🙁 Author akan berusaha untuk mengupdate cerita ini lebih sering lagi💪 Semoga para readers sehat selalu selama masa pandemi ini.

Salam Hangat dari Author, Graisy🤗😉