webnovel

Bab 3 Ujian

Ku minta Selma untuk menginap, aku sampai tidak lagi mencoba untuk mempelajari materi ujian untuk besok, aku sudah benar-benar capek aku sudah pasrah, aku masih berdoa agar aku benar-benar lulus ujian CPNS ini. Pada pukul 3 dini hari aku bangun, coba untuk belajar sejenak dan solat subuh. Jam 7 tepat aku sampai di tempat ujian, sebelumnya tatatertib yang harus dipatuhi yaitu mengenakan kemeja putih, rok/celana hitam kain, kerudung hitam yang diberikan olek kak Aida, sepatu hitam dan yang utama adalah menggunakan masker double. Tentu ku perhatikan dan kupatuhi semua peraturan yang ada dan untuk berjaga-jaga ku kantongi sebuah masker.

Lokasi ujian masih sangat sepi hanya ada 2 orang peserta yang baru datang dan belum terlihat ada panitia di sana, namun yang membuatku cukup terkejut adah ke-2 peserta itu hanya menggantungkan masker pada leher. Efek pandemic di lokasi kerjaku sudah menelan banyak korban yang dimana sebagian adalah sanak-saudara dari rekanku. Aku berpikir mungkin karna kasus penyakit dan korbannya bisa di hitung jari akibatnya masyarakat disini tidak terlalu mematuhi protokol yang ada. Aku harus menunggu sampai dengan jam 8 pagi, anggota panitia mulai berdatangan, karna waktu yang mepet, peseta disuruh segera berbaris untuk mengikuti pemeriksaan sebelum mengikuti tes, rangkaian pemeriksaan dimulai dengan mendahulukan ibu hamil dan wanita yang bercadar, yang bertujuan agar tidak ada peserta yang sakit dan menjaga privasi wanita yang bercadar.

Aku menggunakan sepatu sport full hitam, dan ternyata oleh panitia tidak di perbolehkan, aku disuruh pulang untuk mengganti sepatu terlebih dahulu "saya dari Jawa bu, saya tidak memiliki sepatu fantovel" beruntung ada panitia yang mau meminjamkan sepatunya padaku "jangan dibawa pulang ya, sepatu saya" ujan ibu panitia itu padaku. Aku sangat bersyukur ada sepatu yang pas, karna kakiku berukuran 42 cm yang tentu sulit untuk mencari sepatu yang pas, karna sepatu yang aku pinjam sekalipun sempit sehingga aku harus menginjak ujung sepatu. Panitia yang memeriksaku terlihat bingung, sudah ku duga ia pasti bingung melihatku menggunakan masker 3 lapis, ya aku menggunakan masker sebanyak 3 lapis setelah terjadi kerumunan peserta yang sangat banyak, naluri pertahananku melakukannya, aku tidak ingin kembali ke kantor dengan kondisi sakit, aku tidak akan bisa segera mencari uang.

"Apa kamu tidak merasa sesak menggunakan masker sebanyak itu?" Tanya panitia, aku hanya menggeleng, menandakan aku baik-baik saja. Sesusai pemeriksaan seragam. Perlengkapan ujian dan perekaman data, masuklah kami ke dalam ruangan ujian dan mulailah kami mengerjakan soal ujian lewat komputer sesuai dengan instruksi panitia. Soal ujian terdiri dari 3 bagian yaitu wawasan kenegaraan, wawasan umum dan kepribadian, 40 soal pertama adalah tentang kewarganegaraan, bagiku soalnya tidaklah susah, namun entah bagaimana ceritanya pandanganku tertuju pada angka yang bersatuan persen tepat di atas soal, dan angka itu membuat aku berpikir, persentasenya hanya akan bertambah bila aku menjawab dengan benar, mulai dari situlah aku mulai tidak focus dan suka menggonta-ganti jawabanku, di tambah lagi saking aku mencoba berburu dengan waktu dalam pengerjaan soal membuatku menjadi sedikit sesak, namun aku mengabaikannya karna aku seperti tidak ada waktu untuk memperbaiki masker atau melepas masker sekalipun.

Ketidakfokusan itu berkelanjutan sampai aku selesai dan menutup soal yang ada. Setelah itu aku menyadari bahwa aku sudah melakukan kesalahan fatal, saat mengecek hasil ujian apa yang aku takutkan terjadi, dan yang membuatku lucu adalah aku gagal kemungkinan besar karena aku terkecoh oleh persentase banyaknya soal yang dikerjakan bukan persentase banyaknya soal yang dijawab dengan benar, disaat itu juga aku sadar, bahwa Tuhan dapat melakukan apapun dan memiliki kuasa atas umatnya.

Aku tidak merasa sedih sedikitpun, ini adalah kali pertamaku dan aku rasa ini adalah awal yang baik, mempersiapkan diri untuk mengikuti tes dikesempatan selanjutnya. Aku meninggalkan lokasi ujian dengan mengembalikan sepatu panitia terlebih dahulu, saat aku menunggu ojol, aku di kagetkan oleh bapak panitia yang menghampiriku dengan membawa hasil swabku yang, tadinya aku serahkan sebagai syarat mengikuti ujian. Beliau mengatakan aku boleh membawa hasil itu lagi untuk aku gunakan untuk menaiki pesawat hari ini. Rasa syukurku semakin bertambah, karena banyak sekali orang yang baik padaku dan membuatku semakin ikhlas. Jujur saat ujian itu aku juga berpikir bagaimana jika aku benar-benar lulus, berarti aku selain aku harus resign dari kantor aku juga harus meninggalkan tante Dia. Rasa bersalahku muncul, bukankah itu yang kau inginkan ?, namun kondisinya waktu itu Nenekku baru saja meninggal dunia 3 bulan yang lalu, bukankah aku sangat jahat bila meninggalkan tante Dia sendirian. Aku menjadi semakin yakin bahwa ini adalah takdir yang terbaik untukku.