webnovel

PRIA KERAS KEPALA

Aku mungkin terlalu lama menyadari perasaanku yang semu. Namaku Jeon Jung Ki. Pria mengenaskan yang ditinggal kedua orang tuaku saat sedang bermain di taman dekat rumah saat usiaku duabelas tahun. Aku tinggal di rumah pamanku setelah kematian ibuku. Rumah asalku di Bu San. Lalu aku dikirim oleh pihak kepolisian untuk tinggal di rumah pamanku. Kakak dari ibuku. Hidup cukup dewasa di rumah pamanku, tidak tamat sarjana dan aku harus bekerja paruh waktu dikafe milik seseorang dengan menjadi barista pada akhirnya aku menjalin hubungan dengan seseorang. Pria dewasa dua tahun dariku. Sayangnya setelah aku mendapatkan kebahagiaanku sejenak dengan pria itu, namanya Kim Tae Woo. Pada akhirnya aku juga mendapatkan rasa sakit. Ditinggalkan dan ditinggalkan lagi. Aku harus percaya pada siapa, saat rumahku setelah pamanku adalah Kim Tae Woo? Pria itu memilih menikah dengan wanita pilihan ibunya, dan menjadikanku sebagai pacar keduanya. Sejak awal hubungan ini sudah salah, tapi aku sudah terlanjut mendapatkan rasa sakit.

sakasaf_story · LGBT+
Zu wenig Bewertungen
58 Chs

22. Bukan Teman Biasa.

"Maaf karena membuatmu tetap ada di tempat ini sampai pukul satu pagi Kak Seok Jin," ucap Jung Ki saat pria itu tidak begitu enak saat bos nya harus datang di saat seperti ini karena Park Ji Min menelfon Kim Seok Jin untuk datang dan setidaknya mengetahui apa yang seebnarnya terjadi dengan tubuh Jeon Jung Ki.

Setelah mengetahui keadaan Jung Ki Ji Min benar-benar menelfon Seok Jin untuk membantu Ji Min. Sayangnya Jung Ki benar-benar diantar ke rumah sakit untuk mendapatkan penanganan, ada beberapa kali pukulan yang Jung Ki terima membuat tubuhnya membiru.

"Jangan seperti itu," jawab Seok Jin begitu menyadari jika Jung Ki selalu menarik diri dengan apa yang dia dspat sejauh ini. "Kau bisa mengambil cuti untuk besok, Jung Ki. Aku akan menggantikanmu satu hari, jika lukamu butuh pemeriksaan ulang, katakan saja padaku. Aku akan mengantarmu ke rumah sakit lagi." Jung Ki benar-benar merasa dia menyusahkan, seperti sebelumnya. Dan lain kali dia akan lebih keras lagi bekerja dan menjaga tubuhnya agar tidak mendapatkan luka terlalu banyak dan panjang.

"Aku baik-baik saja Kak, aku akan tetap berangkat besok. Jangan menganggap semua lukaku berlebihan seperti itu Kak, aku baik-baik saja." Seok Jin memutar bola matanya malas, pria itu hanya bisa tertawa kecil menyadarinya.

"Kau butuh beristirahat jika tubuhmu membutuhkannya, Jung Ki. Kau juga Ji Min, jika kalian membutuhkan istirhaat, tutup saja setiap weekend, aku mengizinkannya. Aku membuka caffe dan memperkerjakan kalian tidak membuat pendapatan yang tinggi. Kalian selalu melakukannya dengan baik," ucap Seok Jin kali ini berbicara pada kedua karyawannya karena apa yang Ji Min dan Jung Ki lakukan menurut Seok Jin terlalu berambisi.

"Aku melakukannya untuk mendapatkan iang, Kak." Jung Ki menjawabnya dengan wajah polos dan jawaban paling sakral.

"Jika aku berhenti bekerja satu hari, maka aku berhenti makan satu hari juga," lanjutnya membuat Ji Min melihat ke arah Jung Ki tidak habis pikir.

Tenti ingatan Ji Min berhasil menarik apa yang sebenarmya terjadi diantara keduanya. Saat Ji Min jatuh sakit saat bekerja dan membuat pria itu dirawat di rumah sakit selama tiga hari, Jung Ki sama sekali tidak menutup caffe tersebut.

Jung Ki memang selalu datang ke rumah sakit dimana Ji Min di rawat setiap berangkat kerja dan pulang kerja tidak menutup kemungkinan pria itu akan menunggu Park Ji Min. Tentu saja saat itu membuat Ji Min selalu memaksakan dirinya sendiri untuk tetap bekerja karena dia butuh uang dan karena dia tidak bisa membiarkan Jung Ki berhenti bekerja sendiri.

"Kalau kau, Ji Min?" Kali ini Seok Jin bertanya pada Ji Min untuk mengetahui alasan dari pihak Ji Min kenapa keduanya bersih keras untuk tetap bekerja setiap hari. "Selain aku tidak bisa membiarkan Jung Ki bekerja, aku juga membutuhkan uang untik hidup."

Kim Seok Jin hanya bisa menggelengkan kepalanya pelan, pria itu memberikan uang dengan gaji yang seharusnya dilindungi dengan amplop coklat uang tunai.

"Bekerja keraslah lebih baik lagi, Ji Min, Jung Ki. Kalian benar-benar memaksakan diri." Seok Jin mengatakannya dengan gurauan, namun Ji Min menganggapnya serius. "Untuk hidup, Kak." Seok Ji lagi-lagi terkekeh. "Tidak apa-apa tutup pukul satu pagi, kalian bisa beristirahat dengan nyaman sekarang. Pulanglah," minta Seok Jin membiarkan kedua karyawannya untuk pulang lebih cepat dan membiarkan Ji Min dengan Jung Ki langsung pulang saja.

"Apa kalian ingin ku antar pulang? Kau Ji Min?" Pria yang memiliki tinggi badan paling pendek menggelengkan kepalanya cepat mengingat dia memiliki kendaraan.

"Aku selalu membawa sepedaku, kau bisa mengajak Jung Ki saja, Kak. Dia keras kepala dan selalu berangkat dan pulang jalan kaki." Seok Jin meyatukan alisnya begitu menyadari jika Jung Ki tidak memakai sepeda yang dia belikan untuknya sama seperti Ji Min yang memakainya.

"Dimana sepeda yang ku berikan padamu, Jung Ki? Bukankah Ji Min juga memakai sepeda yang ku berikan, dimana sepedamu?" tanya Seok Jin baru saja tahu jika Jung Ki tidak menggunakannya dengan baik. "Ah, aku juga baru saja mengingatnya. Jung Ki tidak pernah mengatakan dimana sepeda itu." Ji Min mengingatnya juga, Jung Ki menggunakan sepeda fasilitas yang Seok Jin berikan kepada mereka.

Hanya saja semua itu berakhir tidak lama dari itu. Karena Jung Ki kembali bekerja dengan berjalan kaki tepat dimana empat hari setelah mereka mendapatkan sepeda. Sayangnya Jung Ki selalu menjelas jika sepeda yang Jung Ki miliki ada di rumahnya. Entah itu benar atau tidak.

"Aku menyimpannya dengan baik, Kak Seok Jin." Jung Ki sengaja berbohong untuk menutupi apa yang sebenarnya terjadi karena takut-takut Kim Seok Jin memintanya kembali. "Dimana?" Jeon Jung Ki menggaruk kepalanya pelan, dia menjadi semakin canggung menyadari apa yang sebenarnya terjadi dengan barang pemberikan Kim Seok Jin.

"Seseorang menjualnya di hari ketiga dimana aku menggunakan sepeda itu, Kak." Seok Jin dan juga Ji Min tentu benar-benar terkejut mendengar jawaban tersebut, pasalnya kejadian itu tentu sudah sangat lama.

Karena Ji Min dan Jung Ki mandapatkan sepeda mereka masing-masing satu tahun yang lalu.

"Kau mengatakan padaku jika sepedamu di rumah!" Ji Min kali ini angkat bicara karena keterkejutannya. "Aku memang menaruhnya di rumah Kak, tapi saat aku berangkat di hari ke empat, sepedaku menghulang, dan seseorang menjualnya. Aku takut mengatakannya, karena sepeda itu dibelikan untukku dan sebagai fasilitas, maafkan aku."

Seok Jin yang mendengar alasan Jung Ki dengan barang pemberiannya semakin binging, dia kasihan saat Jung Ki sakit seperti ini, terlebih dengan barang yang diberikannya saja juga sudah entah kemana.

"Apa kau ingin ku belikan sepeda baru?" tanya Seok Jin begitu saja karena dia tidak bisa langsung membelikanya takut-takut Ji Min menginginkannya juga, jika seperti itu, Seok Jin harus membeli dua.

Pria itu menggelengkan kepalanya pelan, yang bisa Seok Jin lihat adalah bagaimana Jung Ki terus menolaknya. "Kenapa?"

"Aku takut seseorang menjualnya lagi." Jung Ki benar-benar ketakutan jika saja Seok Jin kembali membelikan sepeda untuknya yang akan membuatnya menjadi sangat tidka nyaman. "Aish." Seok Jin mengumpat.

"Kau ingin aku mengantarmu?" Terlihat Ji Min menunggu jawaban dari Jung Ki dimana Seok Jin selaku bos menawarkan tumpangan, sayangnya jawaban yang sama yang diberikan Jung Ki pada Ji Min mulai terlihat. "Kenapa kau menolaknya!" marah Ji Min.

"Aku memiliki janji dengan Min Yoon Seok, dan hari ini aku pulang diantar olehnya." Tidak sampai di situ kali ini Jung Ki membuat keduanya terlihat geger. "Pria yang datang dengan banyak makanan?" Jung Ki menganggukkan kepalanya pelan begitu Seok Jin bertanya.

"Kak Yoon Seok sudah menungguku, apa aku boleh pulang lebih dulu?" Suasana menjadi hening begitu Jung Ki meminta izin dan pria itu pergi menjauh dari kafe tersebut dan masuk menuju mobil Min Yoon Seok.

"Pria itu tidak pernah masuk ke dalam mobilku, tapi dia masuk ke dalam mobil pria itu." Ji Min terkekeh mendengar gumaman milik Kim Seok Jin. "Aku sebagai rekan kerjanya selama lima tahun saja sama sekali tidak pernah tahu dimana rumahnya."

"Kau benar Kak, mungkin saja Min Yoon Seok bukan teman biasa bagi Jung Ki."

Jung Ki senang mendengar jika dia akan pulang lebih cepat, karena pesan datang lebih awal memungkinkan pria kecil itu pergi lebih awal dan berbicara banyak hal dengan Min Yoon Seok juga. Jung Ki langsung masuk saja begitu Yoon Seok datang dengan mobilnya.

"Kau pulang lebih awal?" Yoon Seok spontan bertanya karena tidak biasanya juga Jung Ki langsung masuk ke dalam mobilnya saat-saat prai itu ingin berbucara hal serius. "Aku pulang awal karena aku dari rumah sakit juga." Yoon Seok memutar bola matanya malas mengingatnya.

"Ayo lepas pakaianmu dan tunjukan lukamu," minta Yoon Seok pada Jung Ki untuk menujukkan semua luka di dalam kemeja yang dia kenakan untuk melihat separah apa luka yang Jung Ki dapatkan kali ini.

"Kali ini tidak ada, aku sudah mengatakan padamu jika ini hanya luka aku melakukan kesalahan kan? Aku tidak dipukuli lagi oleh Jeon --Akhh!" Yoon Seok memutar bola matanya malas mengingat aoa yang sebenarnya sejak tadi Jung Ki sembunyikan darinya. Yoon Seok memukul perut Jung Ki tiba-tiba untuk mengetahuinya. "Buka bajumu!" Jung Ki menelan ludahnya sukar vegitu mendapatkan perintah datar dari Min Yoon Seok.

Pria itu menjalankan mobilnya dengan Jung Ki yang membuka kemejanya juga, Jung Ki memperlihatkan seberapa buruk tubuh halus berwarna putih susu itu dipukul habis oleh Jeon Jung Ki. "Bangsat, apa kau akan terus menutup-nutupi semua luka ini dariku dan pacarmu juga, bodoh!!" Yoon Seok kesal bukan main menyadari apa yang sebenarnya terjadi dengan Jeon Jung Ki selama ini.

"Kau ingin apartemen untuk tinggal pribadi saja di sana?" tanya Yoon Seok meminta pada Jung Ki untuk kabur dari rumah pamannya saja daripada harus mati mengenaskan oleh anak pamannya. "Tidak bisa Kak."

"Bagaimana aku membalas budi pamanku jika aku membeli apartemen, aku tidak memiliki uang--"

"Aku akan membelikannya untukmu." Bahkan Yoon Seok mengatakannya tanpa beban sedikitpun seolah-olah menyewa apartemen selama satu tahun bukanlah uang yang banyak. "Jangan! Bukan seperti itu yang ku maksud!"

"Apa kau ingin apartemen yang Kim Tae Woo belikan saja? Aku bisa mengatakannya pada Tae Woo jika kau tidak ingin apartemen yang ku belikan." Jung Ki menggelengkan kepalanya dengan brutal. Bukan itu yang Jeon mau.

"Kak, aku bertemu denganmu dan memintamu untuk pulang bersamaku karena aku ingin mengembalikan ponsel ini." Jung Ki mengeluarkan ponsel yang sebelumnya Yoon Seok berikan padanya.

"Aku hanya ingin kau tetap tutup mulut untukku sampai aku tahu siapa pembunuh kedua orang tuaku, Kak. Setelah aku tahu segalanya, aku akan menceritakan semuanya pada Kak Tae Woo. Tanpa ada yang ditutup-tutupi. Aku janji." Jung Ki kembali mengatakan tujuan awalnya dia melakukan ini dan tetap terus bertahan. "Tapi sampai kapan?"

"Oleh karena itu, bantu aku Kak Yoon Seok." Yoon Seok mengelap wajahnya kasar karena hampir sepuluh tahun Yoon Seok mengurusnya semuanya tidak ada jejak sama sekali.

"Aku harus tahu siapa pembunuh ayah dan ibuku, sebelum aku jujur pada Kim Tae Woo Kak."

"Karena ada puluhan orang mati meledak di mansionku, itu semua karena siapa aku masih membutuhkan jawabannya sampai sekarang."

Bagaimana menurut kalian????

sakasaf_storycreators' thoughts