webnovel

7. Perjalanan

Kucing Sakti yang selalu setia mendampingi Pangeran Brama membawa Brama meninggalkan ibukota kerajaan menuju ke sebuah desa yang jauh dari ibukota. Selama dalam perjalanan kucing itu selalu menunjukkan beberapa tanda yang bisa dijadikan sebagai petunjuk arah apabila Pangeran Brama ingin kembali ke istananya.

"Pangeran harus hafal benda apa saja yang ditunjuk sebagai penunjuk arah apabila Pangeran ingin kembali ke istana tanpa pendampingan dariku."

'Mengapa kamu mengatakan seperti itu kucing? Apakah kamu berpikir akan meninggalkan aku Aku atau kamu memang sengaja membawa keluar dari istana untuk menjauhkan aku dan keluargaku? Aku benar-benar tidak habis pikir dengan apa yang kamu pikirkan. Kamu hanya seekor kucing tapi kamu sangat cerdas. Aku tidak tahu siapa yang mengajarimu untuk berpikir kritis seperti itu."

"Hahaha, Pangeran tidak perlu heran dengan semua yang aku lakukan tidak usah banyak bertanya dan tidak usah banyak melarang atau menolak pendapatku turuti saja. Siapa tahu suatu saat nanti akan sangat berguna untuk kehidupanmu."

Pangeran Brama mengangguk. Dalam hati ia penasaran dengan apa yang diucapkan oleh kucing dan ia ingin mencoba kembali ke istana tanpa pengawalan dari kucing.

Mereka terus melangkah melewati hutan rimba yang penuh dengan pohon-pohon besar menyibak semak belukar yang tumbuh sangat lebat di sekeliling.

Pangeran Brama sebenarnya merasa takut melihat kondisi alam yang dilewatinya. Beberapa kali bulu kuduk berdiri membuat Pangeran Brama menghentikan langkahnya membuat kucing yang terus mengawasi sekeliling menabrak tubuhnya.

"Mengapa pangeran berhenti tanpa aku minta? Jangan pernah menengok ke belakang karena akan sangat berbahaya apalagi saat ini kita berada di dalam hutan rimba."

Kucing Sakti merasa kecewa kepada pangeran Brama yang nyaris melanggar aturan yang sudah mereka buat sejak mereka meninggalkan istana kerajaan Daha. Kucing itu mengucapkan Semua hal yang harus dipatuhi oleh pangeran drama ketika meninggalkan kerajaan Daha bersamanya dari tidak menoleh ke belakang sampai hal paling kecil seperti tidak memotong rumput atau semak yang mereka mereka lewati.

Kucing itu marah ketika tiba-tiba pangeran Brama dengan tanpa memberitahunya, justru menghentikan langkah sambil mencoba mengulurkan tangan seolah ingin mencabut rumput di depannya.

Pangeran Brahma hanya bisa diam ketika melihat kucing itu marah kepadanya. Dia tidak ingin membantah apapun, namun entah mengapa rasa ingin menjawab semua ucapan kucing sangat kuat.

"Mumpung kita belum jauh, aku ingin bertanya kepada Pangeran sekali lagi. Kita akan melanjutkan perjalanan meninggalkan istana kerajaan Daha atau kembali ke istana dan engkau akan kehilangan istri untuk selama-lamanya?"

Pangeran Brama mengangguk. Ia lebih dulu melangkahkan kaki berjalan menjauh dari kucing Sakti yang kini tersenyum di tempatnya. dalam hati kucing itu merasa sangat bahagia karena bisa membodohi pangeran.

Bagi pangeran Brama, menemukan istrinya adalah hal paling utama. Apapun akan ia lakukan untuk bisa mendapatkan kembali wanita yang sangat dicintainya.

"Ha ha ha, Mengapa kau melangkah mendahuluiku? Apakah kau memang sudah tahu apa arti permintaanku selama ini?"

Pangeran Brama tersenyum lalu mengangguk. Ia tahu perjalanan yang akan ditempuhnya terlalu berat bagi manusia biasa sepertinya, namun seberat apapun ia akan tetap bertahan demi bisa menjumpai istrinya kembali.

"Jalan pelan-pelan, Pangeran!"

:Baik, Yang Mulia. Aku akan menuruti semua Titah yang Mulia dengan sabar."

Kucing sakti itu tertawa. Ia kemudian berlari mendahului Pangeran Brama dan membuat laki-laki itu terpana menyaksikan sang kucing yang sudah menghilang dari pandangannya.

:Jangan menggodaku seperti itu, Manis. Aku tidak akan memaafkanmu kalau sampai aku lupa jalan yang kau ambil. Awas saja kalau aku sudah bisa menguasai ilmu kesaktian seperti yang kamu miliki. Aku akan mengalahkanmu dan membuat dirimu bertekuk lutut di hadapanku."

"Baik, aku tunggu masa-masa itu. Aku sudah terlalu lelah untuk berada di tubuh kucing jelek ini. Dia selalu menolak ketika aku mengajaknya berolah raga apalagi kalau ia sedang mengantuk."

"Apa maksudmu? Apakah kau hanya meminjam badan kucing dan memaksanya menuruti semua keinginanmu? Kamu benar-benar tidak memiliki hati sama sekali. Andai aku menjadi kucing ini, aku pasti akan bunuh diri saja."

"No, jangan. Jangan pernah kau ajari dia untuk bunuh diri karena hanya tubuhnya yang kuat menopang beban kesaktianku. Binatang lain tidak ada yang sanggup."

"Lalu, katakan padaku siapa dirimu yang sebenarnya! Aku ingin mengenalmu . . . "

"Sudah, belum saatnya kau tahu semuanya. Kelak kalau kau memang sudah memenuhi syarat, kau akan tahu sendiri siapa aku sebenarnya."

Pangeran Brama mengangguk. Ia kemudian melanjutkan langkahnya dengan bimbingan suara kucing.

"Aku akan mencatat semua hal yang kau ucapkan selama hidup bersamamu. Apapun akan kuingat, Kucing. Kau menjanjikan padaku bahwa suatu saat nanti aku akan bertemu dengan Anjani, akupun percaya. Entah mengapa. Aku sendiri heran, namun aku akan terus berusaha untuk tidak bertanya mengapa."

Kucing itu mengangguk lalu mengulurkan kaki depannya seolah ia sedang menyemangati pangeran Brama. Dalam diam mereka berjalan menyusuri hutan yang semakin lebat. Beberapa hewan yang melintas di hadapannya membuat Pangeran Brama menghentikan langkah menunggu hewan-hewan itu itu berlalu dari hadapannya.

Beberapa kali ia diajak oleh ayahnya untuk berburu ke hutan lindung, namun suasana hutan itu sama sekali berbeda dengan hutan yang saat ini dia pijak.

Setelah melakukan perjalanan selama kurang lebih 1 bulan, Pangeran Brama akhirnya sampai di sebuah desa di tepi sebuah Sungai Dadap. Sungai yang mengalirkan air yang sangat jernih itu membuat Pangeran Brama teringat pada Putri Anjani yang tenggelam di dasar Telaga. Kesedihannya semakin mendalam membuat air matanya satu persatu lolos dari pelupuk mata.

"Ya Tuhan, tolong maafkan segala kesalahanku. Aku terlalu gegabah dalam melangkah dan mengambil keputusan, Aku mempercayai ucapan adikku begitu saja tanpa membuktikan kebenarannya terlebih dahulu. Andai saat itu aku mencoba melakukan klarifikasi, aku yakin saat ini kami pasti masih bersama."

"Tidak ada penyesalan yang datangnya di awal peristiwa, Penyesalan selalu datang terakhir. dan jadikan ini sebagai cermin untuk kehidupan Pangeran yang lebih baik kedepannya."

Kucing yang menyaksikan kesedihan Pangeran Brama kemudian menarik tangan laki-laki itu untuk menyeberang sungai dengan cara melompatinya menggunakan tali yang sudah terpasang di dari pohon ke pohon.

"Kau harus berpegangan yang erat agar tidak jatuh ke dasar sungai. Sungai ini memiliki kedalaman lima belas meter dan siapapun yang masuk ke dalamnya, dia akan abadi bersama penunggu sungai ini."

Walaupun merasa sangat janggal dengan apa yang dialaminya, Pangeran Brama tidak ingin bertanya pada kucing tentang siapa yang sudah menyiapkan semua peralatan yang digunakan untuk menyeberang sungai Dadap.

Sampai di seberang sungai, seekor harimau putih menyambut mereka dengan auman yang sangat keras, membuat Pangeran Brama memundurkan langkahnya.