webnovel

Prologue II

Dia memeluk April dari belakang..

Melingkarkan kedua tangannya di perut rata wanita itu sembari mengendus aroma manis yang menguar dari tubuh April, selalu wangis seperti biasanya. Saat dia pulang bekerja di sore hari, April selalu tampil cantik dan wangi. Lembut dan selalu tersenyum, tapi saat wanita itu berbalik badan untuk melihat suaminya. Wajah April seolah menyembunyikan sesuatu.

Senyumnya terlihat tidak tulus, seperti ada rasa sakit yang menghalangi senyumnya yang dulu tidak begitu. Pria bertubuh kekar di balik setelan kerjanya itu memeluk April seraya mengelus pelan puncak kepala wanita itu.

Terkadang April merasa bingung menjalani hidupnya..

Terkadang pria itu bisa begitu baik bak seorang malaikat tanpa sayap, tapi di lain waktu. Pria yang dulu pernah April panggil dengan sebutan 'Om Tio' itu bisa menjadi seorang Iblis berwajah tampan. Baru semalam Tio melayangkan beberapa pukulan ke wajah April hanya karena wanita itu tidak sengaja pulang larut setelah berkumpul dengan teman-temannya, tapi sekarang Tio bersikap tidak ada perkelahian yang terjadi di antara mereka berdua. Pria itu tersenyum seraya mengecup dahi April lalu bergegas masuk ke dalam kamar untuk membersihkan diri.

Sementara April hanya terdiam berdiri di tempatnya saat ini berpijak, bingung yang ia rasakan. Makan malam telah tersaji dengan rapi di atas meja, karena jika tidak pria itu akan kembali mengamuk dan berakhir memarahi April. Dengan setia wanita itu duduk di kursi menunggu pria itu keluar dari dalam kamar, pakaian sudah tersedia di atas ranjang. Semuanya telah April lakukan demi membuat pria itu senang, tapi apakah pria itu telah membuat April merasa senang? Tio bahkan merasa acuh terhadap lebam di sudut bibir April, padahal pria itu juga yang membuatnya demikian. April menatap ke arah sajian di atas meja dengan pandangan kosong, jika ia makan sekarang Tio pasti akan marah karena merasa tak menghormatinya sebagai suami.

April hanya bisa menarik nafas dalam-dalam lalu mengeluarkannya secara perlahan, karena teman-temannya selalu berkata hal tersebut dapat menenangkan diri.

April hidup bagai boneka selama di rumah, tapi ia merasa bahagia jika berkumpul dengan teman-temannya. Tapi Tio pasti tidak akan pernah mengijinkan April untuk keluar dari rumah barang sejengkal saja apalagi untuk bertemu dengan teman-temannya.

Teman-teman April selalu berkata bahwa Tio bukanlah pria yang baik untuk April, dan mereka semua bersedia untuk membantu April jika wanita itu membutuhkan.

Tapi sampai detik ini, sejahat apapun Tio.

April masih tidak bisa meninggalkan Tio...

"Hei! Nunggu lama ya?" Pria itu kembali menjatuhkan kecupan di puncak kepala April lalu mengambil duduk di hadapan wanita itu.

"Nggak juga." April menggeleng lemah seraya tersenyum kecut, mereka berdua memulai makan malam seperti biasa. Tio selalu makan dengan lahap hasil masakan April, pria itu memang tidak pernah makan di luar rumah jika tidak bersama dengan April. Tidak pernah pulang terlambat dan jika dia sedang lembur, Tio akan memberi kabar kepada April selalu. Tidak pernah protes akan hasil masakan April dan terkadang jika wanita itu lelah, Tio yang akan membantu tugas April untuk memasak.

Impian semua wanita di dunia ini..

Tapi sekali lagi, tidak ada satu pun di dunia ini yang begitu sempurna meskipun terlihat demikian. Kelemahan Tio adalah dia tidak bisa melihat istrinya berperilaku di luar keinginannya, seperti keluar rumah apalagi bertemu dengan teman-teman prianya. Meskipun April sama sekali tidak pernah menghianati Tio atau pun memiliki niat untuk meninggalkan pria itu, tapi hingga detik ini Tio sama sekali belum pernah memberikan April sebuah kepercayaan. Dan semua itu diperkeruh dengan sikap pemarah dan tempramental Tio yang selalu berujung dengan penyiksaan, terkadang di setiap siksaan itu terjadi, April selalu berharap agar suatu hari nanti Tio akan menyesali semua perbuatannya.

"Boleh aku tanya sesuatu?" Pinta April tiba-tiba di sela makan malam mereka yang terasa damai dan tentram, April sudah memikirkan hal ini sedari siang hari. Mengumpulkan berbagai kalimat yang benar agar pria itu tidak marah, semoga saja!

"Apa?" Sahutnya dengan singkat, April berusaha menelan salivanya sendiri.

Seolah lidahnya terasa kelu tak ingin mengeluarkan kalimat itu, namun hatinya terus mendorong agar kalimat itu segera keluar.

"Temen-temen aku lagi buka arisan, terus aku-"

BRAK!!!

Suara April terhenti setelah suara gebrakan meja dari tangan besar Tio menghancurkan makan malam itu, sontak membuat pansangan April tertunduk lemah.

Baru saja ia mengeluarkan kalimat itu dan belum sempat menyelesaikannya, Tio langsung menghentikannya. April menyadari jika ia baru saja membangunkan banteng pemarah itu.

"Kita sudah pernah bahas ini, 'kan?" Suara Tio mulai terdengar besar, menggema hingga sudut ruangan yang hanya diisi oleh mereka berdua. Air mata April hampir saja lolos dari kelopak matanya, tapi wanita itu berusaha kuat untuk menahannya. Karena April tidak pernah menangis di depan Tio, hanya jika ia sendiri April bisa menumpahkan segala kesedihan.

"Tapi arisan ini tuh semuanya perempuan, nggak ada laki-laki." Kata April mencoba meyakinkan.

"Tetep aja! Nggak usah!" Bentak Tio, pria itu lalu berdiri menyudahi makan malamnya yang masih banyak di dalam piring.

April sempat mengira jika pria itu akan memukulnya lagi, tapi ternyata Tio hanya melewati April begitu saja menuju kamar. Meninggalkan April lagi-lagi sendiri di sana.

Wanita itu memijit dahinya sendiri, merasa pusing. April merasa tidak enak dengan teman-temannya yang sudah bersusah payah mengajak April, dan April bukan tipe wanita yang ingin selalu menuruti kemauan suaminya yang tidak pernah mengerti keinginan April. Pada akhirnya, April tidak perduli dengan Tio. Mungkin esok sore pria itu akan kembali memukul April lagi karena telah membantah perintahnya, April tidak perduli. Yang ia inginkan hanyalah kebahagiaan dalam hidup, bukan terkurung selamanya dan membuat hidupnya menjadi bosan.

April mengambil ponselnya yang ia sembunyikan di dalam saku dress, mengirim sebuah pesan teks kepada salah satu temannya untuk menjemputnya esok hari tanpa mengindahkan larangan Tio. Apapun yang terjadi, April hanya ingin keluar dari rumah ini untuk sebentar saja menghibur diri. Meskipun ia akan kembali lagi ke tempat ini dan kepada pemiliknya, hingga pukulan dari ikat pinggang akan kembali membuat punggung April memerah dan perih.

Makan malam yang semula nikmat kini menjadi berantakan, terasa hambar dan dingin. April selalu membereskan hasil dari perbuatan Tio, tanpa pria itu mengerti bagaimana sakitnya jika terkena pecahan kaca dari piring atau pun gelas kaca yang berserakan. Karena di sini, April yang selalu mengalah. Meski April juga yang terkadang membuat masalah hingga berakhir dengan amarah dari pria itu, air mata pun rasanya sudah tidak bisa menjabarkan perasaan April saat ini.