Gilang melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi, mataku melotot menatap kearahnya. Bahkan laki-laki robot itu, tidak menoleh kearah ku. Dia hanya pokus membawa mobilnya melaju tanpa memikirkan nyawaku dan nyawanya yang kini dalam ancaman.
"Pelan-pelan! Aku takut," ucapku dengan bibir bergetar menahan rasa takut.
Namun seperti mendapatkan semangat dariku, bukannya mengurangi kecepatan kemudinya, dia justru menambah kencang laju mobilnya.
"Huaaaaaaaah... Laki-laki tidak waras! Berhenti! Apa kau ingin mengakhiri hidupmu? Jika iya, jangan ajak aku ikut mati bersamamu," ucapku kesal.
CRITT...
Suara rem mobil berhenti mendadak, membuat keningku terbentur kaca mobil. Aku mengusap kepalaku yang sakit. Huh... Pria tidak waras! Jika kau ingin bunuh diri, tidak usah mengajakku.
Gilang menatap tajam kearah ku, kini matanya benar-benar menyeramkan, seolah-olah ingin memakan ku hidup-hidup. Aku masih mengusap keningku yang terluka.
Tiba-tiba saja, Gilang turun dari mobilnya. Dia membuka bagasi mobil lalu membawa kotak obat. Gilang mengobati keningku yang terluka, memberikan obat merah sambil meniup luka itu. Setelah selesai memberikan obat merah, dia juga memberi plester di keningku itu. Dia tidak bicara apa-apa, hanya gerakan jari-jarinya yang membuatku terkesima.
Ternyata dibalik jiwa yang angkuh, sombong dan galak, ada hal baik juga didalam dirinya. Entah kenapa, tiba-tiba saja hatiku merasakan getaran-getaran yang aneh. Tidak, tidak mungkin! Aku tidak mungkin jatuh cinta pada robot angkuh itu.
Gilang mulai menyalakan kembali mesin mobilnya, melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang. Aku menatap wajahnya yang mulai sedikit tenang. Aku beranikan diri untuk berbicara dengannya.
"Terimakasih," ucapku.
Namun hening, tidak ada jawaban apapun dari bibir laki-laki itu. Ternyata selain angkuh dan sombong, dia juga tuli! Huh... menyebalkan!
Aku menggigit jari jemariku sendiri, menahan kesal melihat sikap laki-laki dihadapanku ini. Sekilas aku menatap seringai dibibirnya, apa maksud tawa itu? Apa saat ini, dia sedang menertawakan aku?
Aku membuang pandangan kearah lain, aku tidak sudi berlama-lama menatap pria sombong itu. Hingga mobil itu berhenti didepan rumah Gilang. Gilang masuk kedalam rumahnya, tanpa menungguku turun dari mobil. Memang benar-benar tidak punya hati!
Aku berjalan masuk kedalam rumah, sambil menyeret tasku dengan malasnya. Oh, Tuhan ... Kapan ujian Mu ini menjadi lebih mudah. Aku benar-benar tidak sanggup, hidup didalam neraka cinta Gilang. Huaaaahhhhhhh... Laki-laki tidak punya hati!
"Kenapa, Nak?" tanya Ibu.
"Tidak," ucapku pelan, enggan untuk menjelaskan.
"Bagaimana kuliahmu?" tanyanya lagi.
"Menyenangkan!"
"Apa ada yang mengganggumu? Kenapa wajahmu terlihat cemas sekali?"
"Itu karena..." aku belum menjawab pertanyaan Ibu, tiba-tiba Gilang keluar dan meninggalkan rumah itu.
Ibu menatap anaknya yang bahkan tidak menoleh kearahnya. Apa laki-laki itu benar-benar tidak punya sopan santun dan etika. Ibunya saja, dia malas menegurnya, apalagi aku yg bukan siapa-siapanya!
Gilang menghentikan langkah kakinya, lalu menoleh kearah ku. Nanar matanya menatap tajam kearah ku.
"Jangan keluar rumah tanpa seizin ku! Mengerti kau, Andini!" ucap Gilang, lalu pergi meninggalkan rumah menuju mobilnya yang terparkir.
Ternyata dia perhatian juga padaku, dia pasti takut aku digoda laki-laki lain, seperti dosen Randy memperlakukan ku tadi. Aku menatap air mata di wajah Ibu, lalu dengan segera dia mengusap air mata itu dengan kedua tangannya.
Aku ingin tahu, sebenarnya apa yang membuat Gilang seperti itu. Tapi aku tidak enak hati, untuk menanyakannya. Bukankah terdengar lancang, jika aku berani bertanya macam-macam. Aku disini hanya diminta menjadi istri Gilang. Aku dinikahkan untuk melunasi hutang-hutang Ayahku. Selebihnya aku tidak perduli!
"Ibu, aku masuk!" ucapku sambil tersenyum, lalu masuk kedalam kamar.
Aku segera mengambil handukku, lalu masuk kedalam kamar mandi. Aku menyalakan air shower, lalu membasahi seluruh tubuhku dibawah derasnya air shower.
Aku mengambil sabun, lalu mengusap sabun itu kesekujur tubuhku. Setelah selesai mendinginkan kepalaku dan tubuhku dari hawa panas yang ada dirumah ini. Aku pun keluar dari kamar mandi. Aku memakai bajuku lalu membaringkan tubuhku di atas tempat tidur.
Tiba-tiba...
CKLEKK...
Suara pintu terbuka, aku menatap Keysa berdiri didepan pintu kamarku sambil menangis. Air matanya mengalir deras membasahi pipinya yang putih bersih.
Keysa lalu berjalan mendekat kearah ku, lalu memukul tubuhku cukup keras.
"Kakak ipar, apa yang sudah kau lakukan? Kau sudah membuat dosen idolaku jatuh cinta padamu," ucapnya terdengar kesal.
"Tapi aku tidak tahu. Aku juga tidak ingin dia menggangguku! Katakan saja padanya, jika aku ini sudah menikah. Dia tidak mungkin menggangguku lagi kan!" ucapku.
"Huaaaahhhhhhh... Hiks... Hiks... Aku sangat mencintai dosen Randy," air matanya mengalir deras.
"Sudah. Berhenti menangis! Telingaku sakit, tutup mulutmu!"
Bukan berhenti menangis, Keysa malah membesarkan suara tangisannya. Ya ampun... Apa seisi rumah ini dipenuhi orang-orang tidak waras?
Aku memijat keningku, kepalaku rasanya sakit sekali mendengar suara keras dari bibir Keysa. Gadis itu masih menangis, sambil sesekali memukul tubuhku.
"Berhenti! Apa masalahmu? Aku sudah bilang, aku tidak tertarik pada dosen itu. Tidak tampan, tidak menarik dan bukan tiveku."
"Benarkah?"
"Iya. Aku serius! Aku tidak pernah ingin dekat dengannya. Aku akan bilang padanya, jika aku ini sudah menikah, jadi dia akan berhenti mengejar ku. Apa kau puas?" ucapku kesal.
"Terimakasih, Kakak ipar!" ucapnya sambil tersenyum.
"Sudah selesai. Aku mau istirahat!"
"Selamat beristirahat Kakak ipar!" ucap Keysa sambil keluar dari kamarku.
Aku kembali merebahkan tubuhku, melepaskan penat yang ada dibenak ku. Mataku terpejam, hingga akhirnya aku terlelap dalam tidur.
Aku setengah tidur, aku menatap Gilang mendekat kearah ku. Mataku masih ku biarkan rapat, hanya sebelah mataku yang menatap sedikit kearah Gilang.
Dia mendekat kearah ku, lalu mengecup keningku. Aku bahkan bisa merasakan tangannya menyentuh rambutku, mengusapnya dengan lembut.
Dia tersenyum, lalu melangkah masuk kedalam kamar mandi. Setelah memastikan dia sudah masuk kedalam kamar mandi. Aku membuka mataku, aku mengusap keningku yang dicium oleh robot angkuh itu. Ada apa dengan dia? Kenapa aku merasa dia memiliki dua kepribadian? Kadang benar-benar menyebalkan, namun disisi lain, dia begitu manis dan hangat.
Aku mendengar suara pintu kamar mandi terbuka, aku buru-buru memejamkan mataku kembali. Aku melihat Gilang masih memakai handuk yang melilit tubuhnya. Dia memakai baju tidurnya, lalu menghampiriku kembali.
Gilang menyelimuti tubuhku dengan selimut yang dia ambil dari lemari. Lalu kembali menatapku dengan senyum langka dari bibirnya.
"Jangan coba-coba menggoda laki-laki lain! Aku akan sangat murka padamu!" ucapnya, lalu tidur di kursi sofa.
Entah kenapa, aku merasa terharu mendengar robot angkuh itu bicara begitu. Aku merasa ada rasa takut dari kata-katanya. Benarkah, jika dia mulai membuka hatinya untukku? Tapi kenapa, dia tidak pernah merubah sikapnya padaku. Masih saja sering, berbicara kasar padaku.
Jam sudah menunjukkan pukul 2 dini hari, namun mataku sudah lelah tidur dari siang. Aku memutuskan untuk mencari makanan di dapur, perutku benar-benar lapar.
Aku mengambil beberapa cemilan dan air minum kemasan. Aku membawa semua makanan itu kedalam kamar. Aku memakan cemilan itu sambil membaca buku. Sampai suara Gilang mengejutkan ku.
"Hai manusia planet! Apa di planet mu, saat ini sudah siang? Apa kau tidak tahu, aku terganggu sekali dengan suara kunyahan dari mulutmu." ucap Gilang.
Aku tidak perduli, aku melanjutkan kegiatanku tanpa menoleh kearahnya. Gilang kesal, lalu merebut semua cemilan itu, lalu membuangnya ke tempat sampah.
"Aku sudah bilang, jangan menggangguku saat sedang tidur!" teriaknya.
"Jahat! Robot angkuh, sombong, tidak punya hati. Aku benci padamu!" teriakku sambil keluar dari kamar itu.
Aku menangis diruang tamu, air mataku mengalir deras membayangkan pria gila itu. Ayah, lihatlah keadaanku sekarang! Aku memenuhi tugasku sebagai seorang anak. Aku mengorbankan hidupku untuk melunasi hutang-hutangmu. Bantulah aku, berikan aku doa agar aku bisa kuat menghadapi laki-laki yang kini menjadi suamiku.
Sudah hampir satu jam aku menangis, apa yang aku harapkan? Di jemput Gilang, agar membawaku kembali ke kamar? Tidak, Andini! Jangan berharap hal yang mustahil, laki-laki itu tidak mungkin mencari mu. Dua justru bahagia jika terlepas darimu.
Aku terus mengoceh dalam hati dan pikiranku, aku benar-benar kesal dengan pria angkuh itu. Sampai tiba-tiba...
"Masuk kedalam kamar! Jangan terus membuat masalah," ucap Gilang sambil menarik tanganku lembut menuju kearah kamar kami.
Apakah arti sikap laki-laki ini?